Berani Menyerahkan Nyawa

0
216 views
Ilustrasi: Sejenak tinggalkan zona nyaman di balik tembok biara yang enak. Maka, para suster Kongregasi SFIC ikut turun ke lapangan. Turut serta dalam aksi estafet pendistribusian paket-paket donasi di dermaga Sanggau Kapuas menuju permukiman di Kampung Lintang dan PT Erna. (Dok .SFIC)


KETIKA masih remaja atau muda, orang bisa dengan bebas melakukan apa yang disukainya. Manakala sudah dewasa dan sudah menikah, dia tidak lagi leluasa mengikuti keinginannya.

Ciri khas orang dewasa adalah bertanggungjawab. Sikap itu tampak jelas dalam menyelesaikan tugas yang tidak selalu disukainya.

Iman pun mengenal tingkatan. Mulai iman kelas bayi, remaja, hingga orang dewasa.

Iman tingkat bayi masih meminta disuapi. Tuntutannya ringan. “Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.” (1 Kor 3: 2)

Iman remaja mulai diberi makanan sedikit keras. Sedang iman dewasa siap menikmati makanan yang tidak menyenangkan; bahkan yang pahit.

Iman Santo Petrus sudah dewasa tatkala tiga kali Tuhan Yesus bertanya kepadanya. “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” ( Yoh 21: 15.16.17)

Ketika imannya belum dewasa, Petrus memilih yang disukainya. Dia bisa tiga kali menyangkal Gurunya. Kini imannya tak lagi demikian.

Dia bukan hanya meninggalkan kesenangannya, melainkan melepaskan hidupnya. Dia mengikuti Gurunya dengan menyerahkan nyawanya (lihat Yoh 21: 19).

Bagaimana melihat kematangan iman seseorang?

Lihatlah komitmennya dalam menghayati imannya. Apakah dia beriman secara suka-suka atau siap menanggung duka derita dan menyerahkan nyawa?

Jumat, 3 Juni 2022
Peringatan St. Karolus Lwanga dkk, martir Afrika

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here