Sabtu, 18 September 2021
1Tim.6:13-16.
Mzm. 100:2-5.
Luk. 8:4-15
KAMU akan menuai apa yang kau tanam. Jika sepanjang jalan hidupmu kau tabur benih kebaikan, maka kebaikan akan menjadi bagian hidupmu.
Namun jika kau tabur kebencian, maka luka dan dendam akan selalu kau jumpai dalam hidupmu.
Namun kenyataannya tidak begitu sesederhana pikiran di atas, karena ada peristiwa-peristiwa yang justru bertolak belakang.
Ibaratnya air susu dibalas dengan air tuba, sudah berbuat selalu baik namun dibalas dengan kejahatan.
“Saya sungguh telah banyak berkorban untuk anakku, hingga dia bisa berhasil studi,” kata seorang ibu.
“Saya bangga karena dengan keringat dan peluhku sendiri, bisa membiayai anakku hingga selesai kuliah,” lanjutnya.
“Suamiku meninggal sepuluh tahun yang lalu karena kecelakaan,” katanya.
“Sejak saat itu, saya harus menghidupi dan membiayai dua anakku,” lanjutnya.
“Kebahagiaanku terasa penuh ketika anakku selesai kuliah langsung mendapat pekerjaan yang baik. Bahkan kemudian menikah dengan teman sesama orang kantoran,” ujarnya.
“Namun kebahagiaanku, secepat kilat berganti menjadi nestapa. Karena sejak menikah anakku berubah, ia sama sekali tidak peduli dengan saya dan adiknya,” ujarnya.
“Sedih dan kecewa terasa di dadaku. Karena sejak menikah aku kehilangan anakku,” lanjutnya.
“Puncak dari kesedihan kami, ketika ia minta surat-surat tanah dan rumah,” ujarnya.
“Saya masih hidup dan adiknya masih ada bersamaku. Tetapi ia tidak peduli. Ia tetap ingin menjual tanah dan rumah, atau digandaikan untuk tambah modal usahanya,” katanya.
“Saya merasa gagal. Apa yang aku tanam, pelihara dan rawat selama ini, malah menjadi benalu yang mengerogoti dan menghisap kehidupanku bahkan akan membunuhku,” lanjutnya.
Sebaik apa pun benih yang ditaburkan, tidak akan bertumbuh dan berbuah sesuai harapan kita jika jatuh di tanah yang tidak baik.
Semua usaha dan perjuangan kita dalam merawat, memelihara tumbuhnya benih kebaikan akan sia-sia. Bahkan membawa kekecewaan yang paling dalam.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita baca, “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Hati kita adalah tanah tempat benih itu jatuh dari tangan penabur.
Jika hati kita bersih dan terbuka akan kehendak Allah, dan bebas dari semak duri, dan bebatuan, bebas dari nafsu dan keinginan jahat, maka benih kasih Allah itu akan tumbuh dan berbuah.
Namun jika hati kita dipenuhi ambisi, dan dijerat oleh berbagai mimpi kosong dari orang-orang yang punya niat jahat, benih yang baik pun akan tumbuh namun kemudian mati layu.
Bagimana dengan hatiku?
Apakah aku sudah siap menjadi tanah yang menumbuhkan benih?