Berkhat Santo Yusup (BKSY), Kisah Sehari Semalam di Seminari Mertoyudan (2)

0
422 views
Cyrillus Harinowo dan Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo. (Mathias Hariyadi)

SEMINARI Menengah Mertoyudan bagi Cyrillus Harinowo mungkin saja tidak terlalu membekas banyak di hatinya. Karena ia hanya tinggal sehari semalam saja di asrama khusus untuk para remaja yang ingin menjadi imam.

Bulan Juli 1965, para murid yang baru saja lulus SD itu datang ke Magelang. Diantar oleh orangtua masing-masing, mereka tiba di halaman Seminari Mertoyudan.

Satu dari sekian puluh murid lulusan SD itu ada Cyrillus Harinowo.

Mbok-mboken di seminari

Pagi hari tiba. Dan ketika malam tiba, Harinowo cilik tidak bisa tidur. Ia kemudian malah menangis sesengguhan (mengharu biru).

Karena hanyut dalam emosi rindu kampung halaman dan ingat rumahnya. Juga merasa sangat kangen dengan orangtuanya.

Di usianya yang masih sangat remaja itu, ia masih mbok-mboken – hanyut dalam emosi rasa kangen kepada orangtua, terutama pada ibunya.

Karenanya, di hari berikutnya Harinowo memberanikan diri ingin pulang ke rumah. Mundur resmi sebagai seminaris di Seminari Mertoyudan.

Hanya karena masih mbok-mboken dan tidak bisa tidur di asrama.

Kisah kecil pengalaman Harinowo ini untuk pertama kalinya mengemuka saat berlangsung pertemuan PaLingSah.

Penulis ikut hadir di rumah Surya Pujawiyata di bilangan Pondok Cabe, Ciputat, bulan Oktober 2016, ketika kisah sederhana itu mengemuka.

Meski hanya satu hari satu malam menjadi murid di Seminari Mertoyudan tahun 1965, namun siapa sangka bahwa ikatan emosional Harinowo dengan PaLingSah itu sangat kuat dan kental.

Buktinya ada

Saat program misi kemanusiaan Keuskupan Agung Jakarta dirilis dengan label nama “Berkhat Santo Yusup (BKSY)”, sosok Harinowo justru orang penting di balik layar yang telah ikut menyukseskan program ini.

Ia diam-diam sangat bergiat mengkampanyekan pentingnya BKSY agar bisa didukung oleh berbagai kalangan.

Baik itu dari kalangan perbankan, asuransi, dan jajaran usahawan Katolik.

Tentu saja juga ikut berperan di sini adalah para “penatua” di jajaran PaLingSah.

Taruhlah itu Parno Isworo, Kaduhu, Surya Pujawiyata, Frans Wiyono. Juga barisan alumni Seminari Mertoyudan yang lebih muda seperti Laurensius Suryoto, Kasyanto, PC Purwanto, Wiryawan, dan masih banyak lagi lainnnya.

Ilustrasi: Misa PalingSah bersama Mgr. Ignatius Suharyo tahun 2016 (Mathias Hariyadi)

Menuju program dana abadi BKSY

Nah, kisah kecil di bulan Mei dan Juli 1965 itu kembali mengemuka di Jakarta, Jumat malam tanggal 27 Mei 2002 lalu. Ketika berlangsung program ramah tamah sekaligus kegiatan fund-raising untuk penguatan kapital BKSY menuju program dana abadi.

Merasa hanya sehari semalam di Seminari Mertoyudan, Cyrillus Harinowo berkisah sebenarnya di lubuk hatinya terdalam ia merasa tidak “sreg” ikut gerakan PaLingSah.

“Karena saya hanya satu hari satu malam saja di Seminari Mertoyudan,” demikian ungkapan Harinowo saat membuka malam dana dan ramah tamah itu.

Karena misinya ingin “berbuat baik” untuk sesama  -apalagi program Berkat Santo Yusup (BKSY) ini punya tujuan sangat luhur dan  mulia- maka tak mungkinlah Harinowo lalu membungkam “suara hatinya”.

Berkhat Santo Yusup (BKSY) – program belarasa Keuskupan Agung Jakarta. (BKSY)

Sebagai orang Katolik, seruan “dari dalam” itu tak mungkin dia pungkiri dan kemudian ditolaknya. “Ya tetap harus dibantu,” ujarnya pendek dan sangat ringkas dalam pidato itu.

Harinowo lalu berkisah mengapa suara hatinya tak bisa menolak ajakan untuk “semakin beriman, semakin berbelarasa” itu.

Sekali waktu diselenggarakan misa PaLingSah di bilangan Pondok Gede di Bekasi. Saat itu, Kardinal Suharyo datang menenteng beberapa celengan berisi donasi publik untuk menggelorakan Program BKSY.

Mengutip pengakuan Kardinal Suharyo waktu itu, jumlah hasil donasi itu hanya beberapa juta saja.

“Wah kok cuma segitu saja yang bisa didapat?” gumam Harinowo di Pondok Cabe di dalam hati saat itu, melihat jerih payah Uskup Keuskupan KAJ hanya mampu mengumpulkan donasi sebanyak Rp 13 juta sekian.

Mesakne temen (kasihan banget). Program BKSY ini sangat bagus, tapi modal kapital awalnya terlalu sedikit. Karena itu, ya sudah selayaknya harus segera dibantu,” begitu Harinowo berkisah lagi dalam pidato ringkasnya di Jakarta, akhir Mei 2022 lalu.

Maka, selain acara nyanyi-nyanyi dan makan enak, dalam sesi ramah tamah itu, Harinowo berhasil mengumpulkan donasi senilai Rp 2,1 milyar.

Jumlah itu pun masih ditambah sebanyak Rp 3.950.000,00. Diperoleh  dari hasil saweran lagu dari para peserta ramah tamah tersebut. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here