BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Kamis, 12 Agustus 2021.
Tema: Pengampunan itu belas kasih.
- Bacaan Yos. 3: 7-10a, 11, 13-17.
- Mat. 18: 21-19: 1.
MANUSIA pada dasarnya ingin menang “sendiri”. Self Defense. Tidaklah salah. Ia harus mempertahankan, mengembangkan dirinya.
Ini pun sebuah karunia. Ia ingin tidak tersakiti. Hati nuraninya pun tidak ingin menyakiti.
Namun kalau ada hal-hal yang mengancam hidupnya, ia akan bertindak dengan segala upaya untuk mempertahankan dirinya.
Kehadiran Yesus membawa citra baru. Ia membawa cita-cita Kerajaan Allah. Kasih dan keadilan.
Yesus adalah kasih Bapa. Ia mengajarkan hidup adalah anugerah kasih Allah. Dalam dan bersama Yesus kita diangkat menjadi putera-puteri Bapa surgawi.
Kita dianugerahi hidup abadi hidup dalam kemuliaan Bapa. Yesus adalah jaminan kepastian anugerah itu. Tak usah ragu. Tak usah Bimbang.
Sebuah kepastian absolut, kendati hidup pernah keliru.
Kita diajarkan, keadilan adalah cara beriman; bentuk perhatian cinta dan ungkapan persaudaraan. Keadilan berarti kebaikan bagi semua orang.
Tidak koruptif.
Petrus bertanya, “Tuhan, berapa kali kami harus mengampuni?”
Jawaban Yesus merupakan tindakan hati Allah sendiri. Allah tanpa lelah mengampuni kita. Allah hanya bisa mencintai. Ia tidak mampu menghukum, ciptaan-Nya, umat yang dikasihi-Nya.
Ia, Penyempurna segala-galanya.
Cinta seorang murid, seorang kristiani haruslah sampai pada titik pengampunan. Itu dia. Dan hanya itu.
Bukankah Gereja, kita juga, berarti rumah pengampunan?
Sosok sederhana
Kendati tidak sempurna, saya belajar dari sosok ini.
Ketika masih frater, saya bertugas mengunjungi guru-guru Katolik di sekolah negeri. Terutama yang SD dan SMP. Maka sejak awal, saya mengenal banyak paroki untuk membantu pastor setempat memperhatikan mereka.
Saya berkunjung kepada beliau. Mohon doa dan bimbingan. Ia hanya memberitahu tempat-tempat jual makanan yang enak sambil memberi saya amplop.
“Frater, selamat bertugas dan belajar dari kehidupan umat sebagai bekal imamat. Ini ada sedikit amplop. Nikmatilah pengutusanmu. Jaga kesehatan. Kalau kurang datanglah. Jangan sungkan,” katanya.
Beberapa tahun kemudian sebagai imam baru, saya mengunjungi beliau dan memohon nasihat.
Saat itu, ia sedang berdiri di halaman paroki berbicara dengan seorang bapak. Dari penampilan, bapak ini terkesan sederhana.
Saya melihat romo ini memberi amplop.
Kami pun berbicara.
Romo itu berkata, “Kita para imam mendapat rahmat yang begitu istimewa dari kebaikan umat.”
Umat selalu memberi yang terbaik. Kita tidak pernah kekurangan. Jadi romo itu jangan pelit. Usahakan. Jangan menunda dan banyak pertimbangan.
Mungkin mereka bohong; bahkan menipu. Lebih baik kita berbelas kasih. Biarlah mereka tanggung sendiri dosanya. Toh Kita hanya sebagai penyalur kebaikan umat.
Suatu saat, saya konsul tentang kasus perkawinan. Secara hukum Katolik perlu waktu dan proses penyelesaian.
Sebagai imam senior, ia berkata.
“Romo, ada sisi pastoral yang jauh lebih penting diperhatikan, selain hukum yang juga tidak harus diabaikan. Pasti ada celah yang bisa membantu.
Butuh keberanian bertindak. Waktu juga akan membantu penyelesaian secara hukum. Memberi peneguhan, ketenangan dan kedamaian bagi keluarga jauh lebih berharga. Apa yang saya bisa bantu romo?”
Keterbukaan, kesiap-sediaan dan kehendak membantu itulah pribadinya.
Juga dalam kasus-kasus pembaptisan. Beliau ini dengan sadar mensyukuri dorongan Roh bagi orang-orang yang ingin dibaptis, tetapi terkendala pada sisi-sisi hukum Gereja.
Beliau selalu mencari celah yang memungkinkan orang dibaptis menjadi putera-puteri Allah dengan sedikit mungkin melanggar “kesepahaman bersama”, tapi tidak melanggar hukum Gereja.
Memberi solusi untuk lebih mendekatkan orang kepada Tuhan adalah sikap dasar beliau. Ia bersyukur atas imamatnya.
Itulah pribadi almarhum Romo YB Sahid Pr.
Pengampunan adalah jalan belas kasih Allah. Pengampunan adalah Rahmat adikodrati agar kita tetap hidup dan berjalan bersama sebagai saudara demi kebaikan bersama.
Tuhan, semoga pengalaman akan belas kasih-Mu, meneguhkan iman kami. Amin.