SETELAH sukses dengan Business Sustainability Forum (BSF) pertama (11/5) yang bertemakan “Growing with The Nation”, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya kembali bekerjasama dengan Yayasan Bhumiksara dan Indonesia Global Compact Network (IGCN) menghelat acara BSF kedua dengan tema “Smart City for Mega City, Actions for a Better World”.
Hasil dari roundtable BSF I menyoroti pentingnya peran pemerintah, tata kelola dan kepastian hukum, diikuti oleh isu pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya. Ini sejalan dengan diluncurkannya Sustainability Development Goals (SDGs) pada bulan September 2015 oleh PBB di New York, dimana salah satu dari 17 butir SDGs adalah menjadikan kota-kota dan tempat tinggal manusia sebagai hunian yang inklusif, aman, resilien, dan berkesinambungan. Selaras dengan butir tersebut, maka salah satu konsep yang diterapkan adalah paradigma Smart City dengan delapan aspek utamanya yaitu smart governance, smart energy, smart building, smart mobility, smart infrastructure, smart technology, smart healthcare, dan smart citizen.
Konsep Smart City ini sejalan dengan paket regulasi ekonomi, yaitu pemerintah menghilangkan duplikasi, memperkuat koherensi dan konsistensi, melakukan dan atau memberikan dukungan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional berkaitan erat dengan smart governance. Paket regulasi ini juga akan membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti, sehingga terkait erat dengan semua aspek utama smart city. Begitu pula bagi dunia bisnis, SDGs menawarkan peluang penting untuk menguatkan upaya pemenuhan komitmen dan tanggung jawab sosial perusahaan, serta mengenali peluang baru mengintegrasikan pemikiran pertumbuhan yang berkelanjutan ke dalam strategi bisnisnya.
“Konsep Smart City mulai berkembang di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini sejalan dengan SDGs yang mendorong munculnya inovasi dalam melestarikan lingkungan hidup, menciptakan bisnis dan industri berkelanjutan, serta mewujudkan sosial masyarakat yang damai dan inklusif,” jelas YW Junardy, selaku Presiden IGCN.
Junardy menambahkan untuk mencapai kondisi tersebut, kerja sama lintas sektor menjadi titik penting dan mendesak untuk dilakukan. Perusahaan, institusi pendidikan, lembaga swadaya masyakarat serta pemerintah perlu bahu-membahu dalam mengoptimalkan Smart City. BSF merupakan forum wadah strategis untuk membentuk kerjasama tersebut.
Kuncinya: karakter pemimpin
Selain itu, salah satu kunci mewujudkan Smart City terletak pada karakter pemimpin.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Prof Lanny W. Pandjaitan mengemukakan SDGs mendorong inovasi untuk melestarikan lingkungan hidup dalam menciptakan bisnis yang berkelanjutan. Maka, dibutuhkan pemimpin yang memiliki kepribadianmyang secara konsisten memelihara lingkungan hidupnya. Yayasan Bhumiksara yang memiliki kepedulian terhadap terwujudnya SDGs, terlibat langsung dalam mengembangkan kader bangsa yang peduli dan selalu ingin berinovasi, serta secara berseri menyelenggarakan BSF bersama dalam menciptaan pemikiran bagi pemimpin bangsa dalam mewujudkan SDGs.
Selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Eddie Cahyono Putro, Ketua Yayasan Bhumiksara, salah satu aspek kepemimpinan yang ingin dibangun oleh Yayasan Bhumiksara adalah inovasi. Yaitu, pemimpin yang mampu membawa perubahan bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
“Pemimpin haruslah seorang yang punya kepribadian terbuka, bermental ‘out of the box’ dan fleksibel. Selain itu, pemimpin harus punya sifat otentik yang mampu menjadi ‘role model’ dalam hal moral, bertanggungjawab, dan mempunyai visi kedepan yang share kepada konstituennya. Bhumiksara peduli terhadap perwujudan Smart City yang optimal dengan mengembangkan kader bangsa yang memiliki ciri kepemimpinan tersebut. Melalui BSF ini, menjadi wadah strategis menuju Smart City bagi orang-orang yang peduli,” jelas Eddie.
Pemerintah dan legislatif gagal muncul
Acara yang diselenggarakan di Auditorium Yustinus kampus Semanggi UAJ (19/11) menghadirkan empat narasumber dari kalangan akademisi dan sektor swasta. Dua narasumber yang diharapkan memperkaya ragam paparan mendadak berhalangan hadir walaupun sudah konfirmasi hadir, begitu penjelasan panitia. Bappeda DKI Jakarta gagal muncul dengan alasan sibuk rapat dengan Gubernur. Lain lagi dengan Ketua Komisi V yang bahkan sudah didahului kehadiran tiga asistennya, mendadak sakit, begitu penjelasan dari asistennya. Kedua narasumber dari kalangan pemerintah dan legislatif itu sudah mengirimkan file presentasi mereka, tapi gagal tampil. (Bersambung)