Puncta 18.04.22
Senin Oktaf Paskah
Matius 28: 8-15
KITA sering mendengar istilah “bohir.” Kata itu berasal dari Bahasa Belanda Bouwheer yang artinya kontraktor.
Akhir-akhir ini istilah bohir dihubungkan dengan proyek politik. Pemilik modal yang menggelontorkan sejumlah uang untuk tujuan tertentu.
Bohir juga berarti rentenir politik atau semacam calo yang mendanai seorang kontentan dalam pemilihan. Bohir bisa menentukan menang kalahnya seorang kandidat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pesta demokrasi dalam pemilihan pejabat atau caleg sering muncul politik bagi-bagi uang. Di sinilah peran seorang bohir sangat menentukan.
Rakyat hanya mendapat limapuluh atau seratus ribu, menderitanya bisa bertahun-tahun. Para bohirlah yang akan meraup untung. Jadinya pesta demokrasi menjadi “Pesta Bohir” bukan pesta rakyat.
Para bohir juga bisa membiayai demonstrasi untuk menolak kebijakan atau menyebarkan berita-berita bohong sebagai bentuk perlawanan.
Mereka membuat narasi-narasi negatif yang ingin menjatuhkan lawan politiknya.
Pada zaman Yesus ternyata juga ada kelompok bohir. Ketika para perempuan pergi ke makam, mereka berjumpa dengan Yesus yang bangkit.
Yesus memberi salam dan berkata, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”
Para prajurit yang menjaga makam Yesus melaporkan apa yang terjadi kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi.
Mereka mengambil keputusan untuk membuat narasi bohong. Lalu membayar serdadu-serdadu untuk mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri jenasah Yesus, ketika para serdadu sedang tidur.
Para bohir ini menjamin mereka jika ada masalah dengan walinegeri. Para Bohir tidak bekerja sendirian. Mereka bergerak dengan teman-teman satu aliran.
Ada imam-imam dari kelompok agama. Ada tokoh tua-tua dari bangsa Yahudi. Mereka juga punya akses ke pejabat pemerintah seperti walinegeri.
Jangan heran ya kalau di sini juga berkeliaran para bohir. Mereka punya agenda politik. Agenda paling dekat adalah 2024. Pengalaman pilkada DKI bisa dicopy paste untuk sebuah nafsu politik.
Kalau tidak hati-hati, NKRI bisa pecah kalau jatuh ke pelukan bohir-bohir politik yang hanya mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Mereka tidak peduli dengan kebenaran. Mereka akan melawan kebenaran. Seperti para imam kepala dan tua-tua Bangsa Yahudi.
Kebenaran bahwa Yesus bangkit dilawan dengan narasi kebohongan. Hal itu terjadi sampai sekarang.
Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini mengajak kita juga untuk bangkit melawan narasi kebohongan.
Jangan hanya diam saja. Mereka menggunakan teori Hitler bahwa kebohongan yang disampaikan terus menerus suatu saat akan diterima sebagai kebenaran.
Mari kita terus sebarkan kebenaran. Hanya dengan kebenaran, kita akan damai dan aman.
Matahari muncul hanya sebentar,
Sinarnya redup membawa kehangatan.
Jadilah orang waras dan pintar,
Jangan mudah dibohongi demi kepentingan.
Cawas, Sebarkan kebenaran….