BERAPA yang mengetahui dan menyadari bahwa Kekristenan itu lahir dari darah yang tertumpah? Bait pengantar injil hari ini menyatakan hal itu. “Yesus Kristus, Engkaulah saksi yang setia, yang pertama bangkit dari alam maut; Engkau mengasihi kami dan mencuci dosa kami dalam darah-Mu.”
Injil hari ini berbicara tentang pemilik kebun anggur yang telah melakukan yang terbaik terhadap kebunnya. Kemudian menyewakannya kepada para pekerja.
Dia mengirim utusan-utusannya untuk memetik hasil kebunnya. Namun, mereka mati di tangan para penyewa kebun anggur. Mula-mula mereka membunuh hamba-hamba pemilik kebun anggur utusan. Akhirnya, mereka membunuh anak yang diutus-Nya juga.
Untuk memperoleh hasil kebun anggurnya, sang pemilik mesti membayar mahal. Dia mesti kehilangan anaknya sendiri juga. Itulah gambaran kasih Tuhan yang amat besar dalam memperoleh kembali milik-Nya.
Apakah sang pemilik kebun anggur menyerah menghadapi kejahatan para penyewa itu?
Inilah jawabannya. “Batu yang dibuang oleh para tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Itulah tindakan Tuhan, suatu hal yang ajaib dalam pandangan kita.” (Markus 12:10-11).
Batu yang dibuang itu adalah Yesus Kristus yang harus mati di salib. Namun, Tuhan telah menetapkan Dia menjadi batu penjuru. Kematian-Nya bukan kekalahan, melainkan pernyataan kasih Allah yang menang atas kejahatan dan dosa.
Usaha-Nya menyelamatkan umat manusia masih berlangsung hingga hari ini. Tuhan masih mengirim para utusan-Nya untuk maksud itu. Sebagian dari mereka ini mengalami nasib yang sama, mati menumpahkan darahnya.
Santo Karolus Lwanga dan kawan-kawan adalah contoh konkret dari para martir. Mereka mati dalam mewujudkan imannya.
Darah para martir, baik yang kita kenal maupun tidak kita kenal menjadi benih iman yang terus menghasilkan buah. Benar, Gereja atau umat Tuhan hanya tumbuh bila demi iman ada yang siap menumpahkan darah.
Senin, 3 Juni 2024
Peringatan Karolus Lwanga, dkk, Martir
HWDSF