Belajar Menjadi Seorang Pria dari Yusuf

0
779 views
Ilustrasi: Malaikat Allah menampakkan dirinya dalam mimpi Yusuf by Vatican News.

Sabtu, 18 Desember 2021

Yer. 23:5-8.
Mzm.72:1-2.12-13.18-19.
Mat. 1:18-24

MENJADI pria sejati adalah soal melakukan tanggungjawab, tangguh dalam setiap tindakan, dan memiliki peran positif bagi orang di sekitarnya..

Memang tidak mudah untuk menjadi pria sejati yang memiliki kharisma tinggi.

Tidak hanya oke dari penampilan luar saja. Namun diharapkan bisa mengendalikan diri, menjauhi segala hal negatif, bijak, dan dewasa dalam berpikir dan bertindak.

“Saya bersyukur dikaruniai suami yang baik,” kata seorang ibu.

“Tidak banyak menuntut dan sangat rajin dalam bekerja,” lanjutnya.

“Suamiku sangat setia dan sabar,” katanya lagi.

“Dia sungguh anugerah Tuhan bagiku dan anak- anak,” ujarnya.

“Waktu masih sendiri, saya suka berdoa novena dan selalu mohon anugerah Tuhan, seorang pendamping yang seiman dan yang bisa menjadi sahabat dalam peziarahan hidup ini,” lanjutnya

“Saya tidak mencari suami yang kaya dan hebat namun seorang lelaki yang bisa mengayomi dan bisa menjadi imam dalam rumah tanggaku,” katanya.

“Setelah beberapa kali pacaran akhirnya saya dipertemukan dengan suamiku ini, dia yang serius mengajakku menikah,” lanjutnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.

“Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. 

Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata:

“Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”

Yusuf menerima Maria dengan tulus hati. Ia percaya pada kata-kata Malaikat Tuhan.

Yusuf, seorang pria yang menghormati perempuan. Ia tak mau mempermalukan Maria di hadapan umum.

Yusuf memberi teladan bagi kita untuk melawan kekerasan bagi perempuan.

Yusuf digambarkan sebagai bapa yang berani dan kreatif. Yusuf tidak lari dari kesulitan.

Dalam situasi sulit, ia berani memilih tindakan yang bukan menurut pilihannya sendiri. 

Dalam situasi dilematis ia menjadi ‘mukjizat’ bagi keselamatan Maria dan anak Yesus.

Ketika tidak ada tempat bagi Maria di Betlehem, Yusuf menyediakan palungan hewan yang nyaman.

Ketika harus mengungsi dari ancaman Herodes, ia tegar melindungi dan menyelematkan keluarga.

Ia percaya tangan Tuhan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bertanggungjawab terhadap kebahagiaan dan keselamatan keluarga atau komunitasku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here