Bercermin dari Bung Hatta

0
328 views
Dwitunggal Soekarno-Hatta

Puncta 14.06.22
Selasa Biasa XI
Matius 5: 43-48

ADA pemandangan so sweet ketika terjadi laga pertandingan antara Barcelona dan Atletico Madrid di putaran ke 35 Liga Spanyol tahun lalu.

Luis Suarez mendatangi Leonel Messi dan memberi pelukan hangat. Mereka bermusuhan di lapangan tetapi ketika selesai bertanding mereka saling menghargai dan berteman baik.

Suarez pernah bermain di Blaugrana bersama Messi. Tetapi kini mereka berada di klub yang berbeda dan masing-masing membela klubnya.

Di lapangan mereka beradu kekuatan, ingin saling mengalahkan. Dalam pertandingan mereka bermusuhan.

Namun ketika pertandingan selesai, mereka saling berpelukan, bertukar jersey, bahkan bersahabat akrab.

Andai saja hidup ini tidak dibikin rumit, tetapi layaknya sebuah permainan sepakbola.

Perbedaan pandangan juga terjadi antara Soekarno Hatta. Kendati mereka disebut Dwitunggal dan nama mereka tertulis manis di naskah proklamasi, namun ada saat ketika hubungan mereka memburuk.

Puncak konfik antara keduanya terjadi tahun 1956, saat Soekarno menawarkan sistem politik baru: Demokrasi Terpimpin.

Hatta tidak setuju. Ia mundur dan menjadi oposisi. Mereka berlawanan tetapi tidak membenci, tetap saling menghormati.

Pada waktu Soekarno sakit, Hatta menjenguk sahabatnya itu.

Momen yang sangat mengharukan, ketika dua sahabat yang berlawanan bertemu saling berpelukan.

Hatta menitikkan air mata melihat Soekarno terbaring lemas di ranjang. Lima hari setelah perjumpaan itu, Soekarno meninggal.

Saling mengasihi dan memaafkan membuat hidup menjadi damai dan tenteram.

Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya untuk mengasihi. Bukan hanya kepada mereka yang mencintai, tetapi juga kepada musuh, mereka yang berseberangan.

Yesus berkata, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.”

Itu adalah ajaran lama.

Yesus membawa ajaran baru.

“Tetapi Aku berkata kepadamu; Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Apakah itu mungkin? Bukankah kita sering membenci dan mengharapkan musuh-musuh kita hancur celaka?

Kita bahkan mendoakan mereka yang berlawanan agar Tuhan melaknat dan menghukum mereka?

Mohamad Hatta adalah contoh bagaimana kita bisa mengasihi musuh. Hatta tidak membenci Soekarno kendati dia disingkirkan.

Dalam sebuah ceramah Hatta ditanya mahasiswa, tentang kebijakan terakhir Soekarno.

Ia menjawab dengan bijaksana, “Baik buruknya Soekarno, dia adalah presiden saya.”

Yesus bertanya kepada kita semua, “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?”

Bercermin dari Bung Hatta, kita bisa mengasihi lawan-lawan kita.

Mari kita mohon hati seluas samudera agar mampu mengasihi dengan tulus ikhlas.

Ada rendang B2, ada rendang sapi.
Dua-duanya enak rasanya.
Mengasihi lebih mulia daripada membenci.
Mendoakan musuh adalah jalan menuju surga.

Cawas, terus belajar mengasihi…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here