[media-credit name=”donare” align=”aligncenter” width=”468″][/media-credit]“BILA engkau memberi dari hartamu, tak banyaklah pemberian itu.
Namun jika engkau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh arti.”
(Kahlil Gibran)
Namanya adalah Oseola McCarty (87), seorang perempuan kulit hitam, dari Hattiesburg, Mississippi. Lebih dari 75 tahun, ia bekerja mencari sesuap nasi dengan mencuci dan menyeterika pakaian orang lain. Ia sendiri terpaksa berhenti sekolah ketika kelas 6 SD karena harus merawat bibinya yang sedang sakit dan tidak punya anak.
Ia sendiri tidak pernah lagi kembali ke sekolah dan tidak pernah menikah. Dari tahun 1947, ia tinggal di sebuah rumah sederhana pemberian pamannya. Ia tak pernah punya mobil dan hingga usianya mencapai 87 tahun, ia masih berjalan kaki lebih dari satu mil ke pasar swalayan terdekat untuk berbelanja dan mendorong sendiri kereta belanjaannya.
Selama itu, ia terus menabung di bank setempat, dan tabungannya terus berbunga. Pada akhir tahun 1994, gangguan radang sendi (encok) pada tangannya memaksanya untuk berhenti bekerja sebagai tukang cuci-setrika. Ia menemui manager bank tempat ia menabung dan memutuskan untuk memberikan 60 persen tabungannya bagi orang muda yang layak masuk perguruan tinggi dan sisanya bagi tempat ibadah dan kerabat-kerabatnya. Oseala McCarty tercatat menyumbangkan 150.000 dollar Amerika pada Universitas Southhern Mississippi sebagai beasiswa untuk mahasiswa kulit hitam Amerika yang membutuhkan. (Hal. 33).
Kita punya sesuatu untuk diberikan
Kisah Oseala McCarty begitu menggetarkan hati kita semua. Menggetarkan karena menjungkirbalikkan logika umum, bahwa hanya ketika kita dalam kondisi berlebihan, kita baru bisa memberi. Nyatanya, dalam hidup sehari-hari, kita akan menemukan keajaiban-keajaiban dimana banyak orang-orang yang hidup dalam keterbatasan justru memiliki hati yang tulus untuk berbagi dengan sesamanya.
Dalam buku “Giving”, Bill Clinton, mantan presiden Amerika Serikat yang ke-42, membagikan pengalaman dan visinya tentang bagaimana kita bisa, setidaknya, mengatakan pada diri sendiri bahwa kita memiliki sesuatu yang berharga yang bisa dibagikan kepada orang lain untuk membuat perubahan yang lebih baik pada orang tersebut.
“Melalui buku ini saya berusaha sebaik-baiknya untuk menunjukkan pada kita semua bahwa setiap jenis tindakan memberi dapat membuat perubahan positif yang dasyat; bahwa setiap orang punya sesuatu yang berharga yang dapat ia berikan; dan bahwa ada banyak sekali orang dan organisasi yang membutuhkan pertolongan.” (Hal. 272).
Dampak dari setiap pemberian, sekecil apapun, akan memberikan perubahan besar pada orang yang membutuhkan. Inilah keajaiban sebuah pemberian, dimana kita sendiri tidak akan pernah tahu seberapa berartinya uang, barang, waktu, dan keterampilan yang kita berikan kepada mereka, bahkan dalam banyak hal, perubahan positif itu sering di luar bayangan dan kalkulasi kita.
Seperti yang dilakukan Sheri Saltzberg dan Mark Grashow, sepasang suami istri, yang menggerakkan anak-anak sekolah Amerika untuk menyumbang buku-buku bacaan dan peralatan sekolah lainnya kepada anak-anak Zimbabwe. Pemberian berupa barang ini, rupanya membawa dampak perubahan yang luar biasa.
“Untuk pertama kalinya anak-anak Zimbabwe ini dapat membawa pulang buku-buku untuk mereka baca di rumah. Dahulu hanya 5 persen dari murid-murid kelas tujuh yang lulus tes membaca, sekarang 60 persen. Tiga tahun yang lalu, hanya satu siswa di distriknya yang lulus ujian tingkat-A untuk masuk perguruan tinggi. Tahun ini ada 38 siswa yang lulus. Sekarang tingkat kehadiran murid di banyak taman kanak-kanak tiga kali lipat sebelumnya, berkat tersedianya mainan.” (Hal. 75).
Seperti kita tahu, setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, Bill Clinton fokus dalam aktivitas sosial dengan mendirikan “William J. Clinton Foundation”, termasuk di dalamnya “The Clinton Foundation HIV and AIDS Initiative” (CHAI), yang bekerja keras melawan penyakit mematikan ini dan “The Clinton Global Initiative” yang secara khusus menangani persoalan dunia seperti kesehatan masyarakat global, kemiskinan dan konflik agama serta etnis. Dalam banyak kesempatan, Yayasan Clinton juga melibatkan diri dalam upaya mencegah pemanasan global.
Mencontoh Clinton
Apa yang dilakukan Bill Clinton, mantan presiden yang oleh pemenang Nobel Prize – Toni Morrison – di “The New Yorker” (1998) dipanggil dengan “The First Black President” karena perjuangannya mendukung komunitas Afro-Amerika, patut dijadikan cermin bagi para politikus bangsa kita. Pesannya, meskipun tak lagi duduk sebagai politisi, pengabdian kepada bangsa dan kemanusiaan, tetap bisa dilakukan.
Kesadaran ini ditulis oleh Clinton dalam pendahuluan buku ini, “Ketika masa jabatan saya di Gedung Putih berakhir, saya sudah tahu apa yang akan saya lakukan dengan sisa umur saya, yaitu memberikan waktu, uang, dan keterampilan saya untuk usaha-usaha baik yang dapat menciptakan perubahan……..Apalagi, dunia politik yang telah menyita begitu banyak usia saya itu sebenarnya adalah urusan “memperoleh”, yaitu memperoleh dukungan, memperoleh sumbangan, memperoleh suara, lagi dan lagi.” (Hal. vii).
Buku “Giving” Bill ini kaya akan kisah kesaksian orang-orang dan organisasi sosial yang telah mendahului kita melakukan sesuatu yang berharga, tidak hanya dengan memberikan apa yang mereka miliki tetapi juga memberikan diri mereka sendiri untuk kemanusiaan.
Dalam buku ini, kita akan menjumpai watak sosial Bill dan Melinda Gates yang menyumbangkan 35 miliar dollar Amerika untuk menangani permasalahan global. Warren Buffet, orang terkaya kedua di AS ini, juga menyumbangkan sebagian besar harta yang dimiliki, yakni 30 miliar dollar untuk membantu sesama.
Para altruis
Kita juga akan menjumpai tindakan altruis dari nama-nama besar seperti Oprah Winfrey, Lance Armstrong, Nelson Mandela, Andre Agassi, Tiger Wood, sampai sumbangsih yang mengharukan dari sekelompok paduan suara anak “Valenato” dari Kolombia, tepatnya dari Negara Bagian Cesar dimana selama 40 tahun wilayah ini dilanda kekerasan terburuk antara pasukan gerilya dan paramiliter.
Anak-anak ini memberikan kemampuan mereka dalam bernyanyi di wilayah-wilayah konflik, untuk mewartakan perdamaian dan meluluhkan hati yang penuh permusuhan. Meskipun di tempat konflik, mereka menyanyi tanpa takut, sebab mereka yakin musik budaya akan membantu mencegah kematian dan kehancuran. (Hal. 126-129).
Siapapun kita pasti memiliki sesuatu yang berharga, entah uang, kekayaan materi, waktu, tenaga, pemikiran, barang-barang, keterampilan, jaringan, akses informasi, dan masih banyak lagi yang bisa kita berikan kepada sesama kita.
Yakinlah bahwa di suatu tempat, ada seorang anak kecil, atau seorang ibu tua, atau seorang yang lain siapapun itu, yang sedang menanti harapan dan awal hidup yang baru, yang bisa jadi datang dari pemberian sederhana yang Anda lakukan. (bersambung)