BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Kamis, 27 Januari 2022
Tema: Keindahan hidup.
Bacaan
- 2Sam. 7: 18-19, 24-29.
- Mrk. 4: 21-25.
SEBUAH keluarga datang menemui. Saya sering melihat mereka. Mereka selalu berdua ke gereja. Bahkan dengan corak baju yang sama. Akur dan harmonis.
Nyatanya memang demikian. Mereka mempunyai dua buah hati. Satu di SMP dan satu lagi di SMA.
Setiap weekend, keluarga ini utuh merayakan ekaristi. Selalu menemui dan menyapa selesai Ekaristi.
“Wah… saya bangga. Selalu melihat bapak, ibu dan anak-anak ke gereja bersama,” kataku.
“Ya begitulah Romo. Kami membiasakan diri. Semoga mereka akur. Kami tidak ingin ada percekcokan yang melukai hati. Ke depannya, ketika kami tua mereka tetap rukun.
Sejak kecil selalu didekatkan untuk rukun dan akur. Tidak boleh ada iri-irian. Kami bilang, “Papa Mama cukup untuk memenuhi kebutuhan kalian. Kalian harus pinter mengelola uang saku.”
Mereka tinggal di apartemen. Satu bulan sekali kami mentransfer kebutuhan mereka.
Yang pertama bertugas belanja keperluan sehari-hari.
Yang kedua, perempuan, mencatat pengeluaran. Ada bibi yang merawat rumah dan memasak.
Akhir bulan kami datang. Kami mendengar ceritera dan menerima laporan keuangan. Mereka dilatih bertanggungjawab atas apa yang diterima,” kata mereka.
“Oh, bagus sekali. Pernah ribut?”
“Kecil-kecil seringlah. Kami selalu WA dan menasihati. Mereka selalu memberitahu kalau ada hal-hal penting.
“Sip,” spontan menyetujui cara mendidik.
“Begini Romo. Kami telah mempertimbangkan banyak hal dan kami memutuskan kami akan menyerahkan dana sosial.
“Transfer aja ke rekening gereja bapak, ibu jika berkenan,” kataku.
“Terserah mau mau dipakai untuk apa. Tapi maksud untuk sosial,” kata mereka.
“Langsung aja kok ke rekening Paroki, lalu diberi keterangan untuk apa,” kataku.
“Iya, kadang begitu Romo. Tapi kali ini, saya menyerahkan ke Romo untuk kegiatan sosial romo. Itu saran papa mama. Mereka banyak mendengar tentang pelayanan Romo,” kata mereka.
“Juga minta saran. Kami pun tidak punya banyak waktu untuk terlibat di gereja. Pagi sampai sore di toko. Kami hanya ikut kegiatan lingkungan. Rumah kami terbuka untuk pertemuan atau doa lingkungan. Itu saja Mo,” jelasnya.
“Wah… itu sudah lebih dari cukup,” kalimat peneguhanku.
“Adakah intensi khusus?”
“Tidak Mo. Kami mengalami Tuhan memberkati. Di masa pendemik ini, kendati sedikit menurun, kami masih diberkati. Cash flow masih lancar. Tetapi yang penting, karyawan kami tetap bisa makan.
Kami hanya mau bersyukur atas berkat yang kami terima. Kami menyadari ini semua karena kemurahan Tuhan. Juga tidak lepas dari kerja keras dan keringat dari mereka yang bekerja.
Mereka sudah lama bekerja dan dapat dipercaya. Saya bangga dengan mereka. Maka setahun ini selain gaji yang biasa mereka terima, nyonya pun menyediakan makan siang gratis.
Mereka senang karena mereka tidak usah mengeluarkan uang makan. Waktu istirahat cukup,” jelasnya.
“Hebat,” kataku.
“Sekali lagi kami bersyukur, Romo. Tuhan memberi rezeki. Pegawai bekerja dengan jujur. Kami tidak khawatir mempercayakan toko kepada pegawai, kalau kami ada keperluan ke luar kota. Mereka dapat dipercaya,” terang mereka.
“Apa yang membuat seperti itu?”
“Ayah ibu mereka telah bekerja di toko, saat masih dikelola papa, mama. Sekarang giliran saya yang meneruskan dengan anak-anak mereka. Berapa dari mereka teman bermain kala dulu. Sudah saling kenal.
Mama pernah bilang, “Jangan mencari uang terus dan pelit.”
Kami menanggung setengah iuran BPJS mereka,” jelasnya.
“Mengagumkan sekali.”
“Begitulah Mo. Kok malah pamer sih. Sorry ya Mo.”
“Ya tidak apa-apa. Kebaikan perlu disharingkan. Banggalah. Itulah keindahan hidup,” kataku meneguhkan.
“Camkanlah. Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan disamping itu akan ditambah lagi kepadamu.” ay 24.
Tuhan, kasih-Mu sungguh ajaib. Tak terkira. Engkaulah pemberi kehidupan. Amin.