ASSISI –sekitar dua jam perjalanan ke arah Utara dari Roma—menjadi sumber harapan banyak orang darimana berkibarlah semangat cinta damai yang digelorakan oleh tak kurang 300 muda-mudi katolik seluruh dunia bersama Sri Paus Benediktus XIV. Para utusan perdamaian yang datang dari seluruh penjuru dunia atas undangan Tahta Suci ini juga menggelorakan semangat penghormatan besar akan kebebesan yang menjadi ciri hakiki hak-hak asasi manusia.
Ketika lampu-lampu kecil mulai dinyalakan oleh para utusan perdamaian dari seluruh penjuru dunia itu mulai menerangi malam, maka berserulah Paus: “Jangan ada lagi kekerasan. Perang jangan sampai terulang kembali. Jangan lagi ada teror,” kata pemimpin Gereja Katolik Universal yang semula bernama Kardinal Joseph Ratzinger ini.
Lebih lanjut, Paus juga berseru: “Berkat Tuhan, semoga setiap agama menjadi pembawa damai dan keadilan. Semoga kita semua mewartakan perdamaian, bela kasih, dan cinta.”
Assisi yang menjadi kota kelahiran Santo Fransiskus –pendiri Ordo Saudara Hina Dina (Fransiskan)—menjadi kota “kelahiran” semangat perdamaian yang awalnya digelorakan sendiri oleh Santo Fransiskus Assisi melalui doa “Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai”.
Meneladani semangat Santo Fransiskus Assisi, mendiang Beato Paus Yohanes Paulus II dengan gegap gempita membangun semangat sama berbasis kota Assisi. Gerakan cinta perdamaian ini mulai tergelar sejak 1986 hingga akhirnya tahunu 2011 merupakan peringatan ke-25 tahun atas Semangat Assisi.
Suara hati
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana digelar doa bersama dalam kelompok besar, kali ini Pesta 25 Tahun Semangat Perdamaian Assisi berakhir dengan doa dalam keheningan. “Setiap orang yang hadir dalam acara ini diharapkan dapat menularkan semangat perdamaian itu melalui keheningan pribadi dan yang mereka tularkan itu tak lain adalah suara hatinya sendiri,” tulis AsiaNews dalam laporannya.
Kepada para peserta, Kardinal Koch menyapa hangat: “Marilah kita menjadi alat perdamaian sebagaimana ditugaskan Allah kepada kita semua. Mari kita sadari semua bahwa tiada perdamaian tanpa keadilan, tanpa pengampunan.”