REAL Time Evaluation (RTE) yang diadakan oleh Caritas Indonesia bersama Jaringan Nasional Caritas Indonesia berakhir pada hari Jumat, 3 Desember 2021.
Perwakilan Komisi-komisi KWI dan lembaga-lembaga Caritas Keuskupan mengawali rangkaian RTE dengan kunjungan lapangan pada 30 November-1 Desember 2021, di tiga wilayah keuskupan yaitu Keuskupan Larantuka, Keuskupan Atambua, dan Keuskupan Weetabula.
Hasil pengamatan, temuan-temuan, dan evaluasi selama kunjungan lapangan kemudian dibahas dalam pertemuan selama dua hari, 1-2 Desember 2021 di Denpasar, Bali.
Dalam pembahasan dan diskusi selama dua hari tersebut, disampaikan juga isu-isu strategis di wilayah Regio Nusa Tenggara (Nusra), selain tanggapan-tanggapan, dan hasil-hasil pembelajaran baik.
Pembahasan ini bertujuan menciptakan kolaborasi dan karya bersama lintas komisi KWI bersama dengan lembaga-lembaga Caritas.
Forum ini juga membahas rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan pelaksananan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Siklon Seroja di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Setiap program tentu dirancang dengan perencanaan yang matang.
Ada standar mutu pelayanan
Romo Fredy Rante Taruk Pr mengungkapkan, selalu tidak mudah untuk melaksakan pekerjaan benar-benar sesuai dengan rencana awal.
“Hal yang tidak mudah dilakukan adalah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan dan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan,” kata Direktur Eksekutif Caritas Indonesia ini.
Meski begitu, lanjut Romo Fredy, setiap program tetap harus memiliki standar, sehingga ada kualitas yang akan dikejar.
“Dasar itulah yang digunakan perwakilan-perwakilan keuskupan dalam memberi rekomendasi. Jangan takut akan standar, tapi bekerjalah berdasarkan standar,” tambah Romo Fredy.
Rekomendasi yang tersusun didasarkan pada bidang-bidang yang dilaksanakan dalam program Rehabilitasi dan Rekonstruksi tersebut antara lain:
- bidang struktur manajemen program;
- bidang hunian;
- bidang mata pencaharian;
- pengadaan air bersih dan sanitasi, psikososial, keuangan;
- tanggap darurat.
Rekomendasi
Salah satu rekomendasi dalam bidang hunian adalah mempertimbangkan faktor mata pencaharian yang berkelanjutan. Apalagi hal ini khususnya suatu program mengharuskan dilakukan relokasi.
Hunian yang berperspektif aman dari bencana juga harus dijadikan pertimbangan.
Hal ini berdasarkan pembelajaran dari bencana akibat Siklon Seroja bulan April yang lalu.
Direktur Caritas Keuskupan Larantuka, Romo Marianus Welan Pr menerima dengan baik rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh para peserta Real Time Evaluation ini.
Imam yang akrab dipanggil Romo Nus ini berjanji akan menindaklanjuti masukan-masukan yang ada demi hasil yang lebih baik.
Demikian halnya dengan Direktur Caritas Weetabula, Romo Agus Waluyo AB CSsR yang menyambut baik rekomendasi-rekomendasi untuk pelaksanaan program Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Keuskupan Weetabula.
“Catatan-catatan yang diberikan kami terima dengan baik dan akan kami tindak lanjuti. Oleh karenanya, kami akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi, baik dengan Caritas Indonesia maupun dengan lembaga-lembaga Caritas Keuskupan dalam melakukan perbaikan-perbaikan,” kata Romo Nus.
Partisipasi penerima manfaat juga menjadi perhatian dalam setiap berjalannya program. Idealnya, program sedapat mungkin menjadikan penerima manfaat sebagai subjek dan bukan hanya sekadar objek program.
“Hal yang harus dipastikan dalam pelaksanaan karya-karya kemanusiaan Caritas adalah partisipasi, pelibatan penerima manfaat dalam pelaksanaannya. Dan pelibatan para penerima manfaat tersebut harus pada semua prosesnya,” kata Direktur Caritas Keuskupan Bandung, Romo Agustinus Darwanto Pr.
Komitmen bersama yang perlu ditindaklanjuti
Sementara itu, Sekretaris Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (PSE KWI), Romo Ewaldus Ewal di akhir acara menyampaikan harapannya agar apa yang sudah dibicarakan dan disepakati juga menjadi komitmen bersama.
Cara ini akan menjadi gerak berkesinambungan untuk membangun pelayanan kemanusiaan yang lebih baik secara bersama-sama di masa depan.
“Semoga kedepannya koordinasi lintas komisi dapat terus berlanjut, membangun komunikasi yang baik sehingga karya kemanusiaan gereja katolik bisa semakin solid,” kata Romo Ewal.
Sedangkan Ketua Badan Pengurus Yayasan KARINA – Caritas Indonesia, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ menyatakan kegembiraan karena adanya forum ini.
Kebersamaan ini menurutnya akan menambah optimisme untuk bersatu dalam karya pelayanan kemanusiaan dalam konteks Gereja Katolik di Indonesia.
“Keterbukaan untuk saling memberikan masukan dan diwujudnyatakan sebagai tanda bahwa kita mau berubah,” kata Mgr. Sudarso.
Harapannya, kebersamaan ini bisa menjadi dorongan bagi keuskupan-keuskupan, bagi para uskup supaya tidak berpegang pada otonomi-otomi tertutup.
Mgr. Sudarso menyampaikan, pelayanan kemanusiaan tidak dapat dilakukan sendiri, tapi membutuhkan kebersamaan dan solidaritas bersama.
“Yang penting bagi Gereja Katolik Indonesia, dalam pelayanan harus bersinergi dengan baik. Harapannya melalui forum yang kita jalani selama beberapa hari ini, menjadi kekuatan bagi gereja, sehingga tekad kebersamaan itu sangat penting,” tutup Mgr. Sudarso.