Kamis, 27 Januari 2022
- 2Sam. 7:18-19.24-29.
- Mzm: 132:1-2.3-4.11.12.13-14.
- Mrk. 4:21-25
JATIDIRI seseorang itu terletak dalam pemberian dirinya pada hidup bersama.
Kadang kala disebabkan oleh sesuatu yang tak terelakan, seseorang bisa kehilangan perannya. Lantaran mandat yang melekat pada perannya telah diambil darinya.
Ketika kuasa itu dibekukan, dan disusul dengan berbagai aturan dan larangan yang membatasi gerak dan kehadiran secara formal. Seseorang bisa sungguh tak berdaya.
Namun demikian, di balik semua keterbatasan yang diciptakan oleh aturan dan hukum, cahaya hidup masih bisa bersinar hingga mampu memberi dampak yang positif bagi sesama.
“Jika saya bisa tegar seperti saat ini, sungguh bukan karena kekuatan diriku semata. Melainkan Tuhan yang menjadi kekuatan bagi saya,” kata seorang ibu.
“Sejak anakku diambil oleh suamiku secara sah atas keputusan pengadilan, hidupku seakan sudah berakhir,” lanjutnya.
“Hilang semangat, hilang tujuan serta harapan hidupku,” ujarnya.
“Menurut adat, anakku memang milik suamiku,” kisahnya.
“Aku dan keluarga besarku tidak berdaya berhadapan dengan adat,” lanjutnya.
“Untuk mempertahankan bahtera rumahtangga sudah tidak mungkin lagi. Karena suamiku telah menikah lagi,” kisahnya.
“Dalam situasi berat seperti itu, saya hanya bisa memohon kepada Tuhan supaya anakku sehat, dan punya masa depan yang baik,” lanjutnya.
“Tiga tahun setelah peristiwa itu, saya mendapat tawaran menjadi tenaga pendidik di Taman Kanak-Kanak yang ada di paroki,” katanya.
“Saya menyetujui dan melalui TK itu, betapa gembira hatiku bisa berada di tengah-tengah mereka,” lanjutnya.
“Saya memberikan perhatian, pendampingan, dan bimbingan seperti kepada anakku sendiri,” ujarnya.
“Kasih sayang dan kelembutan sebagai ibu, bisa aku curahkan untuk anak-anak, hingga anak-anak mengalami sukacita dalam belajar dan bermain di sini,” ujarnya lagi.
“Semoga anakku juga mengalami kasih sayang seperti yang aku berikan pada anak-anak yang aku asuh ini,” ujarnya dengan penuh harap.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”
“Camkanlah apa yang kamu dengar. Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu.
Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
Panggilan seorang ibu adalah menyalurkan kasih sayang pada anak.
Meski dipisahkan oleh lautan dan gunung, namun ikatan batin mereka tidak akan pernah terpisah.
Aturan adat bisa menjadi pisau tajam yang memutus ikatan keluarga, namun ikatan batin mereka tidak akan pernah terputus oleh apa pun.
Seperti ibu tadi, sikap pasrah dan terbuka membantunya menyalurkan hasrat dan cintanya pada anak semata wayang yang direnggut darinya kepada anak didiknya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa tetap bersinar meski dihadang banyak tantangan?