Berkat Senyum Manis Tersungging, Mahasiswa Merasa Aman dengan Romo Wim van der Weiden MSF (7)

0
475 views
RIP Pastor Wim van Der Weiden MSF. (Ist)

INI catatan ringkas saya selama mengenal almarhum Romo Wim van der Weiden MSF kurun waktu enam tahun ketika saya menjadi Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan di Yogyakarta. Seminari Tinggi Kentungan baru resmi saya tinggalkan bulan Agustus 2017 lalu untuk menjalani tugas pengutusan baru di KWI.

Dalam kurun waktu yang sangat panjang itu, saya mengenal keseharian almarhum Romo Wim van der Weiden sebagai berikut.

Senyum manis di bibir

Almarhum Romo Wim adalah sosos imam dan dosen yang selalu membawa diri dengan ‘hiasan paten’ di wajahnya: senyuman selalu  tersungging manis di bibirnya.

Saya sering bertemu berpapasan mak gabrus ketemu di gang-gang Seminari Tinggi dan area Kampus Fakultas Teologi Wedabakti Universitas Sanata Dharma (FTW USD).

Yang saya temukan ini: beliau suka berjalan sangat cepat dengan postur tubuh berdiri tegak.

Baca juga:  Romo Wim van der Weiden MSF, Keseimbangan Hidup antara Doa dan Karya (6)

Selain cirikhas tersebut, ada hal lain yang lebih mengesankan saya dan bisa jadi semua imam dan frater diosesan KAS dan imam Jesuit lain di Seminari Tingi: beliau selalu mengumpan ‘lawan’ bertemu di jalan dengan senyuman.

Ya senyuman yang tersungging manis itulah yang selalu saya lihat dan temukan pada diri Romo Wim, baik di gang-gang  Seminari Tinggi, Kampus FTW USD dan tempat-tempat lainnya.

Rasa was-was hilang

Hal sama juga berlaku ketika bertemu beliau di bangku kuliah dan di ruangan ujian lisan bersama beliau.

Saya mengalami hari-hari manis itu ketika menjadi mahasiswa beliau di Seminari Tinggi Kentungan sebagai frater muda diosesan KAS pada tahun 1983. Tahun itu adalah tahun pertama saya di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan,  usai bersama para frater diosesan KAS lainnya baru saja menyelesaikan pendidikan dasar Tahun Rohani di Wisma Jangli Semarang.

Karena senyuman manis itulah, sebagai mahasiswa yang tengah diuji maka perasaan gugup berganti dengan rasa aman dan tenang. Yang namanya mahasiswa menghadapi ujian lisan berhadapan dengan dosen penguji, tetap saja ada perasaan was-was namun derajad kecemasan ini bisa turun berkat senyum manis yang tersungging di bibir Romo Wim.

Gang-gang di kompleks Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan – Yogyakarta. (Mathias Hariyadi)

Volume suara tidak berkurang

Saat mengajar materi bahan ajar Kitab Suci Perjanjian Lama, saya mengalami bahwa  volume suara almarhum Romo Wim saat mengajar di ruang kuliah itu ternyata tidak pernah berkurang. Dari awal mengucap kata pertama sampai kata terakhir sebelum ganti ajaran kuliah, suaranya tetap ngegas pol.

Semangat Romo Wim dalam mengajar itu benar-benar luar biasa.

Kalau ada frater atau suster mahasiswa kedapatan mulai mengantuk dan tergoda untuk tertidur, maka Romo Wim akan mendatangi tempat duduk sang mahasiswa itu untuk kemudian membangunkannya. Tetapi bukan dengan roman muka marah, melainkan dengan tetap menyunggingkan senyuman manis.

Yang juga menarik pada diri Romo Wim sebagai dosen KSPL adalah porsi informasi yang ingin dia berikan saat menjawab pertanyaan dari mahasiswanya adalah melebihi kebutuhan. Beliau selalu ingin menjawab secara mendetil sehingga jawabannya menjadi sangat panjang dan lama.

Setia dengan sepeda onthel-nya

Jarak antara Biara MSF Wisma Nazareth dengan Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan dimana kampus FTW USD berlokasi kurang lebih 1 km. Untuk mencapai kampus, almarhum Romo Wim lebih suka mengandalkan kendaraan bertenaga manusia: sepeda onthel-nya.

Pernah sekali waktu, beliau mengendari sepeda bertenaga listrik. Namun, sepeda elektrik ini kemudian dia tinggallkan. Beliau lalu  beralih kembali mengayuh pedal sepeda onthel-nya pergi pulang dari Seminari Tinggi menuju Wisma Nazaret.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here