Biara Rubiah Karmelites “Flos Carmeli” Batu: Enak Mirasa, karena Bumbunya Cinta (4)

2
457 views
Ilustrasi (Ist)

BEBERAPA kali, saya diajak Pastor Delegatus Karmelit untuk Biara Rubiah Karmelites “Flos Carmeli” yakni RP Matheus “Michael” Agung Christiputro O.Carm untuk sarapan di kamar tamu biara rubiah kontemplatif Ordo Karmel ini. Itu terjadi, tak lama setelah Romo Agung –demikian panggilan akrab Pastor Kepala Paroki Gembala Baik di Batu ini—baru saja rampung memimpin perayaan ekaristi harian di kapel biara.

Meski hanya berhadapan muka dengan Gereja Katolik Gembala Baik dan hanya dipisahkan oleh jalan lebar, namun para suster biarawati rubiah karmelites ini merayakan ekaristi di kapel mereka sendiri karena terikat oleh ‘aturan dalam’ melakoni hidup dengan berdoa dan tidak ‘berhubungan’ dengan dunia ramai. Karena itu,  pastor paroki Gereja Gembala Baik datang melayani kebutuhan rohani akan perayaan ekaristi ini.

Baca juga:   Biara Rubiah Karmelites “Flos Carmeli” Batu: Kesederhanaan Ada di Mana-mana (3)

Nah, usai perayaan ekaristi inilah, sajian sederhana untuk menu sarapan pagi sudah tersedia di ruang makan kecil nan sederhana di kamar tamu. Para suster rubiah ini bangun pada pukul 04.00 WIB dan kemudian berdoa, meditasi, dan kemudian disambung dengan perayaan ekaristi pada pukul 05.45 WIB dan kemudian berlanjut dengan ibadat. Lalu, pada pukul berapa mereka menyiapkan makanan ini?

Dengan bumbu cinta

Memang tak sempat saya tanyakan bagaimana mereka menyiapkan makanan rumahan sederhana namun mirasa dan enak.  Dengan nada sedikit bergurau, Romo Agung berujar pendek: “Ini karena dimasak dengan cinta,” kata mantan Rektor Unika Widya Karya Malang.

Komentar dosen teologi bidang ajaran sosial Gereja ini tentu bukan sembarang ‘asbun’ alias asal bunyi. Rasanya tidak. Selain menyediakan citarasa masakan yang mirasa dan enak menurut ukuran pencecapan lidah kami berdua, cara suster rubiah ini menyajikan menu sarapan pagi memang patut diacungi jempol.

Semua peralatan makan ditaruh sedemikian rupa menyerupai tatacara makan orang Barat. Selain piring, gelas, dan tempat nasi serta lauk-pauk berikut sayur dan buah, meja makan itu ditata sedemikian rupa sehingga orang mesti tahu harus memakai sendok dan garpu mana untuk memulai aktivitas mengisi perutnya.

Itu baru menu sarapan pagi. Lain waktu pada kesempatan makan malam, saya duduk di meja makan bersama Laurentius Suryono dan istrinya yang datang dari Kota Malang untuk mengikuti sesi pelatihan jurnalistik di Biara Rubiah Karmelites “Flos Carmeli” ini. Malam itu, kami dijamu dengan sayur labu siam, ayam pedes, dan satu jenis lauk lainnya. Kami makan lahap dengan menu rumahan ini.

Lain waktu, saya makan sendirian saat makan siang. Sama citarasanya: serba mirasa dan enak. Jadi, resep apa yang membuat semua masakan rumahan buatan para suster rubiah karmelites di Biara “Flos Carmeli” ini menjadi enak dan mirasa?

Romo Matheus “Michael” Agung Christiputro O.Carm punya jawaban sederhana atas pertanyaan itu: “Itu karena dimasak dengan cinta.”

Memanglah, soal citarasa masakan, lidah tak pernah bisa bohong.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here