Bukit Bahagia

0
2,332 views

DALAM Kitab Suci Matius 5, dikisahkan Yesus berkotbah di bukit. Di situ Ia menyampaikan Sabda-sabda Bahagia. Salah satunya: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” 

Dalam ekaristi pelepasan jenasah di Karangendep, nas  itu dibacakan sebagai bacaan Injil. Buku yang dipakai Tuhan Padamu Kuberserah. Sesudah Injil, lalu diuraikan sedikit sebuah homili singkat sederhana. 

Rampung ekaristi, seorang bapak  non-katolik, dengan santun memohon agar buku berjudul Tuhan PadaMu Kuberserah boleh dipinjamnya. 

Kami malah tak hanya meminjamkan, melainkan memberikannya sebagai hibah. Bapak itu katanya merasa’sejuk’, ketika mendengarnya.

Bukit bahagia

Di kawasan peninggalan Yesus, Tanah Israel, memang ada peninggalan berupa bukit itu. Lalu disebut Bukit Sabda Bahagia. 

Situs itu terawat rapi. Yang merawat Gereja, terutama biara yang ada di situ. Ada suster yang mengurusnya. Tak hanya kebersihannya, melainkan kesakralannya. 

Seorang perempuan turis peziarah dilarang oleh seorang suster sepuh ketika mau masuk Kapel Sabda Bahagia. Sebab, wanita itu pakai celana cekak-mepet banget ndhuwur dengkul. Kaosnya juga memperliatkan ketiaknya. 

Inilah pentingnya rohaniwati; ia bisa galak menegor perempuan yang kurang pas di kawasan suci. 

Gereja katolik dikaruniai oleh Tuhan tradisi monastik atau tradisi kebiaraan. Mereka hidup dalam biara-biara. Berdoa dan berkarya. Mulai dari yang sederhana, sampai yang besar sebagai karya pelayanan Gereja. 

Ketika ekaristi di Kompleks Bukit Sabda Bahagia, kami menyampaikan hal itu dalam kotbah singkat, sederhana. Situs peninggalan Yesus ini terawat dan terjaga berkat tangan-tangan biarawati itu. 

Dan tradisi kebiaraan ini yang lalu menjadi salah satu ciri khas Gereja Katolik. Dua ciri khas lainnya adalah hirarki, dan magisterium. Tiga ciri tersebut yang membedakan Gereja Katolik dengan gereja-gereja lainnya, termasuk protestan. 

Salah satu yang ikut perayaan ekaristi, adalah seorang ibu dosen senior. Dia mengajar di sebuah universitas di kota metropolitan Jakarta.  

Ketika mau pulang, ke Indonesia, di sebuah peron bandara, dia bertanya yang tak terduga: “Romo, kemaren yang jadi ciri khas Gereja Katolik ada tiga. Hirarki, tradisi, lalu yang satu lagi apa…ya?,” kata ibu dosen ini. 

“Yang satu lagi, Magisterium Ibu….,” kata saya. 

Dekat dengan kata itu adalah magistra yang dalam bahasa Latin artinya guru. 

Jebul, ketika ziarah di Tanah Suci pun, romo, imam, harus dan  bisa mengajar agama.  Muridnya, malah macem-macem lagi. 

Selamat mengajar agama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here