Belajar Bijak Sikapi Medsos bersama FKRK: 85 Suster, Bruder, Frater, Imam Lintas Tarekat Kumpul di Pontianak 29-31 Mei 2017 (2)

0
1,484 views
Seminar tiga hari bertema "Kaum Religius di Zaman Digital" di Rumah Retret Wisma Immaculata Pontianak bersama Words2Share dan Romo Oki Dwihatmanto OFM. Seminar yang berlangsung tanggal 29-31 Mei 2017 ini diampu oleh Forum Kerjasama Religius Kalbar. (Mathias Hariyadi)

NAMANYA adalah FKRK.  Ini merupakan kependekan istilah Forum Kerjasama Religius Kalimantan Barat, sebuah forum persaudaraan komunikasi antar kaum religius di Kalbar.

Kali ini, sesuai program ongoing formation tahunannya, FKRK menggelar program pembinaan lanjutan bagi religius muda (medior-yunior) lintas tarekat religius di Kalbar usai mereka menyelesaikan  pendidikan dasar novisiat dan formatio lainnya .

Religius di zaman digital

Tanggal 29-31 Mei 2017 pekan lalu, FKRK akhirnya berhasil menggelar  seminar bertema “Religius di Zaman Digital” di Rumah Retret Wisma Immaculata Pontianak. Kegiatan ini diikuti oleh 85 peserta terdiri dari para  suster, bruder, frater dan imam muda  lintas ordo/tarekat. Mereka datang  dari Kongregasi Bruder MTB, Suster SFIC, SMFA, CP, OSA, PRR, OSCCap, KFS, Ordo OFMCap, dan MSC).

Seminar selama tiga hari  ini berlangsung dari tanggal 29 Mei-31 Mei 2017 dan dikemas dengan sangat menarik oleh kedua  narasumber yang berkompeten di bidangnya. Mereka adalah Mathias Hariyadi (penggiat Gerakan Words2Share dan Pemred Sesawi.Net) dan Rm. Oki Dwihatmanto OFM (Pemred majalah internal Fransiskan Indonesia dan pembimbing para novis OFM di Depok, Bogor).

Pak Mathias bicara panjang lebar –sesuai pengetahuan dan pengalamannya sebagai jurnalis dan editor di koran/media mainstream—tentang seluk-beluk dunia medsos dan kiat menyikapi hoax secara bijak dan kritis. Ia juga menyinggung dunia jurnalistik, cara kerja wartawan, etika jurnalistik, cara membedakan mana koran/majalah ‘serius’ dan mana yang hanya abal-abal, dan sekilas tentang panggilan hidup religius untuk berpatisipasi dalam misi Gereja menyebarkan ‘Kabar Baik’.

Pontianak: Mencermati Medsos, Hoax, dan Media Mainstream bersama 85 Suster, Bruder, Frater, Imam Lintas Tarekat (1)

Tampak dalam foto adalah Provinsial Bruder-bruder Maria tak Bernoda (MTB) Br Gabriel MTB, Romo Oki Dwihatmanto OFM, Minister Provinsial Kapusin Pontianak Romo Amandus Ambot OFMCap, Sr. Yulita SFIC selalku tuan rumah, Provinsial Suster SMFA Sr. Kristina, dan Sr. Elisa KFS – Provinsial Suster Fransiskanes Sambas. (Ist)

Karena itu, seminar ini sangat relevan untuk membedakan mana itu ‘kabar baik’ dan mana pula ‘kabar buruk’ serta ‘kabar bohong’. Senafas dengan nasehat Bapa Suci Paus Fransiskus dalam Hari Komunikasi Sedunia ke-51 pada tanggal 21 Mei 2017 lalu yang bicara tentang ajakan untuk mewartakan iman dan harapan, maka seminar ini juga ingin menggugah kaum berjubah untuk mulai berpartisipasi dalam mission sacré Gereja Katolik Semesta untuk pewartaan iman.

Seminar yang dibawakan oleh Rm. Oki OFM ini lebih fokus tentang  bagaimana para religius bisa menyikapi maraknya perkembangan IPTEK –khususnya dunia medsos dan gawai– dalam konteks panggilan hidup bhakti dan kiprah mereka meng-gereja masa kini. Ia mengatakaan, kaum religius yang menggunakan gawai  harus tahu etiket penggunaan dan sadar betul bahwa tugasnya adalah pewartaan, bukan ‘main gawai melulu.”

Mawas diri

Sedangkan, sesi seminar dengan narasumber Romo Oki Dwihatmanto OFM diawali dengan beberapa pertanyaan menarik yaitu:

  • Siapa yang mempunyai hp dan tablet?
  • Siapa mempunyai aplikasi medsos di gawai mereka?
  • Kapan saja biasa menggunakan medsos?
  • Jika dibuat prosentase, berapa banyak medsos yang digunakan untuk misi pewartaan dan berapa banyak kali hanya untuk ‘suka-suka’ pribadi?
  • Apakah wujud kekhawatiran masing-masing peserta ketika berhadapan dengan internet dan gawai?

Pertanyaan-pertanyaan ini sungguh relevan dengan situasi zaman ini.

Ketika Romo Oki OFM bertanya kepada para peserta seminar dan meminta mereka mengangkat tangan, ternyata masih banyak peserta  malu-malu meresponnya. Ini barangkali karena mereka  sungguh mengalami ‘sindiran’ itu  atau memang tidak punya sama sekali talat-alat komunikasi tersebut.

Maklumlah,  mayoritas peserta seminar adalah para suster yunior yang masih muda belia. Di beberapa tarekat religius tertentu berlaku aturan bahwa para yuniores ini  tidak boleh memiliki dan membawa gawai dalam hidup mereka keseharian.

Para suster tekun menyimak dan mendengarkan paparan narasumber. (Mathias Hariyadi)

Tiga responden

Ternyata ada tiga suster voluntir yang berani angkat tangan mau memberi kesaksian atas ‘sindiran’ pertanyaan itu. Apalagi ketika Romo Oki  bertanya: “Kapan suster, frater dan bruder membuka Facebook?”

Sr. Rufini SMFA, misalnya,  memberi tanggapan bahwa ia biasa membuka akun Facebook-nya bersamaan dengan membuka akun emailnya. Itu karena akun emailnya  langsung terkoneksi dengan akun Facebook.

Sr. Laura SFIC memberi tanggapan kurang lebih sama. Hanya saja ia memberi catatan menarik: membuka akun FB-nya ketika tengah  suntuk dan hanya sekedar ingin tahu kabar dari teman-teman dengan membaca status.

Tanggapan berbeda terlontar dari Fr. Dody OFMCap. Ia hanya membuka Facebook,  saat waktu santai dan  ia mengaku jarang membukanya di kala sibuk.

Dalam pengantarnya ini, Romo Oki Dwihatmanto OFM lalu  menggelar kasus-kasus nyata yang menimpa kaum religius (suster dan pastor) karena mereka tidak bijak menggunakan gawai. (Bersambung)

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here