Buku “Spiritulitas Yesuit dalam Keseharian”: Menjadi Yesuit tanpa Harus Jadi Anggota SJ (5)

12
2,966 views
Para pastor Yesuit dan pembimbingnya di Kolese St. Ignatius (Kolsani) Yogyakarta. (Prompang SJ)

SEJARAH telah mencatat fakta ini. Eksistensi Ordo Serikat Yesus (Yesuit) sudah berumur lebih dari 450 tahun. Dengan begitu, wajar orang lalu bertanya: bagaimana bisa hal itu terjadi? Jawabannya, sederhana: telah berlangsung proses  pewarisan semangat Ignatian (baca: spiritualitas Yesuit)  dari satu generasi ke generasi berikutnya, di satu negara dan lainnya.

Ibarat mesin cetak, maka ‘proses produksi’  Yesuit itu selalu menerapkan pola formatio (baca: pendidikan dan pembentukan karakter) yang sama. Awal pendidikan keyesuitan di negara mana pun akan selalu  dimulai dengan dua tahun formatio di Novisiat, lalu pendidikan studi formal bidang filsafat, tahun orientasi kerasulan (TOK), studi formal pendidikan teologi, dan barulah kemudian tersiat.

Baca juga:  Buku “Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian”, Bagaimana “Menemukan” Allah? (4)

Total jenderal, proses keseluruhan pendidikan Yesuit bisa terjadi dalam kurun waktu 10-12 tahun plus 9 bulan pendidikan akhir dalam program  khusus yang disebut tersiat. Disebut demikian, karena mengikuti pola tahapan ketiga, setelah yang pertama di novisiat dan kedua studi formal.

Mengilhami para tokoh

Buku James “Jim” Martin SJ yang bertitel  Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian mencatat dengan jelas seperti ini. Semangat Ignatian (spiritualitas Yesuit)  telah  memberi inspirasi bagi seorang Yesuit Italia—namanya Matteo Ricci SJ—untuk kemudian berani hidup dan berpakaian seperti orang  ningrat Tiongkok. Itu sengaja dilakukan dengan maksud agar dia bisa mendapatkan izin boleh masuk ke dalam ruang pengadilan Kekaisaran Tiongkok sekitar tahun 1.600-an.

Cara Ignatius ini pula yang telah meneguhkan Pastor Pierre Teilhard de Chardin SJ, seorang ahli paleontologi dan teolog Perancis, untuk berketetapan melakukan penggalian situs arkeologis di Tiongkok pada tahun 1920.

Spiritualitas Yesuit pula yang  telah memberi inspirasi John Corridan. Ia adalah  seorang ilmuwan sosial di Amerika Serikat  yang  berani merancang konsep pembaruan tata kelola tenaga kerja labor reform di New York pada tahun 1940-an.

Kisahnya menjadi sumber cerita film On the Waterfront.

Spiritualitas  Yesuit pula yang  telah memberi penghiburan bagi Pastor Alfred Delp SJ, seorang Yesuit Jerman, pada saat dia hidup di balik sel penjara dan menanti eksekusi mati lantaran berani membantu gerakan anti-Nazi.

Semangat sama juga  juga telah memberi penghiburan bagi  Pastor Dominic Tang, seorang Yesuit di awal tahun 1950 yang dipenjara selama dua tahun di Tiongkok karena kesetiaannya pada  Gereja Katolik.

Semangat Yesuit yang sama pula yang telah menginspirasi Pastor Daniel Berrigan, seorang Yesuit dan aktivis perdamaian Amerika, dalam setiap aksi protesnya menentang Perang Vietnam.

Presiden RI Ir. Soekarno “Bung Karno” bersama Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Mgr. Willekens SJ, dan IJ Kasimo. (Ist)

100% Katolik, 100% Indonesia

Di tlatah Indonesia sendiri, semangat Yesuit itu pula yang telah menghidupi roh hidup Uskup Indonesia pribumi pertama: Romo Kanjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dan ‘mentor’ spiritualnya Romo Van Lith SJ –perintis bibit kristianitas di Jawa Tengah.

Dari mulut Romo Kandjeng inilah, sesanti terkenal terwariskan sekarang: “100% Katolik, 100% Indonesia” untuk menggambarkan semangat kristiani cinta total pada Tanahair Indonesia.

Proses pewarisan semangat Yesuit kepada generasi berikutnya telah ditorehkan oleh Romo Van Lith dan Romo Kandjeng kepada IJ Kasimo (Pendiri Partai Katolik), Kolonel Ignatius Slamet Rijadi, Komodor Udara Agustinus Adisoetjipto –semua masuk kategori pahlawan nasional—dan tak terkecuali juga Frans Seda.

Sekedar tahu saja, semua tokoh katolik nasional ini produk pendidikan para Yesuit di Kolese Muntilan, Jawa Tengah.

Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ — Uskup Indonesia pribumi pertama dan Uskup Agung Semarang pertama– bersama para pemuda Indonesia nasionalis. (Ist)

Bukan hanya ‘milik’ Yesuit

Dalam bukunya Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian, Pastor James “Jim” Martin SJ memberi catatan penting. Semangat Ignatian ini –sebagaimana dimaksudkan oleh St. Ignatius de Loyola sendiri—bukan semata-mata hanya untuk para Yesuit.

Dengan demikian, menjadi jelas juga bahwa para Yesuit tidak boleh lagi merasa diri ‘lebih’ dibanding orang lain, hanya karena pernah melakoni pendidikan keyesuitan secara intensif selama dua tahun, Retret Agung Latihan Rohani selama 30 hari, dan tersiat.

Kaum awam pun, kalau ada kesempatan dan bisa mendapat bimbingan yang andal dari pakar spiritualitas Yesuit, sebenarnya mampu juga merengkuh semangat Ignatian ini tanpa harus menjadi Yesuit. Jadi, kita pun sebenarnya juga  bisa  “menjadi Yesuit”,  tanpa harus menjadi anggota Ordo Serikat Yesus (Yesuit) Provinsi tertentu.

Ibu Negara Fatmawati Soekarno datang melayat pada prosesi pemakaman jenazah Mgr. Albertus Soegijapranata SJ di Semarang. (Ist)

“Singkatnya, spiritualitas Ignasian itu berguna bagi banyak orang dari berbagai zaman, tempat, dan latar belakang. Dan itu juga telah berguna bagi saya. Spiritualitas Ignasian telah menolong saya dari perasaan terkungkung dalam hidup menuju alam kemerdekaan,” tulis Pastor James “Jim” Martin SJ dalam buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian.

 Menurut Martin SJ, bukunya itu lebih merupakan sebuah pengantar tentang cara pikir atau cara pandang Santo Ignatius Loyola.  Setidaknya, kata dia,  sebagaimana telah dia lakoni selama 21 tahun hidupnya sebagai Yesuit. Buku ini bukanlah buku yang sangat akademis. Sebaliknya, buku ini adalah pengantar yang ringan bagi banyak kalangan.

Bukan ringkasan

Menurut Jim Martin SJ, buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian itu  jangan sampai membuat pembacanya jadi jengah karena melihatnya tebalnya buku sampai 508 halaman. Kita sungguh tidak mampu meringkas spiritualitas  Yesuit  yang berumur hampir lima abad ini  hanya dalam beberapa halaman. Itu karena sebenarnya setiap bab dalam buku ini masih bisa ditulis dalam empat atau lima buku.

“Saya tidak akan menyentuh secara detil  beberapa aspek seperti Latihan Rohani atau Konstitusi. Melainkan yang saya ambil hanyalah bagian-bagian kecil yang saya pikir akan sangat berguna bagi banyak kalangan dan itu pula yang akan saya paparkan secara lebih mendetil,” tulisnya dalam buku ini.

Cara Ignatius

Spiritualitas Ignasian sangatlah luas sehingga sebuah pengantar pun dapat menyentuh berbagai topik seperti: mengambil keputusan yang baik, menemukan pekerjaan yang bermakna, memperdalam hidup doa, menuju pribadi yang lebih baik, dan belajar mencinta. “Cara Ignatius berarti bahwa tidak ada bagian dari hidup kita yang tidak menjadi bagian dari hidup spiritual,” tulisnya.

Mengutip istilah bapa rohaninya saat masih di Novisiat SJ yakni Pastor David Donovan SJ, tulis  Jim Martin SJ, maka ‘kotak-kotak’ kehidupan itu sering kali ingin kita tutup rapat-rapat. Apakah itu problem perkawinan, masalah pekerjaan, penyakit serius, relasi antarpribadi yang sudah retak, kecemasan berkaitan dengan keuangan.

Menurut Pastor David, semua itu dapat diselesaikan dalam terang Tuhan. “Kita akan belajar bagaimana bisa menemukan Tuhan dalam segala dan segala di dalam Tuhan. Kita akan melakukannya juga dalam semangat batin yang rileks dan enteng,” tulisnya lagi.

Bagaimana detilnya, silakan menyimak buku Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian.

12 COMMENTS

  1. Foto di atas para frater di atas, bukan foto novis yesuit di novisiat Girisonta. Tetapi foto tersebut adalah foto Romo dan frater Projo Jakarta. Ada Romo Lyly Cahyadi, Romo Adi, romo tunjung, dll

  2. suwe ora jamu…
    sakploknya aku resign dari palmerah selatan pada 2002.

    berkah dalem gusti bro Harjadi
    stay blessed nggiiihhhh

    pokok-e 4C

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here