Jumat Agung, 15 April 2022
- Yes. 52:13-53:12.
- Mzm. 31:2.6.12-13.15-16.17.25.
- Ibr. 4:14-16; 5:7-9.
- Yoh.18:1-19:42
SEPANJANG sejarah kehidupan ini, mungkin kita bertemu dengan sosok-sosok yang mengasihi, melindungi, dan meneladankan kesetiaan hingga mati.
Mereka mengambil keputusan besar untuk menunjukkan bahwa kasih harus diperjuangkan dengan berani sekalipun harus mengorbankan diri.
Tuhan melindungi dan menyelamatkan kehidupan manusia dengan jalan penderitaan.
Ketika Tuhan Yesus mengatakan “Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi”, maka sejatinya Dia tidak pernah memikirkan diri-Nya sendiri, selain mengasihi, melindungi, dan menyelamatkan kehidupan yang lain.
Yesus menampakkan kepatuhan-Nya pada panggilan mengasihi dunia sampai paripurna ketika berkata, “Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?”
Yesus tahu apa yang dikehendaki Bapa atas hidup-Nya.
Walaupun dalam pandangan umum waktu itu salib adalah kekalahan dan kehinaan, namun bagi Yesus yang memikul salib, merengkuh luka dan derita karena cinta dan kesetiaan adalah mulia.
Yesus tidak berhenti apalagi melarikan diri dari panggilan kasih-Nya bagi hidup manusia, sekalipun Dia mampu melakukan itu.
“Saya syukuri bahwa saya boleh menemani bapak sampai detik akhir ajal menjemputnya,” kata seorang ibu.
“Bapak terkena covid ketika gelombang kedua, Delta menerjang wilayah kami,” lanjutnya.
“Kami membawa bapak ke rumah sakit, namun karena tidak tersedia tempat, maka saya bawa pulang kembali,” ujarnya.
“Kondisi bapak yang sudah tua dan perlu banyak bantuan, membuat saya tidak bisa jauh darinya, saya layani dan rawat bapak semaksimal mungkin,” sambungnya.
“Saya sendiri berusaha menjaga diri dengan protokol dan minum vitamin, serta selalu cuci tangan,” kisahnya.
“Namun setelah berjuang selama empat hari bapak tidak tertolong lagi,”lanjutnya.
“Setelah itu saya PCR, hasilnya reaktif, dan baru bisa sembuh setelah 21 hari isoman,” katanya.
“Saya tahu bahwa merawat bapak akan berisiko untukku, namun saya tidak tega meninggalkan bapak, maka saya ambil resiko itu,”katanya lagi.
“Saat merawat bapak itulah saya merasakan bahwa cintaku pada bapak bukan sekadar kata. Saya dengan rela dan sadar mengambil semua risiko karena saya ingin melakukan yang terbaik bagi bapak yang sangat saya cintai, dan jika nyawa menjadi taruhannya, saya siap,” katanya mantap.
Dalam bacaan Kisah Sengsara Tuhan Yesus yang dibaca hari ini kita dengar demikian,
Maka Ia bertanya pula: “Siapakah yang kamu cari?” Kata mereka: “Yesus dari Nazaret.”
Jawab Yesus: “Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.”
Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya: “Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorang pun yang Kubiarkan binasa.”
Tuhan Yesus taat kepada Allah dan Ia menyelamatkan manusia.
Kita tidak perlu takut kehilangan nyawa kita, melainkan harus dengan gigih berjuang, tahan uji, tabah dalam kegagalan dan kekecewaan, karena berjuang bersama Tuhan, tidak akan dikecewakan.
Barangsiapa menyelamatkan nyawanya di dunia ini, ia akan kehilangan nyawanya. Barangsiapa kehilangan nyawa-Nya karena Aku ia akan menyelamatkannya.
Santo Yohanes melihat salib dan sengsara sebagai jalan satu-satunya menuju kemuliaan.
Kisah Sengsara mengungkapkan janji setia Kristus kepada Allah.
Dari permenungannya tentang perjalanan Kristus dari Bapa ke dunia, Yohanes menyimpulkan bahwa tidak ada kemuliaan tanpa salib dan penderitaan, tiada kebangkitan tanpa kematian.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku melihat salib sebagai malapetaka atau sebuah jalan keselamatan?