Rabu 10 Januari 2024.
- 1Sam. 3:1-10,19-20;
- Mzm. 40:2,5,7-8a,8b-9,10;
- Mrk. 1:29-39.
SETIAP manusia yang hidup di dunia pasti pernah mengalami yang namanya sakit. Entah itu sakit yang bersifat fisik atau sakit badan, maupun sakit hati. Tentu tak ada orang berharap bisa mengalami sakit. Sakit tak ubahnya ujian kehidupan. Oleh karena itu, sakit harus dilalui dengan penuh kesabaran.
Maka setiap rasa sakit yang kita alami berusaha segera disembuhkan. Sakit yang berkepanjangan akan sangat menyiksa.
“Saya awalnya diliputi ketakutan dan kecemasan, mengapa saya harus menerima penderitaan seperti ini,” kata seorang bapak. “Semua orang menasihatiku, untuk tenang dan tidak memikirkan hal-hal yang membuat saya takut,” ujarnya.
“Namun semakin mereka bicara soal penyakit dan memberi tahu tentang orang yang mengalami keadaan seperti diriku, saya semakin cemas dan tidak merasa nyaman,” lanjutnya. “Saya tahu yang dibicarakan mereka benar, namun badan yang sakit membuatku tidak mampu mencerna dan meresapkan nasihat mereka,” sambungnya.
“Berserah diri pada Tuhan itulah yang selalu mereka anjurkan, dan dalam derita ini, saya berjuang untuk bisa menitipkan tubuhku, jiwaku, segala rasaku pada Tuhan,” urainya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka.”
Keadaan ibu mertua Simon Petrus yang sedang menderita sakit demam, dapat juga kita alami. Selama sakit, kita bisa tertekan oleh beban-beban yang bersifat fisik, emosional atau spiritual.
Selama masa-masa “penderitaan” seperti itu, kita dapat mengalami depresi, sehingga hampir tidak dimungkinkanlah bagi kita untuk mengasihi dan memperhatikan orang-orang lain.
Bahkan pada saat-saat seperti itu tidak mudahlah bagi kita untuk percaya bahwa Allah (atau siapa saja) sungguh memperhatikan diri kita.
Ketika Yesus mendengar tentang ibu mertua Simon Petrus, langsung Ia pergi ke tempat tinggal perempuan itu. Yesus memegang tangan perempuan itu dan membangunkannya, lalu lenyaplah demamnya.
Singkatnya, Yesus menyembuhkan ibu Simon Petrus, dan perempuan itu mulai melayani Yesus dan para murid yang hadir di tempat itu. Kuat-kuasa, otoritas dan kasih yang sungguh luar biasa, dimanifestasikan dalam kehadiran Yesus. Tidak sesuatu pun – penyakit, dosa, roh jahat – yang dapat melawan Dia.
Markus menyajikan cerita ini dalam Injilnya untuk menunjukkan bagaimana Yesus menggunakan otoritas-Nya dengan penuh kasih. Ia sedemikian mengasihi kita sehingga Dia menjadi seorang manusia dan masuk ke dalam kondisi kita-manusia yang lemah dan terluka, lalu Dia berjaya lewat penyerahan hidup-Nya sendiri di atas kayu salib. Ia mengambil segala penderitaan kita dan memikul sendiri sakit-penyakit kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku percaya pada kuasa tangan Tuhan yang bisa menyembuhkan segala penyakit yang saya derita?