SAYA mulai kenal dan kemudian mencoba bergaul akrab dengan sosok almarhum Pastor Aloysius Maria Vianney Ardi Handojoseno SJ itu kira-kira baru enam bulan lalu. Dan kini, semua kenangan baik tentang seorang pribadi pastor Jesuit yang baik itu langsung ‘hidup’ di angan dan hati saya, seiring dengan berita kepergiannya menghadap Tuhan secara tiba-tiba dan sangat mendadak.
Perjumpaan pertama saya dengan almarhum Pastor AM Ardi Handojoseno SJ itu terjadi, ketika Panitia HUT 90 Tahun Gereja St. Antonius Paroki Kotabaru Yogyakarta mendapuk saya menjadi salah satu pengisi program acara pentas musik gerejani. Panitia juga memutuskan akan mengundang almarhum sebagai penyanyi di pentas musik gerejani ini.
Kolaborasi di panggung pentas musik gerejani di Gereja St. Antonius Kotabaru itulah yang akhirnya mempertemukan kami berdua hingga kemudian kami bisa tampil bersama tanggal 21 Oktober 2016 lalu.
Mendoakan ibu mertua
Perjumpaan saya dengan almarhum Romo Ardi berikutnya terjadi di Kapel RS Panti Rapih Yogyakarta di kawasan Mrican, Yogyakarta, Desember 2016 lalu. Waktu itu, almarhum Romo Ardi tengah memimpin perayaan ekaristi Vigili Natal di Kapel RS ini.
Ini perjumpaan tanpa rancangan. Almarhum datang ke kapel RS Panti Rapih dan memimpin perayaan ekaristi di situ, manakala secara kebetulan saya bersama keluarga juga tengah ikut misa di situ. Waktu itu, Romo Ardi berjalan dengan sedikit terpincang.
Saya lalu menyapanya dan kemudian almarhum berkisah kalau saat itu kadar asam uratnya agak meningkat naik. “Duh Romo, tubuhnya bereaksi kaget ya karena efek makanan khas Yogya?,” kata saya mencoba menghibur.
Baca juga:
- Vita Functi: Requiem dan Pemakaman Jenazah Pastor AM Ardi Handojoseno SJ (5)
- In Memoriam Pastor AM Ardi Handojoseno SJ: Kejutan Tuhan, Menciptakan Tsunami Kehidupan yang Tetap…
Waktu yang sama pula, ibu mertua saya juga tengah dirawat di RS Panti Rapih dalam kondisi kritis. Usai misa selesai, saya berinisiatif menemui almarhum Romo Ardi dan kemudian mengajaknya agar berkenan melakukan visitasi rohani melihat ibu mertua saya. Dan beliau langsung mengiyakan dan kemudian bersama-sama dengan Romo Kuntoro Adi SJ dari Universitas Sanata Dharma pergi mengunjungi kamar dimana mertua saya tengah berbaring sakit kritis.
Romo Ardi langsung berdoa di situ, dekat tempat tidur ibu. Kami sekeluarga besar ikut masuk kamar dan bersama-sama ikut berdoa.
Baca juga: KEKL 1988 SMA Loyola Mengenang Alm. AM Ardi Handojoseno SJ: Juru Damai yang Cerdas…
Pada Hari Raya Natal tanggal 25 Desember 2016 tepat pukul 06.00 WIB, Tuhan berkenan memanggil ibu mertua saya ke pangkuan ilahi. Doa oleh almarhum Romo Ardi Handojoseno sepertinya ikut ‘mengantar’ kepergian mertua saya dengan tenang menghadap Tuhan di hari yang sangat istimewa itu: Hari Raya Natal 2016.
Kontak kami kemudian ‘putus’ di tengah jalan, meski sesekali kami bertukar kabar melalui jalur medsos. Kesinambungan kontak ini terjadi, karena saya mulai tahu bahwa ternyata Romo Ardi sangat berbakat di bidang musik, khususnya olah vokal. Maka klop sudahlah, karena saya pun juga menyukai musik.
Baca juga: Buka Mulut Lebar-lebar, Ujar Alm. Pastor AM Ardi Handojoseno SJ di Paroki Kenjeran Surabaya…
Bu Kwadrat
Tanggal 21 Oktober 2016, saya dan almarhum Romo Ardi Handojoseno SJ naik pentas di Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta di acara pergelaran “Malam Pujian dan Konser Rohani Kidung Ekaristi Kotabaru”. Pergelaran musik dan tembang gerejani ini digelar dalam rangka perayaan HUT 90 Tahun Gereja St. Antonius Kotabaru, paroki asuhan para Jesuit yang berlokasi persis di samping Kolese St. Ignatius (Kolsani).
Sebagai salah satu panitia konser dan penyaji program di acara ini, kami minta Romo Ardi untuk berkenan latihan bersama tim musik dimana saya menjadi pengiringnya.
Pada proses latihan menyanyi yang hanya berhasil kami praktikkan dua kali itu, saya melihat sosok pribadinya yang amat luar biasa. Almarhum adalah sosok pribadi yang cerdas, rendah hati, halus tutur bahasanya, dan terkadang muncul lucunya juga.
Baca juga: 90 Tahun Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta: Konser Rohani Kidung Ekaristi
Kontak kami sebenarnya terbatas sekali dan itu pun sangat jarang. Namun, dalam kilasan waktu yang sangat singkat itu, saya pribadi sungguh bisa merasakan betapa beliau ini pribadi yang santun, tulus, ramah, dan saleh.
Romo Ardi sering dengan gurauan memanggil saya dengan nama julukan: “Bu Kwadrat”.
Saya lupa apa makna persisnya dan maksud almarhum memberi nama julukan itu kepada saya.
Belakangan saya mulai mikir demikian. Panggilan itu muncul, karena saya memang sudah menjadi ’emak-emak’ dan tambahan lagi karena saya hidup melakoni dua ‘panggung’ kehidupan yang sangat berbeda. Sehari-hari saya menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Gigi di UGM dan paruh waktu lainnya asyik banget suka menggeluti hobi dan bakat alam sebagai musisi dan komponis.
Tak jarang pula, almarhum Romo Ardi sering memanggil saya dengan sebutan “Cik”. Bisa jadi, itu karena wajah saya sekilas memang seperti orang dari etnis Mongloid. Padahal, saya ini benar-benar seorang puteri Yogya beneran dan Jawa 100 % asli.
Bakat alami di bidang musik
Bicara tentang sosok Romo Ardi sebagai penyanyi, maka komentar saya hanya satu: almarhum memang punya bakat alami. Kemampuan bermusiknya tidak diragukan. Suara baritonnya nyaris sempurna di telinga saya. Hanya saja, sepeti kata beliau sendiri, ia mengaku kadang kesulitan kalau harus membaca notasi angka seperti pada teks-teks lagu saya.
Baca juga:
- RIP Pater AM Ardi Handojoseno SJ, Serangan Jantung Usai Jogging Sore di Girisonta
- In Memoriam Pastor AM Ardi Handojoseno SJ: Musik Hobinya, Ilmu Pengetahuan Langkah Hidupnya (1)
Saya hanya bisa manggut-manggut kagum sama beliau. Dalam hati, memang musikus kelas dunia harus sudah terbiasa membaca notasi not balok. Itu belum cukup, kalau harus menyebut lagi kemampuan Romo Ardi saat memetik dawai gitar.
Romo Carolus Putranto SJ yang kini juga menjadi pendamping Tersiatnya di Girisonta pernah menyentil omongan seperti ini. Setiap kali Romo Ardi bermain gitar, maka dia lebih suka berdiam diri. Ia tidak mau ikut bernyanyi lantaran saking terpananya mendengarkan petikan dawai gitar di tangan almarhum Romo Ardi Handojoseno SJ. (Bersambung)
Mohon koreksi dari Penulis, pada alinea 4 baris kedua, apakah benar Kapel RS Panti Rapih di daerah Mrican? Setahu saya Kapel RS Pantirapih di daerah Sagan dan memang RS Pantirapih berlokasi di daerah Sagan, bukan di Mrican.
Terima Kasih
Heru Tjahjana, Semarang, tinggal di Yogyakarta sekitar tahun 1978-2000
Sudah dikoreksi bapak, terima kasih atensinya.