BULAN Agustus merupakan Bulan Kebangsaan. Bangsa Indonesia mensyukuri kemerdekaan dengan melakukan refleksi kebangsaan dan berkehendak melakukan aksi memaknai kemerdekaan dengan upaya nyata dalam kehidupan berbangsa.
Spirit kebangsaan
Bagi umat Katolik, refleksi kebangsaan salah satu di antaranya diikatkan dengan ketokohan Mgr. Albertus Soegijopranata SJ sebagai Pahlawan Nasional. Semboyannya “100% Katolik, 100% Indonesia” memberi spirit untuk memaknai kebangsaan dengan cara-cara Katolik sebagai refleksi iman.
Berikut ini kutipan sejarah yang menunjukkan peran Mgr. Albertus Soegijapranata SJ yang menolak Agresi Belanda Tahun 1947. (Bdk. Mgr. Albertus Soegijopranata oleh Drs. Anhar Gonggong terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1983/1984)
Kutipan sejarah
Belanda berkeinginan untuk segera menguasai kembali sepenuhnya daerah bekas jajahannya itu. Keinginan serupa
itu nampak dengan tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
Tindakan itu berupa penyerangan agresif terhadap Republik Indonesia yang dilakukan tanggal 21 Juli 1947 pada malam hari. Tindakan ini Agresi I berbentuk penyerangan militer ke kota-kota besar dan strategis di Jawa dan Sumatera.
Pada masa Agresi I itu, Jawa Tengah berhasil diduduki oleh musuh dengan kekuatan tiga brigade.
Menentang tindakan agresor
Tindakan agresor Belanda itu, yang oleh mereka disebut dengan “Aksi polisional” menimbulkan reaksi yang sangat keras, baik di dalan negeri maupun di luar negeri. Di dalam suasana yang genting, kembali Mgr. Albertus Soegijopranata SJ menunjukkan sikap patriotisnya melalui reaksi yang diperlihatkannya.
Beliau menentang tindakan agresor Belanda itu. lni jelas terlihat di dalam pidatonya yang diucapkannya pada RRI di Solo, beliau antara lain berkata:
“Mestinya umat Katolik harus merasa berterimakasih kepada Republik Indonesia, yang diproklamasikan secara sepihak
itu dan bahwa mestinya mereka tidak menolak Republik, tetapi memberikan dukungan dan bantuan mereka kepadanya. Kami berjanji akan bekerja sarna dengan semua lapisan masyarakat, untuk mewujudkan kemerdekaan teguh dan
kemaJuan merata.”
Janji pada bangsanya
Dari pidato di atas itu, terdapat dua hal utama yang merupakan ajakan dan sekaligus janji. Yaitu ajakan kepada
bangsa Belanda dan janji kepada bangsanya. Beliau mengajak bangsa Belanda -khususnya mereka yang beragama Katolik
dan tergabung dalam Partai Katolik Belanda- untuk meninggalkan sikapnya yang bermusuhan terhadap bangsa Indonesia.
Kemudian beliau menjanjikan kepada bangsanya untuk bersama dengan mereka, bahu-membahu, guna mencapai tujuan yang dicita-citakannya. Yaitu, kemerdekaan penuh yang di dalamnya akan diciptakan kemakmuran merata bagi seluruh rakyat.
Ajakan kepada bangsa Belanda -khususnya golongan Katolik- memangsangat beralasan. Karena di dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan bangsanya, golongan Katolik termasuk yang paling kuat dan gigih menentangnya.
Mereka menentang Perjanjian Linggarjati, karena dengan menyetujui perjanjian itu akan tetap mengundang campur tangan pihak lain. Sedangkan, mereka tidak menghendaki itu. Karena mereka beranggapan masalah Indonesia adalah masalah dalam negeri mereka.
Mewujudkan kemerdekaan dan kemakmuran
Janji Mgr. Albertus Soegijopranata SJ kepada bangsa Indonesia untuk ikut berusaha mewujudkan kemerdekaan dan kemakmuran merata, agaknya merupakan suatu hal yang sangat berguna untuk menanamkan kepercayaan rakyat terhadap arti kemerdehan yang diperjuangkannya.
Dengan itu dukungan rakyat tetap dapat diberikannya, karena para pemimpinnya pun tetap selalu memikirkan nasib mereka, sebagaimana yang ditujukan oleh pidato Mgr. Albertus Soegijopranata SJ.