Puncta 10.09.21
Jum’at Biasa XXIII
Lukas 6: 39-42
SEBUAH foto sangat menyentuh hati milik Library of Conggres berkisah tentang seorang pria buta menggendong orang lumpuh di punggungnya.
Foto itu diambil oleh fotografer Italia bernama Trancede Dumas tahun 1889 di Damaskus, Suriah.
Dumas memberi judul foto itu “Arabs Siriens. Aveugle portent un paralitique par Dumas Ph”.
Tidak disebutkan nama dan agama kedua pria tersebut. Kisah yang berkembang luas mereka itu adalah dua sahabat karib yang bernama Mohammed dan Sameer.
Mereka hidup bersama sebagai yatim piatu. Mohammed yang buta menggendong Sameer yang lumpuh. Mereka bekerja bersama di sebuah warung kopi.
Mohammed menjadi kaki bagi Sameer.
Sameer menjadi mata bagi Mohammed. Mereka tidak memandang kekurangan yang lain, tetapi justru saling melengkapi sehingga mereka bisa hidup cukup lama.
Ketika Sameer meninggal, Mohammed sangat bersedih. Ia kehilangan separuh dari nyawanya. Tak lama kemudian Mohammed pun meninggal menyusul Sameer sahabat yang dikasihinya.
Dalam Injil Yesus berkata, “Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui?
Bagaimana mungkin engkau berkata kepada saudaramu, ‘Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar dalam matamu, padahal balok dalam matamu tidak kaulihat?”
Kita ini lebih mudah melihat kekurangan orang lain daripada kekurangan sendiri.
Ada pepatah mengatakan, ‘kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak’.
Artinya, kesalahan atau kelemahan kecil dari orang lain yang sangat jauh bisa kelihatan, tetapi kesalahan sendiri yang sangat besar dan di depan mata malah tidak tampak.
Kita mesti belajar dan bercermin pada Sameer dan Mohammed. Mereka tidak melihat kekurangan orang lain.
Mereka melihat kekurangan diri sendiri dan menyumbangkan kelebihannya untuk menolong sahabatnya.
Tidak ada yang sempurna. Tetapi kita bisa melengkapi apa yang kurang dari sesama kita. saling melengkapi itulah yang perlu untuk hidup bersama.
Yesus mengajar kita untuk tidak mudah mencari kekurangan sesama. Jangan mudah mencacat kelemahan sahabat.
Jika kita melihat kekurangan orang lain, kita perlu bertanya, “Jika aku di posisi dia bagaimanakah perasaanku?”
Marilah kita dengan rendah hati belajar menghargai kekurangan orang lain.
Belum ada obat manjur untuk corona.
Yang penting hati gembira dan happy.
Tidak ada orang hidup yang sempurna.
Untuk itu kita perlu saling melengkapi.
Cawas, belajar rendah hati….