BERBEDA dengan film sejenis dengan judul sama produksi tahun 1959 yang telah menjadi kolosal, kali ini Ben-Hur besutan tahun 2016 lebih bicara tentang beberapa pokok. Yakni, nafsu manusia untuk berkuasa, gerakan cinta kasih untuk melawan kedengkian, dan pengampunan. Ketiga pokok penting dalam Ben-Hur besutan tahun 2016 muncul pada diri ketiga tokoh penting dalam film ini: Ben-Hur orang Yehuda, Messala, dan Yesus.
Yesus hanya muncul sekelebat saja. Namun, gerakan cintakasih yang Dia proklamirkan rupanya menjadi babak penting sebagai happy-ending story dimana Judah Ben-Hur (Jack Huston) akhirnya bersedia memaafkan Messala (Toby Kebbell), saudara non kandung yang sudah hidup bersama keluarganya sejak kecil namun akhirnya membuat seluruh anggota keluarnya menderita di bawah tekanan penguasa Romawi.
Nafsu untuk berkuasa
Karena ingin berkuasa dan menjadi tokoh di panggung politik Romawi, Messala pergi meninggalkan rumah ningrat di Yerusalem untuk kemudian menjadi serdadu Romawi dan akhirnya ‘orang penting’ di Imperium Romanum di wilayah Yudea, kini Israel. Karena nafsu berkuasa itulah, Messala rela melakukan segalanya untuk tetap menjadi ‘orang penting’ di Imperium Romanum. Termasuk ketika dia harus mengusir Judah Ben-Hur keluar Israel hingga akhirnya mengembara ke Afrika dan jatuh ke tangan penguasa budak bernama Sheik Ilderim (Morgan Freeman).
Berkat kemenangannya di panggung arena balapan kereta kuda di amphitheatrum dan mendepak Messala sebagai pecundang, hak-hak sipil Judah Ben-Hur akhirnya dipulihkan. Di ujung cerita, hubungan relasionalnya dengan Messala ikut dipulihkan karena dia bersedia memaafkan kejahatan Messala yang telah menelantarkan dia dan keluarganya.
Sebagai film, Ben-Hur besutan tahun 2016 ini sungguh kalah ‘menggigit’ dibandingkan dengan film-film sejenis dengan judul kurang lebih sama.