Belajar dari Pak Redes dan Pak Jali

0
424 views
Ilustrasi: Misa di pinggir Sungai Tigal di wilayah pastoral Paroki Nanga Tayap, Keuskupan Ketapang. (Dok. Romo A. Joko Purwanto)

Puncta 27.06.22
Senin Biasa XIII
Matius 8: 18-22

ADALAH Pak Redes dan Pak Jaliyanto yang sering ikut saya turne ke stasi-stasi di Nanga Tayap. Mereka termasuk lingkaran inti para pelayan, selain Pak Herman, Pak Bosran dan Pak Janjat.

Mereka berdua mengikuti saya ke Stasi Tanjung Bunga, Sei Ingin, Tanjungasam, Beginci, Tigal, Harjon untuk melayani umat di pelosok-pelosok.

Selain menemani, mereka dengan sukacita membantu saya di tengah jalan. Kadang terjebak lumpur yang dalam, motor harus didorong.

Kehujanan, kepanasan, kelaparan dan tentu saja badan pegal dan penat karena perjalanan jauh, kami rasakan bersama.

Pernah kami tergeletak di rerumputan, tertidur karena kecapekan.

Pak Redes dan Pak Jali ikut merasakan jatuh bangun melayani umat. Saya salut dengan ketulusan dan totalitas mereka membantu pelayanan kepada umat.

Sering mereka harus “tombok” keluar uang sendiri untuk beli bensin, karena kolekte tidak mencukupi.

Mereka tinggalkan rumah, keluarga, ladang dan ternaknya.

Kalau menginap di stasi, kami sering tidur di sembarang tempat, “melantai” berjejer di atas lantai kayu.

Kecuali di Tigal, kami sudah disiapkan kamar nyaman di mess pimpinan perusahaan, milik Pak Yosef Song.

Pengurbanan, kepedulian terhadap gereja dan keterlibatan mereka sungguh luar biasa.

Saya kagum dan berterimakasih atas semangat pelayanan tanpa pamrih. Saya juga ikut bersemangat karena belajar dari mereka. (Umat sederhana saja semangatnya berkobar-kobar, masak gembalanya malas dan lelet).”

Yesus mengingatkan mereka yang mau mengikuti-Nya untuk fokus lurus ke depan, berani berkorban, meninggalkan segalanya demi perutusan.

Ia berkata, “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepada-Nya.”

Tidak usah mikir tentang fasilitas, sarana atau tempat meletakkan kepala. Yang penting mau fokus mewartakan Kerajaan Allah.

Lalu Yesus berkata lagi, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.”

Yesus menuntut totalitas. Hubungan emosional dengan keluarga dan saudara harus ditinggalkan demi Kerajaan Allah.

Kerajaan Allah harus menjadi prioritas utama daripada kekerabatan.

Maukah kita membuat prioritas mengikuti Yesus demi Kerajaan Allah?

Maukah kita berkorban, meninggalkan segala sesuatu demi mewartakan Kerajaan Allah?

Pergi ke gurun melihat kadal,
Jalannya pelan terengah-engah.
Mengikuti Yesus harus total,
Jangan hanya setengah-setengah.

Cawas, melayani dengan hati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here