Rabu, 3 April 2024
- Kis 3:1-10;
- Mzm 105:1-2,3-4,6-7,8-9;
- Luk 24:13-35.
KITA semua pernah merasakan sedih dan kecewa ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Sangat wajar untuk merasakan emosi ini, karena kita manusia memiliki perasaan. Namun, penting untuk menyadari bahwa keadaan ini juga bisa terjadi karena kontribusi diri kita sendiri, seperti keputusan yang kurang tepat di masa lalu.
Terlepas dari keputusan yang telah kita ambil, kita juga harus menyadari bahwa banyak faktor di luar kendali kita yang juga memengaruhi hidup kita. Lingkungan dan orang lain juga ikut berperan dalam membentuk keadaan yang membuat kita merasa sedih dan kecewa. Meskipun kita telah berusaha sebaik mungkin, terkadang hal ini masih terasa tidak cukup.
“Tabir gelap yang menyelimuti kehidupan ini, kadang dibuka Tuhan pada saat yang tidak kita duga,” kata seorang ayah.
“Kematian beruntun ayah dan isteri saya membuat pikiran saya buntu dan diwarnai kekecewaan yang tiada terkira. Ayahku meninggal mendadak karena penyakit jantung, dan isteriku tidak lama kemudian meninggal karena stroke.
Dua peristiwa yang cukup bagiku untuk mempertanyakan kerahiman dan kebaikan Tuhan. Ayah dan isteriku, adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku, bahkan aku rela menukar dengan nyawaku untuk kehidupan mereka.
Dalam kekalutan itu, saya bertemu dengan teman seangkatan waktu SMP, dia menceritakan bahwa dia juga baru kehilangan orang-orang yang sangat dia cintai.
Ayah dan ibu, serta anaknya, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Buka hanya berat namun kejadian itu telah menghancurkan seluruh sendi imannya namun kemudian dia menemukan bahwa Allah itu maha kuasa, Allah bisa mengubah segalanya bagai membalik telapak tangan.
Mendengar kisah teman saya itu, saya seakan terbuka mata, bahwa penderitaan saya belum sebanding teman saya. Saya merasa bahwa tidak sepantasnya saya menyalahkan Tuhan atas kejadian yang menimpa hidupku, namun mestinya saya mau bersyukur dan berterima kasih untuk rencana Tuhan yang terjadi dalam hidupku.
Pengalaman bersyukur itulah yang membuat saya bisa bangkit dari keterpurukan yang selama ini menderaku,” kata bapak itu.
Dalam bacaan Injil kita dengar demikian, Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!
Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?”
Pada perikope ini kita membaca bahwa Yesuslah yang mencari murid-murid-Nya, bahkan dengan penuh kesabaran dalam memberikan pengertian kepada kedua murid mengenai kebangkitan-Nya.
Kelambanan hati kedua murid menjadi gambaran hati kita semua. Kita lebih senang mendengar berita yang menyenangkan telinga daripada firman Tuhan. Mungkin saja Tuhan telah memberikan indikasi-indikasi dalam kehidupan, agar kita percaya kepada firman-Nya. Namun, kita sering kali mengeraskan hati.
Tuhan memang senantiasa mencari kita serta memberi kita pengertian. Namun, kita juga harus peka. Kita harus mempunyai hati yang mudah percaya. Jika kita dapat dengan mudah percaya kepada berita hoaks dan tulisan purbakala, mengapa kita sulit memercayai Alkitab? Jika kebebalan seperti itu terus berlanjut, maka tak salah jika Tuhan menyebut kita sebagai orang bodoh dengan hati yang lamban.
Bagaiamana dengan diriku?
Apakah aku menjadi orang yang cepat tanggap dalam menerima kehendak Tuhan?