Bukan Memanggil Orang Benar, Melainkan Orang Berdosa

0
38 views
Ilustrasi -Santo Matius dipanggil. (Ist)

Sabtu 21 September 2024.

Ef. 4:1-7,11-13.
Mzm. 19:2-3,4-5.
Mat. 9:9-13

SUDAH menjadi kecenderungan manusiawi, kalau kita hendak membentuk suatu struktur kepengurusan maka kita mencari orang-orang yang memiliki “track record” yang baik; baik secara moral maupun kemampuan atau keterampilan.

Track record yang baik dianggap menjadi jaminan dan punya nilai jual bagi masyarakat untuk percaya dan mendukung orang tersebut. Namun jika ternyata terekrut orang yang punya ’catatan buruk’ maka orang itu dianggap mencemari kelompok, menjadi beban kelompok dalam melangkah.

“Penyesalan itu datang kemudian,” kata seorang bapak.

“Saya sangat menyesal, karena pernah terlibat dalam praktik curang di tempat kerja. Tindakanku itu kemudian diketahui publik dan membuatku kehilangan reputasi. Masyarakat memandangku dengan curiga dan menganggap saya tidak dapat dipercaya lagi.

Setelah menyadari dampak dari tindakan burukku, saya merasa sangat menyesal. Saya berusaha memperbaiki kesalahan dengan mengakui kesalahanku secara terbuka dan meminta maaf kepada orang-orang yang terdampak. Namun mereka tidak lagi membuka kesempatan bagiku untuk memegang peran seperti sebelumnya.

Maka sejak saat itu, saya berusaha menjalani kehidupanku dengan percaya pada proses untuk memperbaiki diri dan memperoleh kepercayaan kembali. Keberanian untuk berubah dan konsistensi dalam tindakan adalah kunci untuk mengubah pandangan orang lain terhadpku,” ujarnya dengan mantap.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

Panggilan Yesus kepada Matius memperlihatkan sikap Yesus yang melawan arus kecenderungan publik dalam memilih seseorang menjadi bagian dalam kelompoknya.

Matius, yang punya catatan jelek di kalangan masyarakat, justru dipanggil dan dipilih Yesus untuk menjadi murid-Nya. Tentu saja Yesus tidak bermaksud untuk mengangkat kejelekannya, tetapi melihat kemungkinan pertobatan yang tulus dalam diri Matius, Yesus lebih melihat kehendaknya untuk mengikuti Dia, dengan kesungguhannya untuk meninggalkan pekerjaan dan cara hidupnya, ketimbang gambaran dan image orang tentang Matius itu.

Yesus mengajak orang-orang yang terpinggirkan, tidak dihargai bahkan orang yang dicap sebagai orang jahat, koruptor sebagai murid-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa kasih dan pengampunan-Nya melampaui norma-norma sosial. Yesus mengerti apa yang harus doa perbuat supaya orang berdosa mendekat dan bertobat.

Panggilan Yesus menegaskan bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk berubah dan berkontribusi, tidak peduli latar belakangnya. Dalam pilihan-Nya, Yesus menegaskan bahwa semua orang, tanpa memandang status sosial, memiliki nilai dan dapat menjadi bagian dari misi-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku membuka hati pada orang-orang yang namanya jelek dan dimusuhi banyak orang?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here