SAHABAT saya berkisah tentang pengalamannya saat masih pengantin baru.
Baru sebulan menjalani masa perkawinan, dia terpaksa berpisah secara fisik dari isterinya karena ada urusan penting yang harus dibereskan demi masa depan mereka berdua.
Mereka terpisah sementara antar pulau selama enam bulan. Urusan ini harus dituntaskan agar kelak mereka dapat bersama secara fisik tanpa terhalang lagi oleh urusan tersebut.
Sebagai cara melepas rindu, mereka menggunakan handphone untuk berbicara dalam bahasa cinta.
Video Call adalah cara mereka saling memandang. Agar meski jauh di mata dekat di hati.
Mereka sadar bahwa perjumpaan melalui video call tidak sempurna dari perjumpaan fisik. Namun perjumpaan mereka sah atas nama cinta. Perjumpaan melalui video call adalah pilihan terbaik daripada tidak berkomunikasi sama sekali. Perjumpaan itu sah meski bukan sempurna.
Umatku terkasih. Saat ini kita berjumpa dengan Tuhan melalui handphone juga. Mengikuti misa secara online adalah pilihan daripada tidak berdoa sama sekali. Menghayati misa melalui online sah meski tidak sesempurna kehadiran fisik. Tapi itu pilihan yang lebih baik daripada putus komunikasi secara total dari Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak liturgi.
Ini sebuah metode sementara di saat kita mempunyai kewajiban menjaga kehidupan di tengah badai virus Corona.
Anggap saja kita sedang bercinta dengan Tuhan dalam ekharisti secara online. Ini tidak sempurna namun sah atas nama cinta kepada Tuhan, Sang Kekasih jiwa orang beriman.
Marilah kita gunakan handphone untuk mencapai kesucian. Ikutilah ekharisti dengan tulus dan cinta. Seperti suami menelphon atau VC dengan istrinya, dengan hati tulus dan cinta.