Selasa, 12 Juli 2022
- Yes. 7:1-9.
- Mzm. 48:2-3a,3b-4,5-6,7-8;
- Mat. 11:20-24.
IRI hati muncul karena kita tidak pernah bersyukur.
Seringkali kita beranggapan bahwa hidup orang lain lebih sempurna dibanding kita sehingga muncullah sikap iri hati yang justru memperkeruh hati kita.
Jika iri hati sudah menguasai hidup kita maka semua akan menjadi buruk.
Bagaimana kita dapat bahagia apabila masih suka melihat hidup orang lain.
Kita telah banyak menerima kelimpahan berkat dari Tuhan, tetapi sering tidak bersyukur atas berkat-berkat itu.
Kita kurang bersyukur dalam menerima pemberian Tuhan dan kurang memakainya untuk melayani Tuhan dan sesama.
Sering kali kita masih merasa kurang, sebab apa yang kita miliki sekarang tidak seperti yang kita inginkan.
Kita juga sering membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain yang terlihat lebih beruntung dari kita.
Karena iri hati, sering kali kita memandang bahwa orang lain menerima lebih banyak ketimbang kita.
Seorang bapak berusaha menenangkan hati anaknya yang sangat kecewa dengan perlakuan gurunya, bahkan minta pindah sekolah.
Anaknya itu menceritakan bagaimana temannya lebih banyak mendapat perhatian dan kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya oleh gurunya, daripada dirinya.
Secara akademik anaknya dan temannya itu ada pada level yang sama, hanya saja temannya itu lebih pandai bergaul dan cukup ramah.
Maka tidak mengherankan jika teman dan guru-gurunya lebih nyaman dan mudah bergaul dengan dia daripada anaknya yang agak tertutup.
Namun di sisi lain, anaknya lebih bisa menjalani ketekunan dan konsentrasi.
Maka untuk kegiatan lomba-lomba ilmiah anaknya lebih mendapat kesempatan daripada temannya.
Inilah yang tidak disadari anaknya, hingga prestasi yang dia miliki seakan hilang hanya karena merasa iri kurang mendapat penghargaan dan perhatian seperti temannya.
Prestasi di bidang ilmiah yang sangat hebat seakan tidak berarti apa-apa hanya karena kurang populer dan mendapatkan sambutan baik dari guru dan teman-temannya yang lain.
Iri hati telah merusak diri yang semestinya bisa dibanggakan dengan prestasi yang diraihnya..
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mukjizat-mukjizat-Nya:
“Celakalah engkau Khorazim. Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.”
Bertobat itu akan mengubah orang. Perubahan menjadi buah pertobatan dan merupakan suatu proses yang tidak mengenakkan, bahkan menyakitkan.
Namun, proses ini terus-menerus harus dijalani.
Orang bijak berkata, “Yang abadi di dunia ini adalah perubahan.”
Pendapat itu kiranya ada benarnya. Salah satu contoh perubahan yang perlu kita lakukan adalah mengubah cara hidup yang lama, yakni yang diwarnai sikap iri hati dan dengki.
Menjadi pribadi yang ikut Yesus haruslah berusaha membangun cara hidup yang baru, yakni hidup menurut kehendak Allah, hidup yang menghadirkan Kerajaan-Nya, hidup dalam kasih.
Hidup yang diwarnai rasa syukur atas berkat Allah bagi dirinya maupun bagi sesamanya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa bersyukur atas keberhasilan dan kebahagiaan orang lain?