MALAM hari dan bukan siang hari adalah waktu terbaik untuk berburu ikan. Bukan di tempat lain, tapi di Danau Sentarum – kawasan danau musiman di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar.
Yang menarik, Danau Sentarum ini hanya dipenuhi air selama 10 bulan setiap tahunnya. Sisa waktunya, beberapa kawasan air itu kemudian akan surut.
Jadilah kemudian danau super luas ini akan menjadi “kolam-kolam” kecil. Dan di sinilah hidup aneka jenis ikan.
Berburu ikan di “kolam-kolam” alami inilah “ekspedisi” mainan kami. Mengenang masa kecil, ketika sering dibuai keasyikan manakala berburu ikan di malam hari.
Bukan hanya karena hal itu dilakukan pada malam hari. Dengan menggunakan lampu sorot di dahi dan inilah yang paling historis: pakai senjata berupa semacam “tombak” dengan tiga ujung panah kecil sebagai alat penangkap ikan.
Luasnya 132 hektar
Danau Sentarum ini sangat luas. Sedikitnya 132 ribu hektar. Fungsinya sangat strategis, karena saat kemarau, danau ini memasok separuh dari kapasitas air yang mengalir di Sungai Kapuas.
Ingat bahwa Sungai Kapuas yang membentang di Pontianak ini hulunya berasal dari Kapuas Hulu. Nun jauh di kawasan pedalaman sana.
Butuh perjalanan darat selama 14 jam dari Pontianak untuk menjangkau Danau Sentarum. Rute perjalanan ini melewati Sintang, Semitau, dan dengan moda transportasi air menju Lanjak. Kalau tidak mau susah, maka pilih saja terbang dari Bandara Udara Supadio Pontianak menuju
Sintang. Hanya ½ jam terbang saja dari Pontianak menuju Putussibau. Barulah kemudian dilanjutkan perjalanan dengan longboat selama tujuh jam ke Nanga Suhaid.
Tahun 1999, Danau Sentarum resmi ditetapkan sebagai Taman Nasional. Sebelumnya, Taman Nasional Danau Sentarum berstatus cagar alam pada 1981-1982 dan suaka margasatwa sejak 1983.
Masyarakat lokal
Daerah sekitar Danau Sentarum dihuni oleh masyarakat tradisional yang telah beradaptasi dengan naik-turunnya tinggi permukaan air danau. Antara lain suku Dayak Iban, Sebaruk, Sontas, Kenyah dan Punan.
Rumah Panjang atau Betang yang dihuni oleh suku tersebut beragam besarnya, ada yang dihuni lima sampai delapan kepala keluarga dan ada yang dihuni 15 sampai 30 kepala keluarga. Rumah panjang yang dihuni 15 – 30 kepala keluarga, mempunyai panjang rata-rata 186 meter dan lebar 6 meter.
Perlindungan hayati
Kawasan danau ini sejak 1994 dimasukkan dalam daftar lahan basah terpenting di dunia. Beberapa jenis ikan melewati danau ini dalam siklus reproduksinya, antara lain:
- Jelawat (Leptobarbus hoevenii).
- Menyadin (Osteochilus triporos).
- Belantau (Macrochirichthys macrochirus).
- Tapah (Wallago leeri).
Unggas jenis burung dara laut (Sterna spp) juga bermigrasi dari pantai ke Taman Nasional Danau Sentarum untuk bertelur. Isu pembendungan oleh pemerintah provinsi dikhawatirkan akan merusak fungsi danau ini bagi lingkungan.
Nyuluh ikan
Di Jawa, tradisi berburu ikan di sungai pada malam hari disebut nyuluh. Bersenjatakan parang dengan lampu petromaks sebagai penerangan, maka nyuluh menjadi kegiatan sangat menyenangkan. Bagi masyarakat desa yang ingin meningkatkan asupan gizi – dengan makan ikan air tawar hasil nyuluh di sungai.
Di Danau Sentarum di Kalbar ini, kegiatan nyuluh terjadi dengan modus berbeda. Tradisi berburu ikan di Danau Sentarum pada malam hari dilakukan dengan “senjata” semacam tombak trisula kecil.
Faktor pembeda lainnya adalah kisah perjuanganya mencapai lokasi berburu ikan.
Butuh waktu sangat lama untuk mencapai lokasi ini yang berjarak kurang lebih 700 km dari Pontianak. Sembilan jam naik bus AC dari Pontianak menuju Sintang. Lalu sambung lagi dari Sintang ke Putussibau dan barulah kemudian menyusuri jalan Lintas Utara Badau.
Sore sampai subuh
Operasi nyuluh berburu ikan di “kolam-kolam” Danau Sentarum kami lalukan sedari sore sampai subuh malam. Dari pukul 18.00 sampai kurang lebih pukul 02.00 jelang subuh.
Yang menarik, perjalanan ini kami mulai dari Biara Kapusin di Sentarum. Tapi kami masih harus berjalan kaki selama kurang lebih lima jam menuju lokasinyuluh.
Harus berani melewati tekstur tanah berawa-rawa dengan kubangan air ada di mana-mana. Harus hati-hati berjalan agar tidak terjebak dalam kubangan air dalam.
Rawa-rawa itu penuh dengan tanaman khas hutan Kalimantan: sulur-sulur bambu rotan yang ujungnya tajam.
Memasuki kolam-kolam danau, kami disambut kubangan lumpur sedalam lutut. Beberapa lokasi malah kedalam kubangan lumpur itu bisa sampai sepinggang.
Di ujung pinggiran kubangan, kami dibuat tertegun sekali waspada karena banyak ular berbisa dan biawak ikut “memantau” kegiatan kami. Jangan sampai salah langkah, karena ular berbisa itu bisa mematuk kaki.
Kerja keras membawa hasil berlimpah
Ekspedisi nyuluh ikan di Danau Sentarum ini kami lakukan oleh lima orang. Dua orang bruder Ordo Fransiskan Kapusin (OFMCap) yakni penulis dan Br. Kanisius Kayan OFMCap. Plus tiga orang umat Katolik yang menemani kami berburu ikan.
Hasilnya menggembirakan. Berjam-jam nyuluh ikan menghasilkan tidak kurang smapai 100 kg ikan.
Untunglah ada tiga orang umat Katolik ikut bersama kami. Sehingga beban berat itu bisa kami bagi saat harus kami pikul dengan penyambin –tas punggung –semacam ransel- khas Dayak berbahan baku rotan.
Mendekati pukul 02.00 jelang dini hari, penulis dan Bruder Kanis OFMCap sudah menyerah kalah menghadapi medan dan tantangan alam.
Kami berdua kecapaian. Badan-badan sudah pegal-pegal semua. Kami berdua kedinginan karena sepanjang nyuluh, hujan deras menerpa badan.
Karena sudah mulai Lelah, kami berlima putuskan kembali pulang ke camp. Lokasinya menjadi jauh sekali, karena sulit sekali di malam hari mencari “jalan tikus” di hutan lebat.
Karena itu, kami harus rela menyusuri daerah sungai yang aliran airnya deras dan dengan kedalaman setinggi sedada.
Sesampainya di pondok, kami pun beristrihat. Sedangkan yang lain masih kuat untuk lanjut nyuluh.
Nyanyian nyamuk dan tembang burung hantu menemani tidur kami sampai fajar datang merekah.
Mengarungi kawasan wisata air terbesar di Kalbar
Siang tentu beda dari malam hari. Saat kemarau pasti juga lain dengan saat musim hujan, ketika Danau Sentarum penuh air.
Namun, berhasil mengarungi kawasan wisata air terbesar di Kalbar -tepatnya Danau Sentarum di wilayah Kabupayen Kapuas Hulu- sungguh merupakan pengalaman eksotis yang tak mudah dilupakan. Apalagi lokasinya tidak terlalu jauh dari Paroki Lanjak.
Sayang sekali, wisata kali ini terjadi di masa pandemi Covid-19. Di sana-sini keriuhan sudah melempem, karena banyak lokasi destinasi wisata sudah tutup. Atau paling tidak sekarang ini tidak buka operasional.
Kapal besar bernama Bandong untuk transportasi wisata air mengelilingi danau sudah tak operasional.
Tentunya, harapan kami hanya satu. Semoga badai pandemi Covid-19 ini segera berlalu. Agar denyut ekonomi lokal dan keriuhan wisata destinasi Danau Sentarum boleh menggeliat kembali.
Kalau pun harapan itu masih jauh dari panggang api, maka hiburan yang bisa kami peroleh adalah panen ikan banyak sekali. Hampir 100 kg hasil buruan nyuluh ikan di Danau Sentarum.
Maka lelah fisik dan capai pegal-pegal pun kini terbayar sudah dengan pengambin yang full of fishes.
Mantap ? Bruder Vally….