Burung Pelatuk dan Harimau

0
245 views
Harimau mati meninggalkan belang

Puncta 17.09.23
Minggu Biasa XXIV
Matius 18: 21-35

BOROBUDUR adalah kitab kehidupan. Di dinding Candi yang megah itu ada banyak ukiran tentang filosofi kehidupan.

Salah satunya berada di dinding sebelah selatan candi. Ada ukiran yang mengisahkan burung pelatuk dan harimau.

Di sebuah hutan, ada harimau yang kesakitan karena “kleleken,” kemasukan tulang tajam di tenggorokannya.

Ia kesulitan mengeluarkan tulang itu dari tenggorokannya. Melihat penderitaan harimau itu, seekor burung pelatuk mendekat dan meminta harimau membuka mulutnya.

Ia memasang ranting di antara mulut harimau supaya menganga. Dengan pelatuknya, burung itu mengambil tulang dari tenggorokan harimau. Berhasil dan harimau diselamatkan.

Di kesempatan lain, terjadi kelaparan hebat. Burung pelatuk tidak mendapatkan makanan. Terlihat harimau sedang makan daging.

Burung pelatuk datang mendekat ingin meminta sekerat daging untuk mengisi perutnya. Tetapi harimau itu malah mengusirnya. Berkali-kali terjadi demikian, burung itu diusir dan tidak diberi makanan.

Dewata di Kahyangan mengizinkan burung pelatuk itu mencungkil mata harimau dengan pelatuknya. Tetapi sang burung menolaknya.

Ia pergi dengan perut hampa. Ia tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan.

Yesus mengajarkan tentang pengampunan. Ketika Petrus bertanya, “berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku? Sampai tujuh kalikah?”

Yesus berkata, “Bukan! Aku berkata kepadamu, Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Artinya pengampunan tak terbatas, tak terhitung.

Manusia itu tempatnya kesalahan. Tidak ada manusia yang sempurna. Jika kita bisa menerima ketidak-sempurnaan ini, maka kita akan dimudahkan untuk mengampuni.

Pengampunan bukan kelemahan, tetapi kebesaran hati. Siapa yang bisa mengampuni, dia adalah pribadi kuat yang bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Kita tidak perlu membatasi berapa kali harus mengampuni. Setiap kali jatuh dalam ketidaksempurnaan, pada saat itu pula kita berani mengampuni.

Kita bisa belajar dari burung pelatuk yang tidak membalas kejahatan. Ia mengasihi harimau tanpa pamrih. Ia mengampuni harimau kendati cintanya dibalas dengan kejahatan.

Pagi-pagi minum teh sarapan roti,
Usia senja kita harus kurangi nasi.
Marilah kita saling mengampuni,
Itulah harta terindah yang kita miliki.

Cawas, belajar terus untuk mengampuni

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here