Benih Kekatolikan di Tana Luwu Berasal dari Stasi Murante

0
0 views
Gereja Stasi Santo Gabriel Murante di Tana Luwu, Sulsel . (Cornelis Timang)

INILAH nama-nama “orang penting”: Elisa Bari, Matius Maju, dan Samuel Situ. Mereka itu adalah para tokoh awam pertama di Murante yang menabur benih Kekatolikan di Tana Luwu.

Mereka awalnya merantau ke Makassar, kemudian kembali ke Murante untuk memperkenalkan agama Katolik kepada masyarakat setempat. Benih iman ini mulai tumbuh, ditandai dengan adanya putera-puteri daerah yang dibaptis.

Pada tahun 1947, tiga orang Murante, yaitu Kasen, Simon Liling, dan Damaris, menerima Sakramen Baptis. Mereka kemudian menjadi saksi Injil di tengah masyarakat. Setelah 78 tahun, benih tersebut telah berbuah, berkembang dari satu gereja stasi kecil di Murante menjadi delapan paroki dan satu kuasi paroki.

Murante, Pintu Gerbang Kevikepan Luwu

Stasi Murante merupakan Gereja Katolik pertama yang dijumpai saat memasuki wilayah Kevikepan Luwu. Jaraknya sekitar 310 kilometer dari Kota Makassar; dengan waktu tempuh sekitar tujuh jam perjalanan darat.

Dari Stasi Murante, jarak menuju pusat Paroki St. Petrus Padang Sappa sekitar 40 kilometer. Ke arah utara, setelah Paroki Padang Sappa, terdapat sejumlah gereja parokial, yakni:

  • Paroki St. Mikael Palopo.
  • Paroki St. Yosep Lamasi.
  • Paroki Sitti Maryam Saluampak.
  • Paroki St. Martinus Bone-bone.
  • Paroki St. Petrus Mangkutana.
  • Paroki Ratu Rosari Rantetiku.
  • Kuasi Paroki St. Yosep Malili.
  • Paroki Maria Immaculata Soroako.
  • Oleh karena itu, Stasi Murante sering disebut sebagai pintu gerbang Gereja Katolik di Kevikepan Luwu.

Stasi Murante terletak di Dusun Tirowali, Desa Towondu, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu. Nama “Murante” digunakan untuk stasi ini karena awalnya, Murante dan Towondu adalah satu wilayah.

Setelah pemekaran wilayah, gereja tersebut masuk dalam Desa Towondu. Secara gerejani, Stasi Murante berada di bawah Paroki St. Petrus Padang Sappa. Jumlah umat Katolik di stasi ini tercatat sebanyak 69 jiwa dari 20 kepala keluarga.

Secara geografis, Murante merupakan daerah pesisir yang dilintasi oleh jalan poros Makassar–Palopo. Jaraknya ke ibu kota Kabupaten Luwu, Belopa, sekitar 10 kilometer.

Sebelah timurnya berbatasan langsung dengan Teluk Bone.

Wilayah ini memiliki hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi objek wisata, serta terdapat tambak dan lahan pertanian. Mengingat kondisi geografisnya, sangat masuk akal jika para misionaris awal memasuki daerah ini melalui jalur laut maupun darat.

Misionaris Penyebar Benih Kekatolikan di Murante

Tahun 1949 menandai kunjungan pertama seorang pastor ke Murante. Pater Paul Bressers CICM mengunjungi umat di Murante, yang saat itu masih masuk dalam wilayah gerejani Paroki St. Mikael Palopo.

Setelah dikunjungi oleh pastor, umat Murante sepakat untuk mendirikan gedung gereja meskipun masih dalam bentuk sederhana. Namun, gereja ini dibakar oleh Gerombolan Kahar Muzakkar pada tahun 1952. Kelompok ini merupakan bagian dari pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan yang berlangsung dari tahun 1950 hingga 1965.

Umat Stasi Murante di Luwu,Sulsel. (Cornelis Timang)

Akibatnya, umat Murante terpaksa mengungsi ke Belopa, Seriti, dan Rante Damai.

Pada tahun 1955, umat yang mengungsi ke Seriti mendirikan gereja Katolik di sana. Dua tahun kemudian, pada 1957, umat yang mengungsi ke Rante Damai juga mendirikan gereja, dipelopori oleh Elisa Bari. Stasi Seriti dan Stasi Rante Damai kemudian menjadi cikal bakal perkembangan umat di Paroki St. Yosep Lamasi.

Setelah situasi di Murante kembali kondusif, umat yang mengungsi mulai kembali ke kampung halaman. Pada tahun 1979, mereka mendirikan gereja permanen yang diresmikan pada tahun 1980 oleh Mgr. Frans Van Roessel CICM, Uskup Agung Keuskupan Agung Makassar saat itu. Gereja ini masih digunakan hingga saat ini.

Dari Murante Menjadi Paroki St. Petrus Padang Sappa

Umat yang kembali ke Murante, ditambah dengan kehadiran transmigran lokal dari Toraja, turut berperan dalam perkembangan Gereja Katolik di Paroki Padang Sappa.

Pada tahun 1964, umat Katolik transmigran dari Bastem, Bokin, dan Tana Toraja mulai bermukim di wilayah ini. Sejumlah tokoh awal umat Katolik di Padang Sappa antara lain Ne’Bintan, Ne’Mamata, Ne’Bassang, Ne’Palele, dan Saling. Sementara itu di Tumale, beberapa tokoh perintis adalah Y. Bantun, Ne’Siampak, Pong Kopi, Sape, Tibe, Yohanis Payung, Ne’Sampe Lobo’, dan Ne’Pare.

Selain Tumale dan Padang Sappa, umat Katolik juga berkembang pesat di wilayah Belopa dan Lare-lare.

Pada tahun 2006, setelah berbagai persiapan yang intensif, Padang Sappa akhirnya dimekarkan menjadi paroki tersendiri. Pastor Yulius Malli Pr ditunjuk sebagai pastor paroki pertama dan Santo Petrus dipilih sebagai santo pelindung paroki ini. Setiap tanggal 29 Juni, peringatan Santo Petrus dan Santo Paulus dirayakan sebagai pesta pelindung paroki.

Pastor Paroki Padang Sappa dari Masa ke Masa

Sejak berdirinya, Paroki St. Petrus Padang Sappa telah dipimpin oleh beberapa pastor, di antaranya:

  • Pastor Yulius Malli Pr (2006–2007).
  • Pastor Ignatius Pabendon Pr (2007–2008).
  • Pastor Christofel J. Sumarandak MSC (sementara, 2008).
  • Pastor Natanael Bunga Datu Pr (2008–2017).
  • Pastor Simon Tunreng Malatta Pr (2017–2022).
  • Pastor Oktovianus Tandilolo Pr (2022–sekarang).
Romo Tandilolo Pr.

Ulang tahun ke-19 Paroki Padang Sappa

Pada 22 Februari 2025, Gereja St. Petrus Paroki Padang Sappa merayakan ulang tahunnya yang ke-19. Perayaan ini berlangsung di Gereja Katolik Stasi St. Gabriel Murante pada tanggal 23 Februari 2025.

Rangkaian acara dimulai dengan rekoleksi pada 22 Februari; dipandu oleh Pastor Oktovianus Tandilolo Pr dan Cornelius Timang sebagai narasumber.

Keesokan harinya, seluruh umat berkumpul di Murante mengikuti Misa Syukur yang dipimpin oleh Pastor Oktovianus Tandilolo Pr. Dalam homilinya, ia menekankan pentingnya kedewasaan iman umat dalam kehidupan menggereja.

Perayaan ini diakhiri dengan makan bersama seluruh umat dalam suasana penuh kebersamaan dan kegembiraan. Semoga Gereja St. Petrus Paroki Padang Sappa semakin bertumbuh dalam iman dan kasih, serta menjadi saksi kehadiran Kristus di tengah dunia.

Umat Stasi Murante bersukacita merayakan HUT ke-19 paroki. (Cornelis Timang)
Sukacita Umat Stasi Murante merayakan HUT ke-19 paroki. (Cornelis Timang)

PS: Ditulis oleh Cornelius Timang SS, penyuluh Agama Katolik dan Pengurus Depas Gereja St. Petrus Paroki Padang Sappa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here