KITA hidup dalam zaman “revolusi berita.” Dahulu, berita hanya disebarkan oleh agen-agen tertentu seperti pemilik koran, radio, dan televisi. Kini, hampir semua orang bisa menyebarkan berita berupa tulisan, gambar, dan video. Nyaris tanpa batas.
Akibatnya, berita berlimpah-limpah dan tanpa sensor, sehingga kabar yang benar tercampur dengan berita yang salah. Malah ada yang sengaja menyebarkan kabar bohong dan fitnah. Banyak yang disesatkan, karena hidupnya tidak berakar pada kebenaran.
Ketika menerima kabar dari malaikat Gabriel, Bunda Maria mendengarkan secara seksama dan merenungkannya dalam hati. “Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.” (Lukas 1: 29).
Dalam keheningan, Bunda Maria mendengarkan penjelasan atas pesan malaikat (Lukas 1: 30-33). Dia demikian masuk ke dalam berita itu, hingga ia bertanya bagaimana hal itu mungkin (Lukas 1: 34).
Berkat jawaban malaikat dan imannya akan Tuhan, Bunda Maria memasrahkan hidupnya pada kehendak Sang Pengirim Berita. “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Lukas 1: 38).
Kita hidup bukan hanya dalam dunia yang diwarnai dengan berlimpahnya berita-berita duniawi. Setiap hari Tuhan menyampaikan kabar gembira lewat injil-Nya.
Pelbagai renungan dan bimbingan disajikan pula kepada kita. Artinya, Tuhan selalu membimbing hidup kita. Bersama Bunda Maria, kita diajak untuk mendengarkan sabda Tuhan dan menaatinya secara bijaksana.
Di tengah hiruk pikuk berita dalam media sosial, apakah kita masih menyempatkan diri mendengarkan sabda Tuhan sebagai kabar sukacita? Apakah kita mempunyai waktu untuk merenungkan sabda-Nya sehingga kita dibimbing untuk menjadi bijaksana dalam menanggapi pelbagai berita?
Sabtu, 25 Maret 2023
Hari Raya Kabar Sukacita