Home BERITA Bersama Kelompok Lintas Agama, Gerakan Membangun Cinta Lingkungan dengan Ecobricks di Kota...

Bersama Kelompok Lintas Agama, Gerakan Membangun Cinta Lingkungan dengan Ecobricks di Kota Baru Parahyangan

0
1,738 views
Ilustrasi: Pelatihan membuat ecobrick sebagai salah satu konsep mengolah sampah bersama kelompok lintas agama. (Sr. Theresina CB)

GAGASAN besar ini awalnya berasal dari program diklat yang dicanangkan oleh Town Manajemen Kota Baru Parahyangan Padalarang, Bandung Barat. Program itu dilakukan setiap hari Sabtu dalam bingkai kerjasama dengan Komunitas Hayu Hejo.

Kegiatan berjejaring lintas keberagaman kali ini bertema “Pilah Sampah dan Olah Sampah dengan Bijak”. Acara ini terjadi di pojok Taman Larangtapa, Sabtu tanggal 9 Februari mulai pukul 08.00-12. 00.

Selain para penghuni Larangtapa yang masih anak-anak maupun dewasa, para hadirin terdiri dari Town Manajemen, KHH, STIKes Santo Borromeus, dan perwakilan RS Cahya Kawaluyan, serta beberapa petugas security sekitarnya.

Acara dibuka dengan sambutan Ketua Paguyuban, Direktur Town Manajemen, dan Ketua Komunitas Hayu Hejo (KHH). Ia mengajak semua peserta untuk semakin sadar dan mau melibatkan diri  dalam aneka kegiatan untuk merawat bumi kita melalui hal-hal kecil sekalipun.

Poster ajakan ikut serta.

Mengurangi dan mengelola sampah

Dalam program ini, kami semua dianimasi untuk mengawal  gerakan mengurangi produksi sampah plastik, memilah dan mengelola sampah.

Pembicara istimewa kali ini adalah Kang Rendy dari Parongpong Recycle & Waste Management.

Pada kesempatan istimewa ini, penulis dan mahasiswa STIKes Santo Borromeus Bandung mengenalkan ecobrick sebagai salah satu seni kelola sampah dan cara pembuatannya.

Karena taman di Larangtapa ini suasananya asri banget, maka konsep acara dibuat dengan sistem “belajar di taman”.

Setelah materi utama, penghuni Larangtapa ditawari untuk belajar membuat ecobrick di Pojok Ecobrik. Kegiatan  ini dilakukan dalam suasana serba rileks sembari duduk lesehan.

Ada juga para peserta yang lebih berminat ingin belajar membuat kompos takakura dan biopori di Pojok Takakura dan Biopori.

Tempat latihan.

Tentang sampah dan prosedur mengolahnya

Setelah sambutan, paparan selanjutnya adalah tentang kondisi persampahan di Indonesia yang masih sangat tinggi. Konon, Indonesia menempati peringkat nomor dua setelah Tiongkok dalam kecerobohan mengelola sampah.

Di Bandung pernah ada insiden di mana terjadi erosi “Gunung Sampah” sampai makan korban tewas sebanyak 147 orang lantaran gunung sampah itu tiba-tiba ambruk dan longsor mengubur para penambang sampah. Peristiwa ini terjadi di TPA Leuwigajah tahun 2005.

Salah satu solusi yang dilakukan oleh komunitasnya Kang Rendi adalah praktik memilah-milah sampah. Mereka memilah  hingga lebih dari 50 jenis sampah, dan kemudian mengolahnya menjadi barang yang dapat digunakan kembali, seperti pot bunga, dan masih banyak lagi lainnya.

Sedangkan, sampah sisa-sisa makanan akan diolah menurut prosedur tersendiri.

Konon, Indonesia termasuk negara pembuang sampah sisa-sisa makan terbesar di dunia. Belum lagi tertangani dengan baik aneka sampah dari dedauan –sampah organik—yang mestinya bisa diolah dengan metode takakura yang kini sudah semakin dikenal masyarakat pada umumnya.

Empat jenis kotak sampah

Materi selanjutnya disampaikan oleh Ibu Hera dari Town Manajemen. Ia bicara tentang metode memilah sampah yang bisa digolongkan dalam empat jenis wadah atau kotak yang disediakan oleh pihak Town Manajemen.

Empat jenis kotak sampah.

Dengan demikian, pemilahan sampah itu dilakukan sesuai jenis kotak sampah sebagai berikut:

  • Kotak 1 untuk sampah non-organik: kertas, karton, kardus.
  • Kotak 2 untuk sampak berbahan baku plastik: tas kresek, sasetan, sandal karet.
  • Kotak 3 untuk sampah berbahan dasar dari metal: kaleng-kaleng, botol-botol bekas, beka2 alat masak .
  • Kotak 4 untuk sampah kategori B3: baterei, kabel, CD.

Praktik mengolah sampah organik langsung dipraktikkan dengan metode takakura oleh tim.

Ecobrick.

Ecobrick

Materi ketiga adalah tentang ecobrick dan ini dipaparkan oleh penulis secara singkat. Ecobrick dibeberkan dalam konteks menjadi salah satu solusi pengolahan sampah plastik menjadi barang yang berguna.

Sampah bisa saja disulap menjadi kursi, dingklik, meja, gapura, pembatas tanaman, mini house, saung, bahkan dapat digunakan sebagai bangunan rumah dan anak tangga dengan kombinasi semen.

Tujuan utama paparan ini adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan sampah plastik ini antara lain sebagai berikut:

  • Menjadikan barang berguna supaya sampah plastik tidak menumpuk di TPA;
  • Jangan sampai sampah plastik itu mengalir terbawa air ke sungai dan ke lautan sehingga merusak habitat laut.
  • Jangan sampau mencemari air garam dari mikro plastik. Tidak jarang hewan laut mati karena banyak menelan sampah plastik. Demikian pula terumbu karang menjadi rusak karena terperangkap sampah plastik.

Sampah-sampah plastik (kering) yang lunak dapat langsung dimasukkan dalam botol plastik bekas, sedangkan sampah plastik yang agak keras sebaiknya dipotong-potong kecil lebih dulu, baru kemudian dimasukkan dalam botol.

Penulis memberi paparan tentang metode membuat ecobrick sebagai cara mengolah sampah berwawasan lingkungan.
Usai ceramah, penulis mengajari peserta untuk langsung praktik membuat ecobrick. Praktik ini dibantu oleh para mahasiswa STIKes Santo Borromeus Bandung.
Praktik langsung di lapangan.

Apabila akan digunakan sebagai dingklik atau kursi, maka sampah-sampah plastik di dalam botol tersebut harus dipadatkan dengan menggunakan tongkat atau bambu untuk mendorongnya hingga memadat.

Tentu saja harus terlebih dahulu dipilih botol-botol sama sama tinggi dan memiliki guratan atau lekuk-lekuk botol yang sama agar mudah direkatkan dengan lem atau dapat menggunakan isolasi besar untuk mengikat satu sama lain.

Mengajak anak-anak ikut serta.

Demikian penjelasan penulis kepada para peserta. Acara kemudian berlanjut dengan praktik langsung membuat ecobrick.

Praktik ini dibantu beberapa mahasiswa Diploma III Keperawatan STIKes Santo Borromeus  Bandung untuk membuat ecobrick di Pojok Ecobrick yang telah disediakan. Anak-anak yang diajak oleh peserta pun tak ketinggalan asyik turut ‘berlomba’ memasukkan sampah-sampah plastik yang dibawa warga ke lokasi ini.

Mahasiswa STIKes Santo Borromeus sangat bersemangat mengikuti program pelatihan ini.

Bahkan ada seorang anak warga negara asing yang sungguh bersemangat mengikuti dan menjalani petunjuk yang diberikan mahasiswa. Beberapa ibu mencoba membuatnya dan mereka baru tersadarkan bahwa ternyata tidak mudah memadatkannya.

Penulis mengajarkan teknik memadatkan tanpa menyakiti tangan, dengan membalikkan botol ecobrick di bagian atas, sedangkan stick di bagian bawah seraya botol kita dorong ke bawah. Seperti posisi ‘menyumbat’, menguliti kelapa di kampung.

Akhirnya dengan senyum bangga, setiap peserta bersorak gembira: “Horeeee… saya bisa bikin satu ecobrick dengan padat.”

Anak-anak pun dibuat senang bisa ikut berpartisipasi.
Anak warga WNA ikut serta.

Untuk peserta anak-anak diberikan reward berupa buku mewarnai dan ecobrick hasil karya mereka bisa langsung dibawa pulang. Ini agar supaya pengelolaan sampah plastik itu bisa mereka lanjutkan di rumah, sehingga setiap rumah tangga mau terlibat dalam perawatan bumi dengan mengelola sampahnya sendiri.

Sampahku adalah tanggungjawabku, sampahmu adalah tanggungjawabmu.

Tak lupa sebelum mengakhiri perbincangan, penulis mengingatkan pentingnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) serta mengajak seluruh peserta untuk menerapkan tujuh  kesadaran ekologis baru dengan rumus  PH2B2S2, yakni:

  • Peduli.
  • Hemat.
  • Harapan.
  • Berkualitas.
  • Bermakna.
  • Sederhana.
  • Semangat berbagi.

Salam sehat, semangat, sukacita, bahagia dan penuh berkat.

Sukacita para peserta.
Melihat hasil nyata dari praktik langsung.
Ecobrick sebagai hiasan rumah.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here