Bingung Hadapi Generasi “Now” Millennial? Mulai Saja dengan Konsep VUCA dan FAANG (2)

0
816 views
Forum Cripingan Alumni Seminari Mertoyudan di Jakarta, 6 Desember 2017. (Mathias Hariyadi)

INILAH yang ditawarkan oleh Krisna –alumnus Seminari Mertoyudan (1999-2003)- saat berbagi platform membeberkan kiatnya bagaimana mesti merespon perkembangan zaman ‘menghadapi’ Generasi Millenial “Zaman Now” ini.

Tentu dengan membeberkan enam jenis ‘kutukan’ tersebut, Krisna tak bermaksud benar-benar ingin mengutuk Generasi “Now” ini. Melainkan, ia justru  ingin membantu Generasi Millenial “Zaman Now” ini dan kemudian menyadarkan mereka agar bisa melangkah lebih ‘bijak’ dalam meniti garis kehidupan.

Memberi advis semacam ini menjadi mendesak, karena Generasi Millenial “Zaman Now” ini hidup  di tengah hempasan tawaran nilai-nilai hidup yang bersliweran di kanan-kiri yang kita pun sering tak mampu bisa menyaringnya.

Baca juga: Bingung Hadapi Generasi “Now” Millenial? Inilah Jawabannya (1)

Yang perlu disadari, demikian Krisna, adalah kemendesakan agar Generasi Millenal  “Zaman Now” ini bisa terbebas dari enam ‘kutukan’ (curse) yang dia rangkum sebagai hasil pembelajaran hidup dan refleksi hidupnya sendiri atas dunia kerja di bidang bisnis profesional selama 10 tahun terakhir ini.

VUCA dan FAANG

Krisna mengawali paparannya dengan cerita singkat tentang apa itu ‘VUCA’ dan ‘FAANG’.

VUCA adalah akronim dari empat kosa kata dalam bahasa Inggris yakni

  • Volatility (gampang terombang-ambing dan goyah pendirian).
  • Uncertainty (ketidakmenentuan).
  • Complexity (peliknya persoalan).
  • Ambiguity (seringnya masalah tak bisa didefinisikan, absurditas).

Keempat kosa kata ini sering menjadi kamus percakapan, ketika orang-orang bisnis lagi asyik bicara tentang manajemen strategi.

VUCA awalnya diperkenalkan oleh US Army War College. Istilah ini dibesut sebagai kerangka pikir ahli strategi perang guna bisa menjelaskan situasi macam apa ketika berlangsung era Perang Dingin zaman dulu.

Dunia bisnis saat ini, kata Krisna, tengah dihinggapi ‘sindrom’ VUCA dengan intensitas sangat tinggi.

Karena itu, kata Krisna, semua pihak merasa sangat membutuhkan tersedianya model solusi dan sistem penanganan yang tepat agar strategi bisnis itu bisa berhasil. Situasi menjadi lebih krusial lagi, ketika di dunia bisnis saat ini mulai menyaksikan aneka perusahaan pemula  (start up) dalam beberapa tahun terakhir ini tiba-tiba muncul begitu saja. Kehadiran mereka ini langsung membuat jengah sekaligus mencengangkan dunia,  berkat keberhasilannya menyalip  perusahaan-perusahaan ‘tua’ dan sangat mapan selama puluhan tahun.

Hadirnya kerajaan-kerajaan bisnis baru yang tampil mencengangkan dengan perolehan prestasi keuntungan yang luar biasa itu dikenal dengan sebutan ‘FAANG’.

Lagi-lagi, terminologi ”FAANG’ itu adalah akronim atas beberapa perusahan start-up yang kelahirannya dibidani oleh anak-anak muda Generasi Millenial ‘Zaman Now’. Dan hebatnya lagi, perusahaan-perusahaan pemula itu telah berhasil dikelola secara profesional dan kemudian mampu mencatat rekor prestasi besar. Yakni, berhasil membukukan laba super fantastis dengan jangkauan keberhasilan ‘menjerat’ milyaran manusia telah menjadi ‘konsumennya’.

Mereka yang masuk kategori ‘FAANG’ itu adalah Facebook, Amazon, Apple (yang sebenarnya tidak begitu muda), Netflix, dan (Alphabet) Google. Mereka ini sekarang telah menjadi  ‘raja’ di Pasar Bursa Wall Street di New York, AS.

Mengalami disrupsi global

Di dunia sedang terjadi disrupsi secara global.

Di Forum Cripingan –arena diskusi informal di kalangan alumni Seminari Mertoyudan– Krisna yang menjadi narsum utama lalu memberi contoh ilustrasi yang nyata-nyata telah terjadi. Ia lalu mencontohkan bagaimana sebuah perusahaan silet cukur ternama.

Perusahaan besar ini telah mencatat sejarah: punya kedudukan bisnis yang sudah sangat  mapan dan rentang prestasi teah mampu bertahan selama 116 tahun sebagai market leader sampai saat ini. Namun,  tiba-tiba saja perusahaan besar seumur 116 tahun ini  harus menelan fakta yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Konon, perusahaan besar itu  sampai kehilangan 20% pangsa pasarnya di Amerika Serikat,  karena diam-diam telah disalip oleh satu perusahan pemula yang usianya baru melewati tahap ‘balita’ –  belum pas sampai 5 tahun.

Di Indonesia,  sekarang ini dikenal ‘Empat Unicorn’ – perusahaan start up yang berhasil menarik investasi di atas 10 trilyun rupiah. Mereka itu adalah Tokopedia, Go-Jek, Traveloka, dan Bukalapak.

Para pendiri perusahaan start up ini adalah  anak-anak muda Generasi Millennial “Zaman Now” yang fenomenal.

Pertanyaan kritis

Di atas itu adalah contoh paparan tentang kondisi historis dunia bisnis “Zaman Now”. Hanya saja,  menurut paparan data hasil riset Bloomberg, masih ada sekitar 29% Generasi Millennial  masuk kategori  ‘manusia-manusia serius’ yang tetap tekun menekuni pekerjaannya.

Sisanya? Kata mereka, lebih dari 60% masih suka shopping around mencari-cari jenis profesi yang diinginkannya.

Pertanyaannya, lalu sebenarnya apa sih yang ingin dicari oleh Generasi Millenial “Anak Zaman Now” hari-hari ini?

Krisna menjabarkan beberapa kategori perbedaan antara Generasi Millennial dengan kelompok generasi sebelumnya.

Salah satu kriteria pembeda itu adalah konsep ‘tata nilai’ dalam hidup ini. (Berlanjut)

Additional report & Editor: Mathias Hariyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here