Sejarah dan proses
MENARIK menyimak apa yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam konferensi Kaum Religius Amerika Latin pada tahun 2013, ketika meneguhkan gerakan kaum religius yang khawatir dengan palu Kongregasi Ajaran Iman:
“Jangan khawatir. Jelaskan apa yang mesti kalian jelaskan, terus maju ke depan. Bukalah pintu lebar-lebar, buatlah sesuatu dimana kehidupan memanggil kalian. Saya lebih senang memiliki gereja yang melakukan kekeliruan karena berbuat sesuatu ketimbang gereja yang hanya sakit untuk siap berakhir…”[i]
Pernyataan tersebut hendak meneguhkan orang beriman agar tidak takut belajar dari kekeliruan. Kekeliruan itu wajar dan pasti terjadi. Apalagi itu bukan karena kesengajaan, tetapi karena usaha untuk semakin menjadi baik dan benar.
Itu hanya salah satu pernyataan Paus Fransiskus. Ada banyak pernyataannya yang bernada serupa. Lewat banyak pernyataan tersebut, Paus Fransiskus sesungguhnya ingin menyingkap tirai yang lama menutupi semangat Konsili Vatikan II.
Baca juga: Tantangan Kepemimpinan Gereja Katolik: Kepemimpinan Paus Fransiskus (1)
Memang, sebelum Konsili Vatikan II berlangsung, kehidupan orang beriman di banyak gereja partikular di belahan dunia ini diwarnai oleh legalisme, ritualisme, dan dogmatisme dimana membuat orang-orang kristiani seolah-olah memanggul kuk yang berat. Situasi ini menciptakan iklim takut berpartisipasi. Bayangkan saja bila seseorang atau komunitas tidak mengikuti aturan atau ritual yang persis, maka rasa takut dan bersalah segera menyerang. Tak jarang palu penghakiman dijatuhkan oleh pemimpinnya.[ii]
Aggiornamento
Paus Yohanes XXIII dalam Konsili Vatikan II menyerukan semboyan aggiornamento (membuka jendela) atau pembaharuan lewat angin segar yang masuk dalam Gereja.[iii]
Aggiornamento merupakan sikap Gereja yang dengan rendah hati mau terbuka terhadap pembaharuan atas segala yang belum tepat pada masa sebelumnya. Santo Paus Yohanes XXIII menyadari usaha mewariskan kebenaran iman kadang kala terhambat oleh sikap resistensi terhadap segala pembaharuan. Gereja takut berbuat kekeliruan dalam usahanya mewartakan injil.
Namun justru dengan semboyan aggiornamento, Gereja menjejakkan kakinya pada kenyataan bahwa ecclesia semper reformanda (Gereja senantiasa perlu diperbaharui). Sadarilah bahwa Gereja itu perpaduan dari realita kudus dan pendosa.
Dengan semangat aggiornamento, Gereja mengajak untuk bertumbuh dalam kesetiaan panggilannya. Maka tidak mengherankan dalam sejarahnya, gereja telah menerima aneka gerakan pembaharuan (liturgi dari biara benediktin, telaah kitab suci dari universitas-universitas di Jerman, dan gerakan Teologi baru) untuk memulai Vatikan II.[iv]
Paus Fransiskus sejalan dengan Paus Yohanes XXIII secara apik melihat sejarah sebagai proses pembaharuan. Setelah lebih dari 50 tahun, pembaharuan Konsili Vatikan II masih terus berjalan. Namun dengan belajar dari kekeliruan-kekeliruan yang telah dibuat, Paus Fransiskus yakin ini merupakan bagian dari usaha untuk mewujudkan semangat Vatikan II yang menyerukan gerakan Roh Kudus dan partisipasi aktif umat beriman dalam membangun Tubuh Kristus. Maka jangan takut terhadap kekeliruan karena usaha-usaha kita membangun dunia yang lebih baik.
Maju ke depan
Spirit yang dipegang oleh Paus Fransiskus di atas memberi perspektif mendasar dalam memandang gerak pejiarahan Gereja. Peziarahan Gereja di dunia adalah perjalanan sejarah real yang diwarnai dengan kegagalan dan keberhasilan usaha umat manusia. Namun demikian, Gereja secara progresif maju menuju tanah terjanji. Kegagalan tidak menyurutkan peziarahan. “Dalam perjalanannya menghadapi cobaan dan kesulitan, Gereja diteguhkan oleh daya rahmat Allah yang dijanjikan oleh Tuhan kepadanya. Maksudnya supaya jangan menyimpang dari kesetiaan sempurna akibat kelemahan daging,” (LG no 9).
Kendati Gereja telah memberikan banyak kontribusi terhadap pembangunan dunia, tetapi pekerjaan rumah dalam perbaikan sana-sini masih seabrek. Paus Fransiskus dengan cermat melihat persoalan kredibilitas hirarkis pada jaman ini sebagai hal yang mesti di atasi. Juga perjuangan menegakkan semangat kolegialitas di antara para uskup merupakan isu yang perlahan-lahan mulai ditempatkan pada relnya.
Aneka isu lainnya dari soal lingkungan hidup hingga masalah migrant tidak bisa tidak menjadi kekayaan tantangan Gereja zaman ini.[v] Dan… tidaklah mudah gereja merespon semua hal tadi.
Aneka sikap dari Paus Fransiskus yang sangat berani menanggapi aneka isu tadi bisa diartikan sebagai sikap iman Gereja yang sejati. Gereja tidak takut untuk berbuat demi menanggapi kebutuhan jaman. Sekaligus cobaan dan kesulitan tadi menjadi bagian untuk pemurnian perjalanan pejiarahan gereja. “Melainkan tetap menjadi mempelai yang pantas bagi Tuhannya dan tiada hentinya membaharui diri di bawah gerakan Roh Kudus sehingga kelak melalui salib memcapai cahaya yang tak kunjung terbenam” (LG no 9).
Sejarah mengisahkan bahwa selama Gereja setia pada panggilannya dan mau bekerja sama dengan Roh Kudus, maka Gereja akan menemukan kebenaran. Perkataan Paus, “Saya lebih senang memiliki Gereja yang melakukan kekeliruan karena berbuat sesuatu ketimbang Gereja yang hanya sakit untuk siap berakhir…” merupakan kata-kata sakti bagi kita untuk maju. Paus menegaskan esensi Gereja zaman ini ialah menghadirkan semangat mau maju dalam persoalan manusia yang umum.
Percayalah, “God is stronger! And I would like to add that the sometimes dark reality, marked by evil, can change, if we first bring the light of the Gospel, above all with our lives.”
Catatan kaki:
[vi] demikian kata Paus.
[i] Allesandro Speciale, “Pope Francis Downplays threat Vatican Scrutiny of Religious Orders”, http://ncronline.org/news/vatican/pope-francis-downplays-threat-vatican-scrutiny-religious-orders, (11.6. 2013).
[ii] Aloysius Pieris, Give Vatican II a Chance: Yes to Incessant Renewal, No to Reform of the Reforms, (Gonawala-Kelaniya: Tulana Research Center, 2010), 14-15.
[iii] Thomas P. Rausch, Catholicism in the Third Millennium, (Quezon City: Claretian Publication, 2003), 10.
[iv] Thomas P, Raush, Ibid.,5-9.
[v] Lih. Dennis M, Doyle, The Church Emerging from Vatican II: A PopularApproach to Contemporary Catholicism, Revised ed. (New London, CT: Twenty-Third Publications, 2006), 2-15; John O. Malley, Ibid,30; Thomas P. Rausch,Ibid. 238.
[vi] Pope Francis’ address during his weekly General Audience held in St. Peter’s Square On the People of God Vatican City. See at http://www.zenit.org/en/articles/on-the-people-of-god (12.6.2013).