KETIKA mendengar kata smart city, seringkali terbayang bahwa smart city merupakan konsep kota yang ditata dengan bantuan teknologi, informasi, dan internet. Tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana Indonesia mampu menerapkan konsep smart cit, sementara permasalahan mengenai basic services seperti kemacetan, banjir, dan sampah belum juga dapat diselesaikan secara tuntas? (Baca: Business Sustainability Forum II, Smart City sebagai Masa Depan Indonesia (I)
Prof. Robertus Triweko, guru besar teknik sumber daya air Universitas Katolik Parahyangan Bandung, memberi pemaparan terkait smart city dalam kapasitasnya sebagai narasumber akademik.
Mulai dari tahun 1990-an, setiap kota memiliki pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang lebih besar. Jakarta merupakan kota yang memiliki penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu dengan jumlah penduduk sekitar 9,5 juta jiwa. Terlebih lagi, jika melihat secara menyeluruh, kepadatan penduduk yang besar terjadi di wilayah Jabodetabek (dengan total jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 16.750.562 jiwa). Fakta ini akan memberikan dampak bagi Indonesia terkait pengelolaan setiap kota.
Urbanisasi dapat berdampak bagi tata air khususnya di lingkungan kota khususnya dua hal, yaitu: (1) meningkatnya kepadatan penduduk dan (2) meningkatnya kepadatan bangunan.
Kedua masalah tersebut akan memberikan dampak yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yang berujung pada permasalahan sumber air bersih (mencari sumber air bersih harus ke luar kota dan tidak bisa lagi mencari sumber air bersih di dalam kota), pencemaran meningkat, dan timbulnya banjir sebagai akibat penggunaan air yang tidak sesuai dengan penggunaan yang seharusnya.
Menurut Rektor UNPAR 2010-2015 ini, permasalahan umum yang sering terjadi di kota meliputi air bersih, banjir, sampah, drainase, transportasi, dan sarana pendidikan. Maka dari itu, sudah selayaknya Indonesia memiliki cita-cita untuk membangun kota berkelanjutan dengan keseimbangan 3 aspek: ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Smart City Model
Smart city model yang diusulkan oleh beberapa negara terutama di Uni Eropa mencakup Smart Economy, Smart Governance, Smart Mobility, Smart Living, Smart Environment, dan Smart People. Untuk mencapai smart city, maka enam unsur dalam bagan tersebut harus dipenuhi.
Tetapi, menurut Prof. Triweko, keenam indikator pencapaian penerapan smart city yang diajukan oleh EU cenderung bersifat sistematis.
Model smart city yang lebih terukur dan konkret adalah model yang dianut oleh India, yang meliputi 10 unsur yaitu:
- Adequate water supply;
- Assured electricity supply;
- Sanitation, including solid waste management;
- Efficient urban mobility and public transport;
- Affordable housing, especially for the poor;
- Robust IT connectivity and digitalization;
- Good governance, especially e-Governance and citizen participation;
- Sustainable environment;
- Safety and security of citizens, particularly women, children and the elderly; and
- Health and education.
Guru besar kelahiran Solo yang mendapatkan gelar doktor di bidang manajemen dan perencanaan sumber daya air dari Colorado State University, Amerika Serikat ini menawarkan usulan karakteristik kota cerdas Indonesia dengan menggabungkan model smart city dari EU dan India. Konsep ini meliputi enam karakteristik yaitu Ekonomi Cerdas, Manusia Cerdas, Pemerintahan Cerdas, Mobilitas Cerdas, Lingkungan Cerdas, dan Kehidupan Cerdas.
Perubahan paradigma
Prof. Triweko menjabarkan satu persatu perubahan paradigma yang diperlukan dalam masyarakat sekarang ini. Berikut adalah contoh paradigma lama dan bagaimana seharusnya paradigma tersebut diubah:
Sampah
- Sampah sebagai barang tak berguna (sampah merupakan barang yang ketika muncul langsung dibuang saja). Menjadi: Sampah sebagai sumber daya (sampah dapat dijadikan bahan untuk hal-hal lain seperti pembuatan kertas daur ulang atau diberikan kepada pemulung).
- Kumpul-Angkut-Buang (hanya memikirkan bagaimana membuang sampah) menjadi: Kurangi-Gunakan Kembali- Daur Ulang (3R) (jadi bukan hanya sekadar memikirkan bagaimana caranya untuk membuang sampah saja).
- Penanganan di akhir (jika sampah muncul baru dilakukan penanganan) menjadi: Penanganan di awal (pikirkan penanggulangan sampah sebelum sampah itu muncul).
- Pengelolaan terpusat (hanya di TPA-TPA tertentu yang memfasilitasi pengelolaan sampah) menjadi: Pengelolaan terdistribusi (misalnya dengan membuat sistem pengelolaan sampah bukan hanya pada TPA-TPA tetapi juga pada TPS-TPS)
- Tanggung jawab pemerintah (hanya pemerintah yang bertanggung jawab atas sampah yang ada di masyarakat) menjadi: Keterlibatan para pemangku kepentingan (masyarakat diajak terlibat dalam pengelolaan sampah).
- Pendekatan teknis saja (hanya memikirkan bagaimana kita membuang sampah dan bagaimana memusnahkannya) menjadi: Pendekatan komprehensif (berpikir lebih menyeluruh, luas, dan positif misalnya bagaimana menggunakan sampah untuk hal-hal yang berguna).
Air Hujan
- Air hujan adalah bencana (hanya menyebabkan banjir) menjadi: Air hujan adalah sumber daya (bisa dikelola menjadi air minum sehari-hari)
- Saluran drainase dibangun untuk menghindari genangan (hanya fokus untuk bagaimana membuang air hujan agar tidak menjadi genangan banjir) menjadi: Keterpaduan antara menghindari genangan, pelestarian, dan pemanfaatan air (berfokus pada bagaimana agar tidak terjadi banjir namun juga bisa memanfaatkan air hujan yang ada sebagai sumber daya).
- Dampak terhadap daerah hilir tidak diperhatikan menjadi: Dampak terhadap daerah hilir harus diperhatikan.
- Perhatian terpusat pada daerah yang dilindungi menjadi: Wawasan lebih luas pada tingkat daerah aliran sungai.
- Masalah terbatas pada kuantitas air menjadi: Perhatian pada kuantitas dan kualitas air.
- Pendekatan teknis saja menjadi: Pendekatan terpadu dan menyeluruh.
Penyediaan Air Bersih
- Pengelolaan air bersih oleh badan layanan umum (public utility) yang berorientasi pada pemenuhan semua kebutuhan air bersih kota.
- Pengelolaan secara terpadu antara penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan air hujan.
- Bersifat nirlaba, tidak mencari keuntungan. (jika ada hasil lebih dari pengelolaan air bersih, sebaiknya direinvestasikan kembali buka ndibagikan dalam bentuk dividen).
- Subsidi silang dari pengguna air komersial (nilai ekonomi) kepada pengguna air sosial (pemenuhan kebutuhan dasar).
- Peningkatan efisiensi pelayanan.
Pada akhir pemaparannya, Prof. Triweko menyatakan keyakinannya bahwa permasalahan kota-kota di Indonesia dapat diselesaikan dengan mengimplementasikan konsep smart city. Tentunya, demikian pesannya, untuk mewujudkan konsep smart city perlu adanya perubahan paradigma baik dari pemerintah maupun masyarakat dalam rangka menghadapi masalah yang terjadi. Pemerintah dan masyarakat juga harus bersatu padu dalam berupaya mewujudkan konsep smart city di Indonesia.