Jumat 22 Desember 2023.
- 1Sam. 1:24-28;
- MT 1Sam. 2:1,4-5,6-7,8abcd;
- Luk. 1:46-56
SIAPAKAH sandaran hidup kita? Apakah pasangan kita? Ataukah harta kita? Ataukah kekuatan kita saat masih sehat?
Pertanyaan ini muncul karena dalam kenyataan hidup kita, sering terlihat bahwa kita mengandalkan hal-hal di luar Tuhan. Akan tetapi jika sudah kepepet dan jalan buntu barulah kita ingat Tuhan.
Semua yang terjadi dalam hidup kita merupakan proses pembentukan iman dan karakter yang mempersiapkan kita untuk menjadi utusan pembawa berkat Tuhan.
Dalam kehidupan yang kadang diwarnai saat-saat yang sulit, apakah kita sepenuhnya bersandar kepada Tuhan? Hanya dengan menaruh setiap kekuatiran dan ketakutan kepada-Nya, kita akan menemukan kedamaian.
“Saya tinggal sebatang kara sebagai pengikut Yesus, anak-anakku semua meninggalkan iman Katolik karena pernikahan,” kata seorang ibu.
“Berat sekali rasanya karena satu persatu, anakku pacaran dan memilih pasangan yang membuat mereka meninggalkan Kristus,” lanjutnya.
“Saya sudah berusaha dan berdoa mohon bimbingan pastor, namun atas nama cinta dan hak asasi manusia mereka tetap pada pendiriannya,” sambungnya.
“Hati ini menjerit menyaksikan mereka bersumpah atas nama keyakinan barunya, anakku sama sekali tidak mendengar jeritan hatiku,” keluhnya, “Namun begitu, saya tetap berdoa secara Katolik, memohon pada Tuhan Yesus supaya tetap menjaga dan memberkati mereka,” sambungnya.
“Kini ketika saya sudah berumur lansia, saya hanya bersandar pada Tuhan, saya mau tetap setia pada-Nya,” tegasnya lagi. “Saya tidak kuatir nanti kalau saya mati, apakah ada anak yang mendoakanku atau tidak,” katanya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,”
Kidung magnificat sangat indah karena kidung ini mengungkapkan perasaan terdalam Maria, saat dia menghadapi sitausi yang sulit.
Ketika ada situasi yang membuat kita malu dan mencoreng nama baik keluarga kita, rasanya kita mau menyembunyikan diri selamanya.
Peristiwa yang memalukan itu akan menjadi perguncingan yang hangat di lingkungan sekitar kita. Banyak hal yang dapat terjadi pada keluarga dan menjadi aib, sehingga membuat kita merasakan tekanan yang berat.
Sebagai manusia biasa, kekhawatiran dan ketakutan itu akan selalu ada, tetapi sebagai orang yang percaya, bukan kekhawatiran ataupun ketakutan itu yang menguasai kita, tetapi bagaimana kita mengatasi kekahawatiran dan ketakutan itu dan menyerahkan semuanya kepada tangan Tuhan yang berkuasa atas kehidupan kita.
Hal inilah yang dilakukan Maria. Ketika hal itu dikatakan kepadanya, ia sempat merasa takut dan khawatir, karena ia belum bersuami. Tetapi, pada akhirnya Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah yang berkehendak atas dirinya, sehingga ia terbebas dari rasa takut dan kekhawatiran itu.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku dikuasai kekuatiran dalam langkah hidupku?