Benih Itu Mati Terhimpit oleh Kekuatiran

0
52 views
Ilustrasi - Jangan Kuatir

Rabu 24 Juli 2024.

Yer 1:1.4-10.
Mzm 71:1-2.3-4a.5-6ab.15ab.17.
Mat 13:1-9

KEHIDUPAN terkadang memberikan kejutan berupa masalah atau tantangan, yang kadang terasa berat untuk hadapi.

Kegagalan dan kehilangan seringkali menguji iman kita bahkan kekuatiran akan hari esok menambah berat kaki ini melangkah. Meskipun merupakan hal wajar dalam kehidupan setiap orang, namun jika rasa cemas dan kesedihan bergayut membuat jalan kehidupan ini terasa berat.

Semua orang pernah mengalami saat iman diuji. Dalam kondisi semaca itu, kita harus tetap bijak dalam menyikapinya. Jangan sampai benih yang ditaburkan Tuhan dalam hati kita mati terhimpit oleh kecemasan.

“Saya tumbuh dalam keluarga yang beriman katolik, dan sejak kecil tradisi kekatolikan tumbuh dalam hidupku,” kata seorang bapak.

“Tidak pernah terpikir bagiku untuk jauh dari Tuhan. Namun ketika saya menghadapi masalah yang berat. Imanku goyah; bahkan aku tanpa sadar meninggalkan Tuhan. Aku hadapi masalah dengan caraku sendiri dan aku tidak melibatkan Tuhan hingga semuanya menjadi sulit dan aku merasa Tuhan semakin jauh dari hidupku.

Kekhawatiran mulai merayap masuk ke dalam hatiku. Aku khawatir akan hasil dari sengketa hukum yang bisa berdampak pada reputasiku stabilitas finansialku, bahkan masa depan keluargaku. Setiap hari, pikiran-pikiran tentang masalah ini mengganggu doaku.

Semuanya menjadi sulit, dan jalan kembali kepada Tuhan menjadi jalan yang panjang dalam perjalanan hidupku kini,” katanya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.”

Melalui perumpamaan ini, Tuhan mengajarkan kita tentang berbagai sikap dan jawaban kita terhadap terhadap sabda Tuhan dalam kehidupan kita.

Kadang-kadang, hati kita seperti tanah yang keras, sulit menerima dan memahami kehendak Tuhan. Ada juga saat kita seperti tanah berbatu, dengan semangat yang menyala tetapi mudah goyah ketika dihadapi dengan tantangan atau penderitaan.

Atau mungkin kita seperti tanah yang ditanami semak duri, terjebak dalam kecemasan dan keserakahan dunia sehingga firman Tuhan tidak dapat tumbuh dengan baik di dalam kita.

Namun, ada saat-saat di mana kita membuka hati kita sepenuhnya untuk menerima firman Tuhan dengan suka cita dan keyakinan yang mendalam. Seperti tanah yang subur, kita membiarkan firman Tuhan menembus ke dalam hidup kita, tumbuh, dan menghasilkan buah yang melimpah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku siap untuk menerima dan membiarkan sabda Tuhan mempengaruhi dan mengubah hatiku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here