Buku tentang Pastor Zacharias Lintas Pr, Sang Buah Sulung Misi Ketapang: 100% Dayak, 100% Katolik

1
366 views
Buku tentang Pastor Zacharias Lintas Pr, imam diosesan pribumi Dayak pertama Keuskupan Ketapang. (Amon Stefanus)

PASTOR Zacharias Lintas Pr adalah imam pribumi (Dayak) pertama di Keuskupan Ketapang, Kalbar. Ketika ia ditahbiskan oleh Uskup pertama Ketapang, Mgr. Gabriel W. Sillekens tanggal 16 April 1978, Pastor Lintas dijulukinya “Buah Sulung Misi”.

Saya mau bercerita sedikit awal mula saya mengenal Pastor Lintas. Walaupun Pastor Lintas bertetangga kampung dengan saya, tapi baru bertemu dengan pastor Lintas ketika saya sudah kuliah di Yogya.

Pastor Lintas berasal dari Kampung Karab yang jaraknya sekitar 1 km dari Kampung Banjur, tempat kelahiran saya. Ketika Pastor Lintas berusia dua tahun, keluarga mereka pindah ke Simpang Dua karena ayah dari Pastor Lintas diangkat Pemerintah sebagai Juru Tulis (Wakil Camat) di Simpang Dua.

Nama Pastor Lintas saya dengar pertama kali dari ibu, ketika saya masih SD. Ibu saya bercerita bahwa ada dua orang yang paling pintar seangkatan beliau di SD Banjur Karab.

Yang pertama Pastor Lintas dan yang kedua Bapak Teris Yohanes. Dua orang ini setelah tamat SD Banjur-Karab pergi ke Ketapang dan masuk SMP Usaba di Ketapang (sekarang SMP Santo Albertus).

Karena kepintaran mereka berdua, setelah tamat SMP mereka dikirim sekolah ke Jawa.

Ketika saya masuk SMP di Simpang Dua dari tahun 1981–1984 dan tinggal dengan Pastor Johan di Pastoran Simpang Dua juga tidak pernah berjumpa dengan Pastor Lintas.

Padahal saya beberapa kali datang ke rumah mereka.

Kemudian ketika SMA dari tahun 1984–1987 dan tinggal di asrama STM Santo Yusuf juga saya tidak pernah bertemu dengan Pastor Lintas. Mungkin hal ini karena beliau banyak bertugas di pedalaman.

Pada waktu pentahbisan Pastor Jumaeri dan Pastor Yosef Metantomwate pada tahun 1986, saya merasa pasti ada Pastor Lintas di antara para selebran, tapi saya tidak mengenal beliau.

Bertemu pertama kali di Yogyakarta tahun 1991

Perjumpaan secara tatap muka pertama kali dengan Pastor Lintas terjadi ketika saya sudah menjadi mahasiswa di Yogya tahun 1991. Waktu itu saya sudah pindah dari Asrama Realino dan berkumpul dengan teman-teman sesama asuhan PBS di sebuah rumah kontrakan di Gang Bromo 9, Mrican, Yogyakarta.

Waktu itu Pastor Lintas datang ke Yogyakarta kalau tidak salah bersama Pak Tanam dan Pak Sukanto dalam rangka rapat CRS. Mereka datang mengujungi kami para mahasiswa asuhan PBS di Yogyakarta.

Lucunya pada waktu itu, saya tidak tahu bahwa yang datang itu Pastor Lintas. Ketika mereka datang, saya berada di dapur.

Saya sempat bertanya kepada salah satu teman. Saya lupa apakah Pak Andre atau Pak Alkap yang saya tanya waktu itu.

Siape bah itu teh?” tanya saya.

Wai masak kau ndak tahu. Itu bah Acek dari Simpang Dua,” jawab teman saya itu dengan nada bergurau.

Acek dalam bahasa Tiochiu artinya bapak.

Pastor Lintas lebih mirip orang Tionghoa, ketimbang orang Dayak.

Setelah kami berkumpul dan ngobrol dengan para tamu yang datang barulah jelas bahwa orang tersebut adalah Pastor Lintas yang berasal dari Simpang Dua.

Itulah sekilas cerita pertemuan pertama saya dengan Pastor Lintas.

Romo Zakharias Lintas Pr saat berkotbah pada Perayaan Ekaristi Syukur atas 70 Tahun Kongregasi Suster OSA di Gereja St. Gemma Galgani Ketapang, Kalbar. (Mathias Hariyadi)

Buku biografi Pastor Lintas

Dalam rangka memperingati hari pelindung Paroki Katedral Santa Gemma Galgani Ketapang, diadakan berbagai rangkaian kegiatan yang salah satunya bedah buku autobiografi Pastor Zacharian Lintas.

Acara ini dilaksanakan pada hari Senin, 12 Juni 2023 di Gedung Sillekens, Jl. A. Yani 45 Ketapang, Kalbar.

Buku yang berjudul Ziarah Sang Buah Sulung ini disusun dalam jangka waktu sekitar dua tahun, mulai bulan Agustus tahun 2020 hingga naik cetak pada bulan November 2022.

Metode yang saya gunakan dalam menyusun buku ini adalah wawancara dengan Pastor Lintas sambil menulis dan merekam apa yang beliau katakan.

Kami ngobrol dalam bahasa Simpang. Saya harus menterjemahkan apa yang beliau katakan dari Bahasa Simpang ke Bahasa Indonesia.

Karena kesempatan bertemu dengan Pastor Lintas terbatas mengingat beliau bertugas di Tembelina, maka wawancara baru bisa dilakukan ketika beliau sedang berada di Ketapang.

Untuk mengatasi kendala tersebut saya juga melakukan wawacara jarak jauh dengan HP.

Buku autobiografi Pastor Zakharias Lintas Pr, imam diosesan pribumi Dayak pertama untuk Keuskupan Ketapang, Kalbar. (Amon Stefanus)

Bagian buku

Bagian pertama buku ini memuat tentang perjalanan hidup Pastor Lintas.

  • Mulai lahir di Karab di Pondok Ladang;
  • Ketika masuk SD, masuk SMP di Ketapang.
  • Masuk Seminari Mertoyudan;
  • Kemudian melanjutkan ke Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta;
  • Pentahbisan dan tugas perdana.
  • Studi di Roma hingga bertugas di Paroki Temblina sekarang ini.

15 orang kontributor

Bagian kedua buku ini memuat testimoni dari rekan kerja dan orang terdekat dari Pastor Lintas.

Ada 15 orang yang berkontribusi dalam bagian ini yaitu: Pasrtor Vitalis CP, Pak Sunarto, Pak Lukas Lawun, Pak Sito Maryono, Pak Musa, Pastor Ubin Pr, Pak Agustinus Alibata, Pak Lukman, Pak Sihombing, Pak Hendrikus Sara, Ibu Irwaningsih, Pak Tanam, Sr. Brigita OSA, Pak Sikat, dan Pak Banding.

Dari ke-15 mereka yang diwawancara atau memberi testimoni (kesaksian) dalam bagian kedua ini ada beberapa yang tinggal di luar kota Ketapang.

Pastor Vitalis tinggal di Biara CP Jakarta; Pak Sito di Meraban; Pastor Ubin di Tumbang Titi; Pak Hendrikus Sara di Manjau, dan Pak Erick Banding di Simpang Dua.

Dalam rangka melengkapi bagian ini pada waktu liburan bulan Juni 2022 saya pergi ke Simpang Dua untuk bertemu dengan Pak Banding.

Pak Banding adalah abang ipar Pastor Lintas. Beliau adalah ayah dari Pak Lukas Lawun dan Pak Andreas Hardi.

Saya pergi ke Simpang Dua dengan menumpang mobil Pak Rianto yang mau liburan bersama anak dan istErinya ke Pontianak.

Saya diturunkan di Kampung Gerai. Di Gerai saya meminjam sepeda motor adik ipar saya dan kemudian pergi ke Simpang Dua yang jaraknya sekitar 9 km dari Gerai.

Di Simpang Dua saya bertemu dengan Pak Banding yang sudah berusia 91 tahun. Walaupun sudah berusia 91 tahun, ingatan beliau masih sangat kuat. Beliau juga masih kuat berjalan.

Kami ngobrol sampai lebih dari 2 jam.

Dari obrolan dengan Pak Banding, ternyata beliau mengenal Pastor Lintas sejak Pastor Lintas masih kecil.

Pak Banding menikah dengan kakak sulung Pastor Lintas ketika Pastor Lintas masih berusia 2,5 tahun.

Apa yang diceritakan Pak Banding selengkapnya bisa dibaca dalam bagian 2 buku ini.

Bagian ketiga buku: 100% Dayak, 100 Katolik

Bagian ketiga memuat tulisan Pastor Lintas yang merupakan pokok-pokok pikiran beliau. Ada tiga tulisan beliau yang kami muat dalam bagian ini:

  • Seratus persen Dayak, 100 persen Katolik.
  • Keuskupan Ketapang Periode 1977–2012.
  • Berpikir positif.

Saya sependapat dengan Romo Sutadi Pr dalam pengantar buku ini bahwa sejarah hidup, iman dan pelayanan Pastor Lintas merupakan semacam miniatur Gereja Keuskupan Ketapang.

Maksudnya kita dapat membaca sejarah perkembangan iman gereja Ketapang dalam sejarah (autobigrafi) Pastor Lintas.

Pokok-pokok pikiran Pastor Lintas tentang iman dan adat kebudayaan menarik untuk dibicarakan.

Ide beliau tentang “100 persen Dayak, 100 persen Katolik: menarik untuk didiskusikan. Demikian pula pembahasan beliau tentang berpikir positif.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here