Senin, 22 Maret 2021
Dan 13: 4q-62; Yoh 8: 1-11.
DALAM sanubari, ada dambaan akan keadilan. Diharapkan bisa terjadi. Minimal bisa “mendekati”.
Itulah harapan yang seyogyanya terjadi dalam proses pengadilan di mana orang berperkara.
Mereka mengharapkan sebuah pengadilan yang adil dan tetap bermuatan kemanusiaan yang adil dan beradab. Tidak gampang. Itulah proses kemanusiaan yang berke-Tuhan-an.
Kiranya bacaan rohani hari ini juga bermuatan hal yang sama.
Kisah dua perempuan terkait dengan “zinah”. Susana dituduh. Yang lain OTT.
Ketika membaca kisahnya, saya ingat sebuah lagu dari Titiek Puspa,” Dosakah yang ia kerjakan, sucikah mereka yang datang?”.
Dari sisi manusia, peristiwa ini adalah kisah sedih. Rasa sedih terletak dari kenyataan bahwa rasa “keagamaan” telah menjadi sebuah “penghakiman” sepihak, bila orang dinilai berdosa.
Atau pada orang yang tidak setuju atas apa yang diartikan, diamini, diyakini oleh kelompok tertentu dalam bidang “SARA”.
Kekerasan dalam kemanusiaan
Dari sisi Allah Sang Pencipta, kisah ini bisa menjadi sebuah pengalaman sukacita. Allah tak pernah kalah terhadap kuasa kejahatan. Allah tak pernah membenci ciptaan-Nya; bahkan seburuk apa pun.
Allah berbelarasa dan berbelas kasih pada ciptaan-Nya yang lemah, tertindas, tersingkirkan, miskin, difabel dan yang tidak bahagia. Dalam hati Allah, ada tempat istimewa bagi mereka.
Selalu ada keadilan ilahi di sela-sela kehidupan mereka.
Susana “diselamatkan” dari orang-orang yang busuk hati, dari orang yang sudah beruban dalam kejahatan dan orang Kanaan dan bukan keturunan Yehuda. Lih ay 52-53, 56-57.
Perempuan yang dikisahkan dalam Injil mengalami bela rasa dan belas kasih Yesus dari penghakiman sepihak Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Yesus mengetahui kelicikan dan kemunafikan mereka.
Ditulis, “Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalakan-Nya.”, ay 6.
Kehadiran Yesus memberikan wajah Allah secara manusiawi. Ia memberi sebuah cara baru untuk hidup berkenan kepada Allah.
Ia mengajari manusia bagaimana memandang dan menghidupi hidup dalam cara pandang Allah sendiri.
Di dalam dan lewat pribadi Yesus bersinarlah kasih dan keadilan Allah. Kita dapat belajar dengan memberanikan diri percaya.
Allah Sang Pencipta mencintai ciptaan-Nya, seburuk dan sepuruk apa pun hidupnya.
Kasih dan pengampunan itu diberikan di dalam Gereja. Bdk. Lk. 24: 47.
Dasarnya adalah perintah Yesus sendiri. (Yoh 20: 23).
Marilah merayakan dan menerima sakramen keadilan Ilahi. Mari kita “berperkara” kepada Tuhan yang berbelas kasih.
Dalam kesadaran dan kegembiraan, datanglah. Tidak perlu membawa pembelaan-pembelaan diri. Tuhan tidak memerlukan pembelaanmu. Ia sendiri adalah pembelamu. Ia sudah berada di pihakmu.
Masa Prapaskah adalah masa di mana kita disadarkan untuk mengubah dan mengolah hidup kita ke arah yang lebih baik.
Tuhan, peluk aku dalam pengampunan-Mu. Amin.
Salam Sehat Semangat. Tuhan memberkati.
Berkah Dalem.