Sabtu, 25 September 2021
Za. 2:1-5.10-11a.
Mzm.Yer.31:10-12b.13.
Luk.9:43b-45
DALAM hidup ada begitu banyak peristiwa, kisah dan kejadian yang mewarnai perjalanan kehidupan kita.
Salah satunya ketika dipilih dan dipercaya untuk mengemban tugas serta tanggungjawab dalam situasi tertentu.
Kita sangat senang dan gembira serta menganggap hal itu merupakan hal yang berharga dalam hidup kita.
Namun dalam proses pelaksanaannya kebanyakan dari kita sering hanya sungguh-sungguh di awal saja namun dalam pertengahan dan akhir kita malah lari, bersembunyi. Bahkan meninggalkan tugas dan tanggungjawab tersebut.
“Saya benar-benar malu, karena anakku yang sangat saya banggakan sebagai guru di yayasan sekolah yang sangat baik tempat selama hidupku mengabdi, tiba-tiba mundur,” kata seorang bapak
“Rasanya sedih sekali bahwa anakku seakan tidak melihat pelayanan dan pengabdian di sekolah sebagai sebuah kehormatan,” lanjutnya.
“Namun aku tidak sepenuhnya menyalahkan keputusannya, karena pasti dia punya alasan hingga dia memutuskan meninggalkan pengabdiannya sebagai guru di yayasan tersebut,” ujarnya
“Jika ingat semua usahaku hingga dia lulus kuliah lalu menjadi guru di yayasan, rasanya bangga sekali.Apalagi dia seakan meneruskan pengabdianku di yayasan itu,” lanjutnya
“Saya heran di mana kegembiraan dan kebanggaan dia yang dulu dia rasakan, dan selalu dia tunjukkan kepada kami sekeluarga,” katanya
“Menjadi guru dan mendidik anak untuk menemukan nilai dan keindahan hidup itu perlu pengorbanan dan perlu kesabaran,” lanjutnya.
“Maka tidak semua orang bisa bertahan dalam kesulitan, dan tekun dalam pengabdian,” lanjutnya lagi.
Hari ini, Tuhan hendak menyadarkan kita dengan sabda-Nya: “Dengarlah dan camkanlah segala perkataanKu ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”
Sabda ini disampaikan Yesus kepada orang banyak dan murid-murid-Nya untuk melihat kesungguhan hati mereka.
Kita bangga menyebut dan disebut sebagai murid Tuhan.
Namun, kebanyakan dari kita kurang menyadari konsekwensi dengan kebanggaan itu.
Karena kita hanya mau menyenangkan hati dengan menyebut demikian supaya orang mengetahui identitas kita.
Akan tetapi jalan untuk menjadi murid Tuhan, bukan melalui kegembiraan dan kesenangan dan puja puji manusiawi semata. Melainkan dengan percaya dan pengorbanan diri, melewati tantangan, kesulitan dan penderitaan.
Karena dengan cara itu kita berpartisipasi dalam kematian dan kebangkitan Yesus.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau mengikuti Tuhan meski harus melalui jalan penuh derita dan airmata?