PADA saat mulai pertobatannya, Ignatius Loyola membandingkan dengan “idola” – nya, yakni para orang kudus. Orang suci ini melakukan ini, yang lain melakukan itu.Jadi, apa yang harus kulakukan? Didorong oleh tekadnya yang kuat, dia menanggalkan cita-cita semula sebagai ksatria terkenal, dan mulai berjalan kaki, meminta-minta, membantu orang sakit, dan berbuat silih untuk dosa-dosanya.
Jarang ada orang seperti Ignatius yang melakukan pertobatan secara radikal, mengikuti cara hidup “idola” – nya.
Belajar dari Kamboja
Kita bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh Ignatius Loyola dengan melakukan pertobatan “kecil-kecil”. Sekedar gambaran, di bawah ini saya ceritakan apa yang dilakukan oleh para wanita tua Khmerdi Kamboja untuk mengidentifikasikan dirinya dengan “idola”–nya, sebagai bagian dari “pertobatan” –nya.
Salah satu hal yang menarik saya ketika pertama kali datang di Kamboja adalah “model” rambut para wanita tuanya. Semakin beranjak tua, mereka semakin memotong pendek rambutnya sampai tidak berambut alias gundul. Selama dua tahun tinggal di Kamboja saya belum pernah melihat seorang wanita tua asli Kamboja yang mempunyai rambut panjang.
Beberapa kali saya bertanya dalam hati: Mengapa semakin tua mereka sengaja semakin menggunduli rambutnya? Ketika saya menanyakan hal ini pada teman say,a mereka malah heran karena pertanyaan saya dianggap aneh. Bagi mereka, sudah sewajarnya apabila semakin tua para wanita semakin menggunduli kepalanya. Rambut panjang hanyalah “berhak” dimiliki oleh para wanita muda. Adalah aneh bagi mereka jika seorang wanita tua masih memelihara rambut panjang. Wanita tua sudah tidak perlu “mempercantik” diri lagi, kata mereka.
Ada sebuah jawaban menarik yang bermakna dalam atas persoalan rambut ini. Makna ini berhubungan erat dengan kehidupan religius orang Kamboja pada umumnya. Di tengah-tengah penduduk Kamboja yang mayoritas Buddhis, peran seorang look song (bhiksu) mendapat tempat penting dalam kehidupan. Para Look song menjadi pemimpin spiritual sekaligus “model” penghayatan religius yang dianggap semakin dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.
Para look song itu tinggal di kuil-kuil dimana mereka melakukan meditasi, sembahyang bersama ataupun juga studi tentang kitab suci atau kitab-kitab keagamaan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan material, misalnya makan, mereka berkeliling untuk “menjemput” makanan yang disiapkan oleh para penduduk di sekitarnya. Penghayatan hidup sederhana ini tidak hanya dilakukan dalam cara memenuhi hal-hal materiil tetapi juga diwujudkan dengan cara berpantang. Pantang itu misalnya pantang kawin (bahkan tidak boleh menyentuh wanita sedikit pun) dan pantang untuk memiliki rambut di kepalanya. Pantangan-pantangan itu diarahkan untuk semakin mencapai kesempurnaan hidup.
Berpantang
Wanita yang mencukur rambutnya ini ternyata ingin meniru model penghayatan religius sebagaimana dihayati oleh para look song. Sebagaimana sudah disebut di atas, salah satu cara penghayatan hidup look song adalah melakukan pantang. Para wanita itu ingin berpantang sesuai dengan pantangan para look song, namun demikian secara realistis mereka tidak dapat melakukan semuanya. Misalnya saja mereka tidak bisa menghayati selibat ketat yaitu tidak bersentuhan sama sekali dengan lawan jenis mengingat bahwa mereka hidup di tengah-tengah masyarakat. Maka mereka melakukan pantang sesuai dengan apa yang secara real dapat dilakukan. Salah satunya adalah mencukur rambut.
Bagi saya, tindakan ini merupakan bentuk konkrit dari usaha seseorang untuk mewujudkan kerinduannya yang terdalam untuk mencapai kesempurnaan dengan cara meniru model rohani yang didambakan dan hendak diikuti. Saya tidak tahu apakah semua wanita Kamboja yang mencukur rambutnya sadar akan artinya atau sekedar menjalankan kebiasaan saja, tetapi yang menarik bagi saya adalah makna yang terkandung di dalamnya. Memotong rambut adalah tindakan sederhana dan konkrit untuk mengikuti dan seperasaan dengan model rohani yang didambakan oleh para wanita tersebut. Kiranya mereka tidak akan mungkin sama persis dengan model yang diikutinya, yaitu cara hidup para look song. Akan tetapi tindakan ini merupakan langkah serius dan konkrit untuk semakin menjadi ‘sama’ dengan model yang dirindukannya.
Bertobat secara radikal
Mungkin kita pernah terkesan pada tokoh atau pribadi tertentu yang ikut membentuk perjalanan rohani kita. Tokoh atau pribadi yang mengesankan itu tidak selalu harus tokoh-tokoh besar dan terkenal tetapi mungkin orang-orang sekitar kita atau orang-orang sederhana yang teladan hidupnya memberi inspirasi pada kita. Kalau kita sungguh terkesan kiranya kita juga terdorong untuk meneladan dan mengikuti cara hidup mereka. Cara hidup yang inspiratif itu akan menjadi model yang selalu kita dambakan dan hendak kita peluk.
Meniru cara hidup mereka tidak selalu harus sama persis dengan mereka. Mungkin kita tidak bisa persis meniru apa yang dilakukan Ignatius Loyola, yang bertobat secara radikal. Sebagaimana para wanita tua Kamboja, mereka tidak selalu harus hidup sama persis seperti look song. Namun mereka tetap berusaha terlibat untuk semakin ‘sama’ dengan look song melalui berbagai tindakan sederhana dan konkrit sesuai dengan kemampuan mereka. Justru dengan mulai melakukan hal-hal kecil itu mereka semakin diarahkan dan dibentuk untuk menjadi ‘sama’ dengan model yang didambakan. Kalau misalnya kita terkesan dengan perjuangan Ibu Theresa, mungkin kita tidak perlu sama dengan beliau. Model perjuangan beliau dapat kita ejawantahkan dalam tindakan-tindakan konkrit, sesederhana apapun, dalam kehidupan kita sehari-hari. Kesetiaan dalam melakukan hal sederhana itu merupakan langkah penting untuk semakin mendekati model rohani yang kita dambakan.
Mispan Indarjo, pernah bekerja di Battambang, Kamboja Utara (1995 – 1997)
Photo credit: http://khmernz.blogspot.com