“Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:29).
Ajaran tentang beriman ini muncul, karena sikap Tomas yang tidak percaya akan kata-kata rasul tentang Yesus yang sudah bangkit.
Seluruh kisah sebelum kata-kata kesimpulan itu disampaikan mengandung pelajaran tentang kebangkitan.
Pertama, bahwa Yesus yang bangkit melampaui dimensi fisik. Dia hidup dalam dimensi baru (dalam roh). Karena itu, Dia masuk ke dalam ruangan, walau pintu-pintunya terkunci (Yohanes 20:26).
Kedua, untuk percaya pada kebangkitan orang memerlukan kemampuan yang melampaui daya-daya fisik seperti melihat dengan mata dan menyentuh dengan tangan (Yohanes 20:25.27).
Orang kadang memerlukan itu, karena tanda-tanda fisik penyaliban itu diperlukan. Misalnya, stigmata yang pada tubuh Santo Fransiskus Assisi atau Santa Magdalena de Pazzi menegaskan tanda penyaliban.
Untuk menjadi percaya orang kadang memerlukan tindakan-tindakan inderawi seperti penglihatan dan pendengaran (Roma 10:14). Santo Paulus menegaskan pentingnya orang mendengar dalam proses menjadi percaya.
Iman juga bisa lahir dari melihat kesaksian hidup nyata dari kaum beriman. Karya misi Gereja (Matius 28:19) bukan hanya untuk mewartakan dengan kata-kata (khotbah dan renungan), melainkan mewujudkan kehadiran Yesus dalam tindakan yang dapat dilihat dan dirasakan.
Sabda Yesus kepada Tomas tidak menegasi perlunya dimensi fisik seperti melihat dan mendengar dalam beriman. Tentu kedua hal itu saja tidak cukup, karena iman itu anugerah Tuhan. Orang mesti membuka diri terhadap pemberian itu.
Karena itu, untuk bisa tumbuh dalam iman orang membutuhkan rahmat Tuhan. Hal itu ditegaskan dalam surat Santo Paulus kepada jemaat di Efesus 2:19-22. Sebagian karya Tuhan itu tidak bisa dilihat, namun bisa dirasakan.
Jadi, berbahagialah yang tidak melihat, namun percaya.
Senin, 3 Juli, 2023
Pesta Santo Thomas, Rasul