SALAH satu bentuk misi adalah mengumpulkan derma; pada Hari Anak Misioner untuk membantu anak-remaja sedunia yang membutuhkan, pada Hari Minggu Panggilan untuk membantu pembinaan seminari-seminari tinggi sedunia, dan pada Hari Minggu Misi untuk menunjang karya misi para Uskup.
Baca juga: Belajar Bermisi bersama Putri: Misteri Kematian Orang Muda (2)
Derma juga dikumpulkan selama Masa Prapaskah dalam bentuk APP dan Masa Adven dalam bentuk Aksi Natal. Dalam misa Hari Anak Misioner di Malang, biasanya anak-anak mempersembahkan kado bagi Kanak-kanak Yesus yang kemudian disalurkan pada anak-anak yang membutuhkan.
Apakah jumlah derma Putri itu banyak? Saya tidak tahu, yang pasti dia hanya seorang anak SD, dari keluarga guru. Tetapi hal khusus yang dia lakukan adalah menjelang pengumpulan Aksi Natal atau APP, dia biasanya menukarkan uang derma yang dikumpulkannya pada guru yang suaminya kerja di bank. Dia menukarnya dengan uang gres-gres.
Suatu kali, dia tidak sempat menukarnya, maka uang-uang kertas itu dia setrika, lalu disemprot pewangi. Ketika mamanya menanyakan mengapa mesti aneh-aneh, apa jawab Putri?
Saya tertegun mendengar kisah ini. Saya jadi teringat saat tugas di paroki, kerap kali hanya melihat laporan keuangan, berapa jumlah APP yang masuk dari lingkungan-lingkungan dan sekolah-sekolah.
Bahkan ada godaan membanding-bandingkannya.
Waktu dengan Tim KKI membongkar semua kado anak-anak bagi Yesus untuk disalurkan, kadang saya bergumam dalam hati, “Ngapain repot-repot membungkus bagus-bagus, toh akhirnya dibongkar juga.”
Tindakan dan penjelasan Putri, jelas menghenyakkan saya. Semua derma itu untuk Tuhan Yesus. Terserah oleh Tuhan Yesus mau diberikan siapa nantinya. Maka untuk Tuhan Yesus, harus dipersembahkan sebaik-baiknya.
Jumlah nominal derma Putri, mungkin tidak seberapa; akan tetapi dia tahu, untuk siapa itu dia berikan. Maka dia memberi dan mengemasnya sebaik-baiknya. Saya jadi teringat jalan kecil rahasia kesucian St. Theresia Lisieux, “Melakukan hal-hal kecil dan sederhana dengan cinta yang besar”.
Kesaksian
Sejauh saya dengar, Putri itu begitu pedulinya sama yang lain dan tidak mau mendiamkan bila ada hal yang tidak beres. Alhasil, dia sering menegur teman-temannya, dan bisa jadi dia tidak disukai oleh mereka yang ditegurnya. Tetapi inilah risiko mewujudkan kasih, dimana kasih tidak membiarkan ketidakbenaran, tetapi berani menegur dan mengingatkan yang salah.
Bukankah kita cenderung membiarkan apa yang sebenarnya tidak benar karena ingin memelihara “harmoni”?
Sikap kenabian kalah dengan rasionalisasi “daripada ntar rame.”
Sikap kasih juga ditunjukkan Putri dengan memberi perhatian pada penjual kue yang berjualan keliling di kompleks perumahannya. Umumnya anak-anak datang sekedar untuk beli kue. Tetapi Putri mau peduli pada si penjual, sampai bantu-bantu mengatur posisi dagangannya. Saat dirawat di ruangan anak RKZ, dia sempat meminta mamanya menggendong pasien lain, seorang anak kecil, yang terus menangis. Tanpa sikap peduli pada orang lain, tidak mungkin kita bisa memberikan kesaksian sebagai “garam dan terang dunia” (Mat 5:14-16).
Kurban
Seorang murid Kristus semestinya berjalan di belakang Yesus. Itu berarti tidak hanya mendengarkan ajaran Yesus, menyaksikan mukjizat-mukjizat-Nya, dan mengalami indahnya pengalaman di gunung Tabor. Tetapi juga diundang mengikuti Yesus di Getsemani, menyusuri jalan salib-Nya, sampai di Golgota! Ada banyak salib dalam pengalaman iman kita, salah satunya penyakit. Ketika hal ini menimpa pada kita, kita pun bergumul dan bertanya pada Tuhan, mengapa saya harus sakit? Apa salah saya? Ayub pun menggumuli pertanyaan ini dan tidak menemukan jawabannya (Ayb 42:5-6).
Banyak misteri dalam kehidupan ini.
Saya yakin Putri juga merasa kesakitan, sedih, bergumul, dan bertanya pada Tuhan: kenapa dia harus sakit, bukankah dia juga ingin terus sekolah, sama seperti teman-temannya…
Terkadang memang tidak selalu ada jawabannya.
Saat dirawat di ruangan anak RKZ, Putri sempat mengatakan, nanti akan bertanya kepada Tuhan, kenapa adik-adik kecil ini diberi sakit? Dia kelas 6 SD, paling besar di ruangan anak itu. Maka saya bisa memahami makna tulisannya setelah dia sakit: “Tuhan Yesus, JANGAN ada anak kecil sakit, Biar Aku/PUTRI saja.”
Keberhasilan karya misi tidak hanya ditentukan oleh sayap pertama: keuletan, ketekunan, dan kreativitas para pelaku misi, tetapi juga ditunjang sayap kedua: doa dan kurban. (Bersambung)