HAWA dingin dan kabut tipis masih menyelimuti punggung perbukitan hijau di sekitar Rumah Doa Jericho di Bingkawan, Sibolangit, Sumatera Utara. Sayup-sayup alunan pendarasan mazmur doa ibadat harian memecah keheningan, mengawali kegiatan Bina Lanjut Imam Diosesan se Regio Sumatera pada Rabu (8/2).
Usai doa ibadat pagi kegiatan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi bersama yang dipimpin oleh Rm. Gading Johannes Sianipar dan didampingi oleh Rm. Dionisius Anton Liberto. Keduanya adalah imam diosesan Keuskupan Agung Palembang.
Baca juga: Program Bina Lanjut untuk Para Pastor Diosesan Balita se-Regio Sumatera
Tepat pkl. 08.30 WIB, pertemuan sesi pertama dibuka oleh Rm. Eka Bakti Sutapa mewakili para imam Tim Pendamping OGF Imam Diosesan Regio Sumatera. Dalam pengantarnya beliau menegaskan, bahwa kegiatan OGF ini merupakan bagian dari pembinaan berjenjang yang telah dirumuskan bersama dalam bentuk buku pedoman oleh para uskup dari enam keuskupan di Sumatera ini.
“Pedoman Bina Lanjut Imam Diosesan se Sumatera” ini telah dirumuskan dan ditandatangani bersama oleh enam uskup se-Sumatera pada tahun 2010. Sejak itu, pendampingan bagi para imam pun mulai digiatkan. Sebelum pertemuan kita di sini (Bingkawan) juga telah terjadi beberapa pertemuan, yaitu OGF Balita (Bawah Lima Tahun) di Palembang, OGF Basepta (Bawah Sepuluh Tahun) di Tanjungkarang dan OGF usia tahbisan di atas sepuluh tahun di Padang,” papar Rm. Eka Bakti yang kini menjadi Pastor Kepala di Kuasi Paroki St. Fransiskus Xaverius, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara ini.
Lebih lanjut imam Keuskupan Agung Medan yang pernah menjadi staf pembina di Seminari Tinggi St. Petrus Pematangsiantar ini menjelaskan bahwa, “Tim Pendamping OGF Regio Sumatera ini juga mewakili masing-masing keuskupan dan diangkat oleh para Bapa Uskup. Tugasnya adalah bekerja sama untuk memberikan pendampingan bagi para imam diosesan secara berjenjang dan sesuai dengan pedoman yang ada,” lanjutnya.
Bina komunikasi baik
Setelah pengantar singkat dari Rm. Eka, kegiatan berlanjut dengan materi yang disampaikan oleh Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga OFMCap (Uskup Keuskupan Agung Medan).
Dalam pemaparannya Mgr. Anicetus mengajak semua imam peserta OGF untuk membangun relasi komunitas yang baik, yaitu antara imam dengan uskupnya, antara imam dengan sesama rekan imam dan antara imam dengan umat serta masyarakat. Imam diosesan harus menunjukkan ciri hidup yang khas”, jelas Mgr. Anicetus. Penjelasan ini sebagian besar terangkum dalam buku “Vokasi Pastor KAM: Bina Profesi Pastor” yang ditulis sendiri oleh Mgr. Anicetus dan dibagikan juga untuk semua peserta OGF.
Selanjutnya pada sesi kedua hadir Rm. Yustinus Slamet Antono yang menyampaikan hasil survei dalam bentuk angket yang telah diisi oleh para imam balita dan basepta di Regio Sumatera. Survei ini dilakukan pada tahun 2016.
“Survei dalam bentuk pertanyaan yang telah diisi oleh para imam ini didasarkan pada buku pedoman Bina Lanjut Imam Regio Sumatera. Secara keseluruhan fokusnya ada pada empat dimensi yang berkaitan erat dengan hidup seorang imam, yaitu Kepribadian, Spiritual, Intelektual dan Pastoral,” jelas imam diosesan Keuskupan Agung Palembang yang saat ini juga menjadi staf dosen di STFT St. Yohanes Pematangsiantar.
Pengertian OGF (Ongoing formation)
Sesi ketiga dan keempat diisi oleh materi yang disajikan oleh Rm. Alexander Suwandi.
Dalam pengantarnya beliau menegaskan bahwa dalam setiap pendampingan OGF dihindari hal yang hanya bersifat teoritis, kurang bergema dan berdampak bagi diri pribadi sebagai seorang imam.
“Dasar refleksi kita sebagai imam adalah bahwa imamat merupakan anugerah dari Allah. Sebagai manusia kita merupakan pribadi yang tidak sempurna, maka perlu terus menerus bertobat dan berubah agat semakin serupa dengan Kristus,” tegas imam diosesan Keuskupan Padang ini mantap.
Lebih lanjut imam yang ditahbiskan pada tahun 1986 ini menjelaskan pengertian OGF.
“OGF atau bina lanjut adalah proses pembinaan diri terus menerus, seumur hidup, berkesinambungan dan semakin mendalam dalam dimensi kepribadian, spiritualitas, intelektualitas dan pastoral, untuk membentuk seorang imam menjadi semakin religius dan manusiawi, agar dapat melaksanakan tugas sebagai imam meneladan Yesus Kristus Sang Gembala Baik,” jelasnya.
Ada tujuan yang hendak dicapai sekaligus ada penanggungjawab dalam Bina Lanjut Imam Diosesan.
“Ada empat tujuan bina lanjut. Pertama, agar para imam dengan penuh gairah terus menerus melaksanakan Tridarma Kristus sebagai Nabi, Imam dan Gembala dalam masyarakat yang terus berubah dan berkembang. Kedua, agar setiap imam dapat menampilkan terus menerus kekudusan diri sebagai pejabat Gereja yang kudus. Ketiga, agar setiap imam dapat memenuhi kebutuhan alamiahnya sebagai seorang manusia untuk terus berkembang. Keempat, agar setiap imam mendapat kesempatan untuk memperluas dan menambah wawasannya. Agar tujuan ini bisa terwujud maka harus dipahami dengan baik siapa penanggungjawab bina lanjut. Penanggungjawab bina lanjut adalah imam itu sendiri, Bapa Uskup, rekan-rekan imam dan komunitas lainnya,” papar Rm. Alex.
Mengakhiri materi yang disampaikan, imam yang juga berkarya di bidang pendidikan ini juga menggarisbawahi pentingnya para imam untuk menghayati sungguh-sungguh semangat atau spiritualitas imam diosesan.
“Imam diosesan itu terikat pada keuskupannya, maka ia harus menyadari bahwa hidupnya adalah dari, untuk dan bagi umat di keuskupan. Maka imam diosesan hendaknya selalu berpusat pada Kristus, karena imam adalah jantung hati Yesus. Imam hendaknya memusatkan hidupnya pada Kitab Suci dan Ekaristi sebagai pusat hidup rohani dan pelayanan para imam, merayakan Sakramen Tobat bagi umat maupun bagi diri sendiri sebagai imam, menjalin relasi yang akrab dengan uskup dan rekan imam serta mengembangkan kasih kegembalaan dalam pelayanan pastoral di tengah umat,” tegasnya.