DALAM setiap rangkaian misa, sering dijumpai beberapa petugas khusus. Mereka ini suka membantu imam dalam mempersiapkan persembahan pada Ekaristi.
Petugas-petugas tersebut membantu imam untuk mengantarkan persembahan, piala, sibori, ampul, ke atas altar, membawakan air dalam bejana, membawakan wirug dalam pendupaan, dan lain sebagainya.
Petugas-petugas tersebut umumnya adalah anak-anak muda atau remaja. Para petugas muda tersebut dikenal sebagai Putera Puteri altar atau misdinar.
Menurut sejarahnya, Putera Puteri altar atau Misdinar (Belanda: misdienarr) merupakan salah satu posisi pelayanan dalam Gereja Katolik yang diberikan kepada kaum awam dan klerus (pelayan rohani kaum awam).
Namun karena Putera Puteri Altar ini begitu diminati oleh kaum awam, maka sebagian besar umat menganggap bahwa Putera-puteri Altar merupakan posisi pelayanan oleh kaum awam.
Akolit
Dahulu, Putera-puteri Altar disebut sebagai Akolit (Latin: acolite).
Para frater yang umumnya melaksanakan tugas sebagai Akolit. Bahkan selama masa pendidikan seorang calon imam, Gereja Katolik menganjurkan agar setidaknya seorang calon imam pernah menjadi misdinar (akolit) atau seremonarius (koordinator selebran, umat dan petugas liturgi dalam Perayaan Ekaristi).
Dalam proses waktu, Gereja Katolik selanjutnya membuka peluang bagi umat awam yang ingin membantu imam selebran di atas altar, namun tidak perlu menjalani kehidupan membiara. Maka dari inilah, Putera Altar muncul yang nota bene memiliki batasan, yakni berjenis kelamin laki-laki (baik yang sudah menikah/belum).
Istilah misdinar sendiri muncul pada saat Konsili Vatikan II, di mana Gereja Katolik memberi keleluasaan kepada umat awam mana pun untuk memeriahkan liturgi Misa Kudus tanpa merusak keindahannya.
Selanjutnya, muncullah istilah Puteri Altar yakni kaum remaja perempuan yang bertugas melayani imam selebran di atas altar.
Misdinar sendiri merupakan gabungan dari Putera Puteri Altar yang bertugas melayani imam selebran di atas altar tanpa memandang jenis kelamin petugasnya.
Camping rohani di Samigaluh, Kulon Progo
Saat melaksanakan live in di Paroki Boro, Kabupaten Kulon Progo, DIY, Fr. Fransesco bersama Fr. Egi melaksanakan tugas untuk memberikan materi serta permainan bagi para Putera Puteri Altar St. Ignatius Loyola di Wilayah Samigaluh (Papiola).
Bersama teman-teman Papiola, para frater menimba semangat rohani bersama dalam menumbuhkan spiritualitas pelayanan. Bentuk kegiatan penyegaran tersebut adalah melalui camping rohani.
Alasan dipilihnya kegiatan camping rohani adalah keleluasaan, keakraban dan juga dapat merasakan kesatuan alam dengan para peserta sehingga dapat menggali inspirasi rohani secara lebih santai.
Persiapan yang telah dilakukan sekitar satu minggu oleh para kordinator kegiatan. Para peserta tentu saja merupakan petugas Putera-Puteri Altar St. Ignatius Loyola (Papiola).
Sebelum kegiatan, para frater bersama koordinator telah melakukan survei tempat dengan pertimbangan cuaca yang tidak menentu, harapannya camping rohani tidak diterpa oleh hujan.
Selain itu juga dipersiapkan beberapa unit tenda, sound system, dan peralatan-peralatan untuk permainan outbound.
Acara dimulai pada sore pukul 15.00 WIB dengan kegiatan mendirikan tenda-tenda. Setelah itu, para peserta diajak untuk mengakrabkan diri dalam permainan sederhana dan animasi.
Rombongan Frater belum tiba pada saat itu karena sedang menemani pastor paroki ke Muntilan untuk melihat situs-situs sejarah Romo Prennthaler SJ dan Romo van Lith SJ.
Sekitar pukul 17.00 sore dan setelah pulang dari Muntilan, dua frater berangkat dari Paroki Boro menuju area camping. Meskipun terasa cukup melelahkan, tidak mengurangi semangat para frater tersebut untuk melayani teman-teman Papiola.
Aneka permainan
Sebelum memberikan materi, Fr. Fransesco bersama kordinator acara melakukan permainan kecil-kecilan untuk mencairkan suasana. Permainan ini tidak memerlukan alat khusus. Cukup dengan mendengarkan instruksi agar tidak mendapatkan hukuman.
Salah satunya adalah Permainan Tepuk Batu.
Ketika frater menginstruksikan kata “Batu”, maka setiap peserta harus melakukan tepuk tangan satu kali.
Begitu juga ketika diinstruksikan kata “Batu-batu”, maka setiap peserta harus melakukan tangan dua kali.
Akan tetapi jika Frater menginstruksikan kata “Ba…”, tidak ada satu pun yang boleh melakukan tepuk tangan.
Begitu juga dengan permainan instruksi yang bernama “Lawan kata”.
Ada empat instruksi yang harus dilakukan yakni maju, mundur, kiri, dan kanan.
Jika instruksi diberikan yaitu “maju”, maka peserta harus melakukan sebaliknya yaitu mundur. Sebaliknya ketika instruksi diberikan yaitu “mundur”, maka peserta harus maju dari posisinya. Begitu pula untuk instruksi kiri dan kanan.
Ada beberapa teman yang salah mendengarkan instruksi dan segera mendapakan hukuman yaitu menuliskan nama masing-masing dengan pinggung dan juga bernyanyi lagu Balonku dengan huruf vokal “i” sehingga berbunyi “Bilinki idi limi dst..”.
Semua peserta begitu menikmati rangkaian acara dengan gembira dan penuh canda tawa.
Kenal dekat spiritualitas misdinar
Selanjutnya, Frater Fransesco juga memberi dua materi dalam acara tersebut yakni mengenal alat-alat Liturgi dan “spiritualitas” misdinar.
Kedua tema tersebut dipilih dengan relevansi anggota camping rohani yang adalah para misdinar.
Pengetahuan-pengetahuan dasar tentang alat-alat liturgi sangat diperlukan bagi seorang misdinar untuk mencegah ketidaktahuan dan miskomunikasi selama pelayanan sebagai Putera-Puteri Altar.
Selain itu, “spiritualitas” misdinar juga sangat dibutuhkan untuk menghidupi tugas sebagai pelayanan yang sejati.
Menjadi seorang Putera Puteri Altar tidak sekedar pada ritus, gerak liturgis, atau rutinitas belaka. Tetapi lebih daripada itu, agar supaya seorang Putera Puteri Altar dapat menjiwai, menghidupi semangat pelayanan dan merefleksikan Ekaristi sebagai puncak iman Kristiani.
Maka, menjadi seorang Putera Puteri Altar berarti upaya pribadi agar semakin menyerupai Kristus sendiri. Yang mau melayani dan hadir di tengah-tengah umat sebagai saluran berkat dan tangan Allah di dunia.
Selain itu, kegiatan camping rohani juga difasilitasi dengan acara syering yang saling membangun untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan dan keterbukaan antara satu dengan yang lain.
Setelah pendalaman materi, para peserta diizinkan untuk beristirahat di tenda masing-masing agar dapat melanjutkan kegiatan game di pagi hari.
Kegiatan hari pertama ditutup dengan ibadat penutup (completorium) yang dibawakan oleh Frater Egi.
Pada pagi hari, para peserta bersiap bangun. Untuk memanaskan tubuh, Fr. Fransesco mengajak para peserta untuk senam bersama.
Karena masih dalam situasi pandemi, tidak memungkinkan untuk berkumpul bersama apalagi melaksanakan senam.
Maka dalam kegiatan ini menjadi kesempatan untuk merenggangkan tubuh melalui senam.
Senam yang dipilih adalah Senam Pramuka karena gerakan-gerakan yang diperagakan tidak sulit, lincah dan cukup mudah untuk diikuti. Sesudah melaksanakan senam, para peserta beristirahat, sarapan dan bersiap untuk melaksanakan permainan.
Untuk membuktikan adanya rasa kekeluargaan yang telah diijelaskan dalam materi semalam, para peserta akan masuk ke dalam kelompok yang sudah ditentukan.
Yel-yel peletup semangat
Sebelum itu, setiap kelompok harus menciptakan yel-yel untuk membakar semangat dan juga memperkenalkan diri melalui game perkenalan. Para peserta di dalam kelompok tersebut akan saling beradu kekompakan.
Bukan hanya semangat untuk mencari kemenangan, tetapi juga ketangkasan, ketekunan, fokus dan kesabaran.
Semua buah-buah refleksi tersebut dikemas dalam berbagai macam permainan mulai dari Estafet Sarung, Kapal Titanic, Lomba Estafe Karet, Lomba Estafet Pingpong, dan Tiup Bola Pingpong Air dan Estafet Air.
Kegiatan-kegiatan tersebut sekilas hanya sekedar acara senang-senang belaka.
Namun dari kegiatan-kegiatan game inilah, para peserta dapat menggali inspirasi bahwa segala sesuatu diperlukan kerjasama yang baik, kekompakan, rasa pengertian, fokus, rasa syukur dan mau menerima kesalahan sebagai bagian dari pembelajaran.
Relevansinya untuk spiritualitas misdinar kurang lebih identik bahwa seorang misdinar harus memiliki sikap yang rendah hati untuk melayani.
Apalagi pelayanan misdinar memerlukan kerja sama tim yang baik. Agar dapat melaksanakan tugas misdinar dengan baik, setiap pelayanan tersebut harus mampu fokus pada tugasnya dan saling mengingatkan apabila terjadi miskomunikasi.
Darimanakah spiritualitas misdinar ini dapat digali lebih dalam?
Teman-teman Putera Puteri Altar atau Misdinar dapat merefleksikannya lebih dalam melalui cara hidup Kristus sendiri bersama para rasul.
Mereka selalu bersemangat rendah hati mau melayani umat Allah dengan tulus, kompak, giat dan hidup doa yang tak kunjung kering.
- Teks: Fr. Fransesco Agnes Ranubaya.
- Dokumentasi: Papiola.