Renungan Harian
6 Oktober 2021
Bacaan I: Yun. 4: 1-11
Injil: Luk. 11: 1-4
“HARI itu rasanya menjadi hari yang melelahkan. Ada banyak pekerjaan kantor dan berbagai masalah di kantor yang harus saya selesaikan. Kurang lebih pukul 22.000 malam aku baru masuk rumah.
Aku lihat anak-anakku sudah tidur, sedang istreiku menungguku sambil terkantuk-kantuk. Isteriku menyapaku dan meminta saya untuk segera mandi agar aku bisa segera istirahat.
Saat sudah berbaring dan mulai mau tidur tiba-tiba handphone ku berdering, aku mengabaikan karena aku sudah amat penat. Isteriku yang melihat dan mengatakan bahwa itu ibu yang menelpon.
Aku agak terkejut karena tidak biasanya ibu menelpon malam-malam begini. Di seberang sana kudengar suara ibu yang menangis, aku semakin gundah dan bertanya ada apa.
Aku khawatir ada apa-apa di rumah, ada apa dengan bapak.
Setelah beberapa saat ibu menjelaskan bahwa bapak baik-baik dan ibu juga baik-baik. Kata-kata ibu membuat aku bernafas lega. Ibu meminta tolong aku agar aku menebus adikku yang ditangkap polisi karena kasus narkoba.
Saya agak jengkel mendengar berita itu dan permintaan ibu. Saya mengatakan agar ibu tenang-tenang dan tidak usah lagi berpikir untuk menebus adik.
Ini sudah kali ketiga adikku ditangkap dan menurutku saatnya adikku harus menanggung risiko dari perbuatannya.
Sebelumnya, adikku selalu ditebus dan meski adik berjanji tidak akan mengulangi lagi tetapi tetap saja tidak pernah berubah. Orangtuaku sudah habis-habisan membantu adik belum lagi banyak barang ibu yang hilang diambil adik untuk membeli narkoba.
Ibu tetap bersikeras agar aku menolong adik. Ibu tidak rela dan tidak mau adik menderita dalam penjara. Ibu selalu berharap bahwa dengan ditebus adik menjadi sadar dan berubah.
Aku tidak setuju dengan pendapat ibu. Adik akan berubah kalau adik mengalami beratnya hidup di penjara. Adik harus mengalami sesuatu yang berat agar dia menjadi sadar. Kalau setiap kali ditangkap dan ditebus adik akan keenakan dan tidak akan pernah sadar.
Ibu jengkel dan marah dengan sikapku, dan ibu mengatakan kalau tidak mau menolong ya sudah, tetapi tidak usah mengajari ibu.
Saya agak terkejut dengan jawaban ibu seperti itu. Ibu kemudian mengatakan bahwa kalau saya tidak bisa membantu ibu akan menjual rumah agar bisa menebus adik.
Saya jengkel dengan semua ini. Sebenarnya saya amat marah dengan adik saya, karena selalu merepotkan orangtua, dan tidak pernah mau mengerti tentang itu.
Aku jengkel dengan ibu karena terlalu memanjakan adik sehingga dia tidak mau berubah.
“Mas, ibu melakukan ini semua karena ibu mencintai anak-anak ibu. Mungkin ibu salah tetapi ibu yakin bahwa adikmu hanya bisa berubah kalau dia dicintai bukan dihukum,” ibu menjelaskan.
“Tetapi sampai kapan ibu akan melakukan semua ini?” tanyaku.
“Ibu tidak tahu sampai kapan, yang pasti selama ibu masih hidup ibu akan melakukan semua ini,” jawab ibu.
“Mas, kalau kamu benci dengan adik, itu hakmu, tetapi ingatlah dia adikmu. Mas tidak mau menolong dengan semua alasan Mas, ibu mengerti, amat mengerti malah. Tetapi ibu mohon, tolong cintai dia,” tambah ibu.
Aku jadi lemas tidak berdaya mendengar kata-kata ibu.
Aku segera bangun dan pergi mengurus adik. Menjelang pagi, semua urusan bisa selesai dan aku membawa adik pulang. Di jalan adik minta maaf sudah merepotkan dan mengatakan banyak hal yang bagi saya sudah tidak penting lagi.
Meskipun aku marah dan jengkel tetapi aku mengatakan bahwa aku tidak apa-apa dan aku melakukan ini karena sayang sama dia.
Adik memelukku sambil menangis dan berjanji untuk tidak lagi. Dia minta tolong untuk dibawa ke tempat rehabilitasi, dia sungguh mau berubah,” seorang teman berkisah.
Cinta seorang ibu yang luar biasa, yang seringkali tidak masuk akal dan seringkali bisa dikatakan salah. Namun cinta ibu adalah cinta yang luar biasa, cinta yang memberi hidup dan menghidupkan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari sejauh diwartakan dalam Kitab Yunus, cinta Allah yang begitu besar pada umat Niniwe menjadikan Ia menyelamatkan dan melepaskan dari hukuman.
“Layakkah engkau marah?”
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku mempunyai cinta yang memberi hidup dan menghidupkan?
FB Page:
CLC Indonesia