Berkebun bersama Tuhan, Sang Pemelihara Kehidupan di Biara Rubiah Flos Carmeli

1
684 views
Ilustrasi: Suster Lucia O.Carm (kanan) tengah merawat pohon pepino di halaman belakang biara. (Mathias Hariyadi)

SAYA sungguh menikmati saat-saat bekerja di kebun. Inilah momen yang menyenangkan bagi saya. Saya bisa merasakan desiran angin yang kadang lembut, namun terkadang juga kencang.

Saya juga bisa menikmati suasana di sekitar dengan memandang panorama alam berupa gunung dan barisan perbukitan serta rerimbunan pepohonan. Sinar matahari bersinar dengan garang. Waktu pagi sinarnya terasa lembut ketika ‘jatuh’ menerpa kulit, namun saat hari mulai siang, terik panas matahari bisa membuat kulit terasa tersengat.

Namun toh saya bisa tetap menikmati suasana dekat dengan alam.

Saya bisa merasakan kehadiran dan kuasa-Nya dalam hidup ini. Dengan mengamati dan menyapa setiap tanaman dan tumbuhan yang ada di sekitar, saya bisa merasakan sapaan Tuhan dalam keseharian hidup.

Menyapa tanaman

Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang pertanian, karena pekerjaan saya dulu lebih berkutat dengan angka-angka dan uang. Namun saya tetap berusaha belajar dan bekerja dengan hati. Saya menyentuh, membersihkan, menyirami dan menyapa bunga-bunga dan tanaman itu agar bertumbuh subur dan sehat.

Saya mengamati dan memperhatikan semua tanaman. Kalau ada yang terkena penyakit, tanaman itu akan saya bersihkan sedemikian rupa, mengganti tanahnya dan memberinya pupuk sehingga menjadi lebih baik. Tapi kalau ada yang mulai layu, saya merawatnya dengan harapan tanaman itu masih dapat diselamatkan.

Saya lalu ingat akan perkataan ini: “Manusia yang menanam, Tuhan yang menghidupkan.”

Di saat saya mencabuti tetumbuhan liar di sekitar bunga dan tanaman, saya bisa merasakan tanaman itu tahu kalau dirawat, diperhatikan, dan disapa sehingga tak berapa lama muncullah kuntum-kuntum bunga. Kadang saya merasa sayang ketika harus mencabuti rumput-rumput dan tetumbuhan liar di sekitarnya, rasanya seperti membunuh dan mencampakkannya.

Saya jadi teringat kata-kata Injil tentang bagaimana Allah yang sengaja membiarkan benih- benih yang telah ditabur itu tumbuh bersama ilalang. Nanti akan tiba saatnya, ketika ilalang dicabut dan dicampakkan kedalam api.

Merawat tanaman
Ketika merawat tanaman pepino, saya melihat beberapa tanaman pepino itu mati karena terhimpit tetumbuhan liar di sekitarnya. Karena itu, saya berinisiatif mencabut ilalang bersamaan menyirami pepino.

Saya tidak tahu pasti apakah cara mencabut ilalang saat dilakukan penyiraman itu benar atau tidak. Yang pasti, saya ‘nekad’ melakukan ini karena ingin menyelamatkan pepino.

Demikian pula rasanya ketika Tuhan membersihkan saya dari berbagai keinginan tak teratur dan ego yang dapat melenakan saya. Ia mencabuti ‘rumput-rumput’ liar dalam diri saya. Perih tetapi akan menjadi indah pada waktunya di saat mengenang dan merenungkannya kembali.

Segalanya baik adanya dan indah pada waktunya.

Di saat memanen aneka buah-buahan, apakah itu markisa, murbei, mangga, buah naga ataupun labu siam, saya selalu mengajaknya berbicara. “ Wah, buahmu segar… aku panen ya?”.

Suatu ketika ada dua pohon murbei gundul tak berdaun dan hanya tinggal ranting-rantingnya saja. Saya berpendapat sebaiknya pohon ini ditebang saja karena sudah tidak menghasilkan buah. Tetapi ternyata selang dua pekan kemudian, dua pohon murbei itu tampak subur dan segar dengan daun dan buahnya yang melimpah dan ranum.

Dari situlah saya menyadari bagaimana Allah memeliharanya. Di kebun itu pun, saya sering menemukan bermacam-macam binatang kecil yang unik sehingga dalam hati menjadi heran. “Kok bisa ya, Tuhan menciptakan makhluk sekecil itu?”

Sambil tertawa saya mengatakan,”Tuhan itu kreatif banget ya”. Sama halnya kalau saya mengamati tumbuhan dan tanaman dengan bunga dan buah yang beraneka ragam. Itu lalu membuat saya jadi lebih sadar bagaimana Tuhan memelihara semuanya itu dengan cinta. Kalau Tuhan sayang dan memelihara tanaman, bukankah Dia akan lebih sayang dan memelihara manusia? Bukankah Tuhan menciptakan dan mencintai semuanya dengan cinta kasih yang sama.

Dengan beraktifitas di kebun, saya semakin bisa merasakan kedekatan dengan alam sebagai bagian dari hidup, dimana saya tampak kecil dan tak berarti di hadapan Tuhan. Semua ini membawa saya pada kesadaran spiritual bahwa Allah sungguh menjadi Pencipta dan Pemelihara atas semua kehidupan –termasuk tanaman—dan menjaga kehidupan itu hingga saat ini.

Tuhan, kasih setiaMU itu sungguh nyata sepanjang waktu.

1 COMMENT

  1. “Saya bisa merasakan kehadiran dan kuasa-Nya dalam hidup ini. Dengan mengamati dan menyapa setiap tanaman dan tumbuhan yang ada di sekitar, saya bisa merasakan sapaan Tuhan dalam keseharian hidup.”

    Suster, pada tulisan ini, saya merasakan pengalaman (refleksi) suster yang indah akan KEHADIRAN Tuhan, lewat tanaman/alam. Saya merasa rutinitas yang saya alami, sering memunculkan kejenuhan dan itu-itu saja, seolah irama hidup hanya itu saja. Keadaan semacam itu sering membuat saya lupa akan kehadiran Tuhan. Paling, ingat kalau Tuhan saat berdoa atau Ekaristi di Gereja… Namun, lewat pengalaman sederhana suster pada tumbuhan, saya mulai menyadari bahwa Tuhan hadir, sekalipun dalam rutinitas hidup yang itu-itu saja. Tuhan hadir dalam “diam”Nya, seperti tumbuhnya rerumputan yang saya lihat di selokan. Padahal setiap hari saya lewati dan tidak saya sadari akan kehadirannya itu…

    Saya berterima kasih pada orang tua dan sahabat-sahabat yang selama ini berdoa untuk saya, tanpa saya sadari…mereka ada untuk saya…

    Terima kasih suster atas renungannya, semoga Tuhan selalu memberkati setiap karya dan pelayanan suster…amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here